Pemimpin oposisi Malaysia Mahathir Mohamad diperiksa terkait sangkaan menebarkan berita bohong atau hoax. Mahathir diselidiki atas potensi pelanggaran hukum berita palsu baru ditengah rencana pemilu Malaysia.
Bloomberg melaporkan, mantan perdana menteri terlama di Malaysia tersebut telah diperiksa oleh polisi Kuala Lumpur Mazlan Lazim pada Kamis (5/3). Namun, juru bicara Mahathir menolak berkomentar terkait berita tersebut.
Penyelidikan tersebut berkaitan dengan pernyataan Mahathir pada Jumat lalu bahwa pesawat carteran yang ditumpanginya ke pulau Langkawi di utara, tempat dia akan berkampanye untuk kursi parlemen, dirusak sehingga tidak bisa terbang. Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia menyimpulkan tidak ada indikasi sabotase apalagi pesawat mengalami kebocoran udara dari roda. Sebaliknya, Mahathir disebut telah melakukan perjalanan ke Langkawi tepat waktu sampai batas waktu pencalonan pada hari Sabtu.
Seperti diketahui, hubungan antara Mahathir dengan Najib Tun Razak, Perdana Menteri Malaysia saat ini tengah memanas. Mahathir memilih untuk berpisah dari koalisi Najib pada tahun 2016 di tengah percekcokan dengan perdana menteri terkait isu skandal keuangan pada dana investasi negara.
Sejak saat itu, Mahathir membentuk partainya sendiri dalam aliansi oposisi. Dia berusaha untuk menggeser Organisasi Nasional Melayu Bersatu, sebuah partai yang telah memegang kekuasaan sejak kemerdekaan pada tahun 1957 dengan dukungan pemilih etnis Melayu di negara yang mayoritas Muslim.
Mahathir disebut punya peluang terbaik sebagai oposisi. Apalagi potensinya dapat menarik orang-orang Melayu menjauh dari koalisi Barisan Nasional yang dipimpin Organisasi Nasional Melayu Bersatu atau UMNO.
Menjelang pemungutan suara pada 9 Mei mendatang. Mahathir melarang koalisi oposisi Pakatan Harapan menggunakan logo atau fotonya sendiri dalam materi kampanye. Partainya menghadapi larangan 30 hari berkampanye karena tidak memberikan dokumen yang benar kepada pihak berwenang, meskipun itu telah ditangguhkan oleh perintah pengadilan.
Parlemen mengesahkan undang-undang terhadap berita palsu pada bulan April lalu. Malaysia akan menghukum siapapun yang menebarkan berita palsu dengan hukuman pidana maksimal enam tahun penjara dan denda 500 ribu ringgit atau setara US$ 127.000.
Selain penebar berita palsu, oknum yang menciptakan dan mendistribusikan informasi palsu terkait dengan negara atau warganya juga akan dijerat. Undang-undang ini berlaku untuk siapa pun di dalam atau di luar Malaysia tanpa memandang kewarganegaraan atau kewarganegaraan.
Malaysia memang tengah berperang melawan berita bohong. Bahkan, Najib meluncurkan situs web bernama TheRakyat pada bulan Januari. Portal ini bertujuan memerangi koalisi oposisi dan berita palsu yang katanya merusak kampanye.
Saat peluncuran portal tersebut, Najib kerap menyinggung desas-desus tentang pemadaman listrik di bilik suara dan saran pemerintah agar suara tidak dihitung dalam pemungutan suara sebelumnya. Tidak puas dengan merilis portal, Najib pada wawancara bulan lalu mengatakan UU tersebut juga akan membatasi perbedaan pendapat di media sosial.
Ia berdalih bahwa media sosial di Malaysia telah kebabalasan. Bahkan lebih bebas daripada banyak negara.
"Anda dapat mengkritik pemerintah, Anda dapat mengatakan kami tidak setuju dengan pemerintah, Anda dapat mengatakan tidak memilih pemerintah dan saya masih bisa menerimanya," keluh Najib.