close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Korea Utara / Pixabay
icon caption
Ilustrasi Korea Utara / Pixabay
Dunia
Jumat, 06 Juli 2018 17:20

Menlu AS kembali menyambangi Korea Utara

Pompeo berangkat ke Korea Utara dengan didampingi oleh ahli Asia Utara dari Kementerian Luar Negeri, CIA, dan Dewan Keamanan Nasional.
swipe

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mendarat di Korea Utara pada hari Jumat (6/7) untuk melakukan serangkaian pembicaraan yang bertujuan membujuk negara itu menghentikan program nuklir dan balistiknya. Ini merupakan lawatan ketiganya ke negeri pimpinan Kim Jong-un.

Pompeo telah berulang kali mengatakan, dia meyakini bahwa Kim Jong-un serius untuk melakukan negosiasi. Namun tidak sedikit pula yang skeptis dengan apa yang disampaikannya.

Seperti dikutip dari The New York Times, Jumat (6/7), Pompeo berangkat ke Korea Utara dengan didampingi oleh ahli Asia Utara dari Kementerian Luar Negeri, CIA, dan Dewan Keamanan Nasional. Diplomat AS itu dijadwalkan akan menghabiskan banyak waktu untuk melakukan pertemuan.

Lawatan Pompeo ke Pyongyang dinilai merupakan upaya mencari jawaban atas pertanyaan, apa sesungguhnya niat Korea Utara? Sekalipun bukan denuklirisasi dan upaya mencapai perdamaian berujung kegagalan, setidaknya Pompeo dapat mengetahuinya lebih cepat hingga Washington dapat kembali memberikan tekanan maksimum. 

Pemerintah Amerika Serikat sebelumnya menghabiskan waktu selama bertahun-tahun dalam negosiasi terperinci dengan Korea Utara, namun berujung sia-sia hingga memberikan ruang bagi Pyongyang untuk mengembangkan lebih lanjut persenjataan mematikannya.

John R. Bolton, penasihat keamanan nasional Trump, berseberangan dengan Pompeo. Ia dikabarkan pernah menyampaikan sikap tidak percayanya bahwa Korea Utara berniat menghentikan program senjata nuklir atau rudal balistiknya.

Hubungan Kim Jong-un dan Donald Trump berubah secara dramatis. Tahun lalu, keduanya kerap saling hina. Trump mencap Kim Jong-un sebagai orang gila dan pembunuh rakyatnya sendiri. Sementara, Kim Jong-un pernah menjuluki menjuluki Trump orang tua yang pikun. 

Dalam situasi panas tersebut, Pompeo juga pernah ditanyakan apakah Kim Jong-un rasional dan ia meresponsnya dengan mengatakan, "Saya berharap kami akan menemukan cara untuk memisahkan rezim (Kim Jong-un) itu dari persenjataan nuklirnya." 

Kini, perubahan terjadi dalam sikap Trump. Tidak ada lagi caci maki. Trump menyebut sosok Kim Jong-un sangat terhormat dan baik. Dalam suatu kesempatan, ia menegaskan bahwa "Korea Utara bukan lagi ancaman nuklir." 

Dalam beberapa bulan terakhir, Pompeo telah berulang kali mengatakan bahwa Kim Jong-un merupakan seorang yang rasional.

"Setelah pertemuan ini, Pompeo mungkin akan mengatakan bahwa Kim Jong-un cerdas dan dapat dipercaya ... Saya rasa kita menuju ke arah menyerah dan menerima Korea Utara sebagai negara nuklir secara de facto," ujar Sung-Yoon Lee dari Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University.

Namun juru bicara Kementerian Dalam Negeri AS Heather Nauert bersikeras bahwa Korea Utara akan menjaga komitmennya.

"Kebijakan kami terhadap Korea Utara tidak berubah. Kami berkomitmen untuk Korea Utara yang didenuklirisasi, dan Menlu Pompeo melanjutkan konsultasinya dengan pemimpin Korea Utara untuk menindaklanjuti komitmen yang dibuat di KTT Singapura," tegas Nauert.

Pembela strategi Trump mencatat bahwa setidaknya saat ini Korea Utara telah mengakhiri uji coba rudal dan nuklirnya yang provokatif. 

Di lain sisi, Kim Jong-un sendiri pernah mengklaim bahwa Korea Utara telah menyempurnakan teknologi persenjataannya. Dan negara-negara yang telah mencapai tahap tersebut jarang membutuhkan uji coba.

Pakistan misalnya. Negara tetangga India itu belum pernah lagi melakukan uji coba senjata nuklir selama 20 tahun, namun secara luas, Pakistan diakui sebagai kekuatan nuklir besar.

Michael Green, yang bernegosiasi dengan Korea Utara selama pemerintahan Presiden George W. Bush, setuju bahwa pemerintahan Trump akan segera dipaksa untuk menerima Korea Utara sebagai negara nuklir.

"Jika Korea Utara tidak menembakkan misil atau senjata nuklirnya tapi juga tidak melakukan denuklirisasi, pemerintah (AS) akan menghadapi situasi sulit ... mereka akan kembali ke China dan sekutunya serta mengatakan pada dasarnya bahwa 'kami ditipu'," jelas Green.

Seperti yang terjadi pasca lawatan terakhir Pompeo ke Pyongyang, Korea Utara kemungkinan besar diprediksi akan menawarkan 'oleh-oleh'. Pada Mei lalu, bersamaan dengan usainya kunjungan Pompeo ke negara itu, Korea Utara melepas tiga warga AS dan kepulangan mereka disambut langsung oleh Trump dan istrinya, Melania.

Lalu, apa yang kelak akan dibawa Pompeo dari hasil kunjungan teranyarnya ke Korea Utara?

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan