Lembaga Keuangan Mikro (Microfinance Institutions/MFI) pernah dipuji sebagai alat utama untuk mengangkat masyarakat Kamboja keluar dari kemiskinan. Menyuntikkan modal ke usaha kecil atau pertanian yang tidak sama dengan pinjaman tradisional.
Sebaliknya, ribuan warga Kamboja justru terjebak dalam perangkap utang. Mereka mengambil pinjaman yang semakin memberatkan untuk membayar kembali pinjaman lainnya, dan bertindak semakin ekstrem buat keluar dari siklus utang.
Penelitian substansial yang dilakukan di Kamboja dan negara-negara berkembang lainnya menemukan bahwa meskipun pinjaman mikro telah membantu banyak orang, terutama perempuan, pinjaman kecil ini juga telah memperburuk kehidupan, seperti yang dialami Lun Sam Ath.
Lima tahun yang lalu, Lun meminjam sebesar US$12ribu (Rp190 juta) untuk membangun rumah kayu baru sambil membayar kembali pinjaman sebelumnya yang dia gunakan untuk membeli sepeda motor. Ibu lima anak berusia 45 tahun ini berhutang US$200 (Rp3 juta) sebulan kepada Amret, salah satu lembaga keuangan mikro (MFI) terbesar di negara tersebut.
Lun Sam Ath, yang berpenghasilan sekitar $180 (Rp2,8 juta) sebulan di pabrik garmen, tidak bisa membayar. Petugas kredit MFI yang meminta pembayaran kembali mulai menekan Lun Sam Ath.
“Mereka datang ke rumah saya bersama beberapa orang, tiga hingga lima sepeda motor, dan juga membawa serta kepala desa,” katanya dalam wawancara baru-baru ini dengan VOA Khmer.
Dia stres dan merasa malu. Juni lalu, dia meninggalkan rumahnya dan menyewa kamar seharga US$40 (Rp635 ribu) sebulan, tinggal bersama ketiga anaknya yang berusia 9 hingga 14 tahun.
Pada bulan Februari, dia pindah ke ibu kota, Phnom Penh, menjual masker wajah di jalan. Dia menyortir panggilan telepon "karena saya takut penagih utang akan menelepon saya" katanya. “Mereka [MFI] bisa mengambil tanah saya dan menjualnya sekarang untuk melunasi pinjaman.”
Pinjaman Lun Sam Ath, satu di antara hampir 2 juta pinjaman keuangan mikro yang beredar di Kamboja pada akhir tahun 2023, menurut Asosiasi Keuangan Mikro Kamboja (CMA). Populasi Kamboja berjumlah sekitar 16,5 juta jiwa, dan para peneliti mengatakan rasio pinjaman keuangan mikro per orang adalah yang tertinggi di dunia.
Para advokat mengatakan bahwa MFI di Kamboja sering gagal menerangkan dengan jelas risiko pinjaman ini kepada peminjam, yang seringkali buta finansial dan menggunakan tanah mereka sebagai jaminan.
Dua kelompok hak asasi manusia lokal, Licadho dan Equitable Kamboja, merilis laporan, Ancaman Utang: Studi Kuantitatif Nasabah Pinjaman Mikro di Kamboja, berdasarkan survei terhadap 717 rumah tangga di provinsi Kampong Speu, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Phnom Penh.
“Utang berlebihan yang meluas telah menyebabkan sejumlah besar pelanggaran hak asasi manusia yang serius,” kata studi tersebut dikutip VOA.
Ditemukan bahwa 6,1% rumah tangga telah menjual tanah untuk membayar utang, sementara sekitar 3% rumah tangga memiliki anak yang putus sekolah karena pinjaman, seringkali untuk mulai bekerja guna membantu pembayaran utang.
Pertumbuhan MFI sangat mencengangkan. Dimulai dengan sekitar 50.000 klien dan total portofolio pinjaman lebih dari US$3 juta (Rp47,6 miliar) pada tahun 1995, sektor keuangan mikro memberikan pinjaman kepada 2,1 juta rumah tangga dengan portofolio US$9,4 miliar (Rp149 triliun) pada akhir tahun 2022, menurut CMA. Jumlah tersebut mencakup lebih dari 30% PDB Kamboja yang diperkirakan sebesar $29,96 miliar (Rp475,9 triliun).
MFI sering menyebut tingkat pembayaran kembali yang relatif tinggi sebagai bukti kesehatan industrinya. Bank Nasional Kamboja pada tahun 2022 melaporkan tingkat kredit bermasalah di seluruh sektor hanya sebesar 2,5%. Namun para peneliti dari Kamboja dan Singapura mengatakan obsesi terhadap “kualitas portofolio” menutupi kerugian sebenarnya yang harus ditanggung masing-masing peminjam.
Industri keuangan mikro Kamboja sedang diselidiki oleh Compliance Advisor Ombudsman (CAO) dari International Finance Corporation (IFC), karena adanya laporan penjualan tanah secara paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya dari organisasi advokasi.
CAO sedang meninjau enam lembaga keuangan mikro terkemuka di Kamboja yang didanai IFC termasuk Amret, yang mengeluarkan pinjaman Lun Sam Ath. Mereka menolak mengomentari kasusnya dalam email ke VOA pada 16 Maret.
Sementara utang publik Kamboja mencapai US$11,24 miliar (Rp178,5 triliun) pada akhir tahun lalu dan risiko dari utang tersebut berada pada tingkat yang rendah, menurut laporan Buletin Statistik Utang Publik Kamboja yang dirilis oleh Kementerian Ekonomi dan Keuangan pekan lalu.
Dilansir Khmer Times, dari jumlah tersebut, 99,5 persen atau US$11,19 miliar (Rp177,7 triliun) merupakan utang luar negeri pemerintah dan sisanya adalah utang pemerintah dalam negeri.(voanews,khmertimeskh)