Menlu AS: Korea Utara seharusnya meniru Vietnam
Tidak terpengaruh oleh kritik atas upayanya menempa kesepakatan denuklirisasi dengan Korea Utara, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo, pada hari Minggu (8/7), menyerukan Kim Jong-un untuk mengikuti jejak Vietnam dalam mengatasi permusuhan di masa lalu dengan Washington.
Menurut Pompeo, ekonomi Vietnam mengalami 'keajaiban' usai meningkatkan hubungan dengan AS. Hal tersebut disampaikannya di hadapan anggota komunitas bisnis AS-Vietnam di Hanoi.
Diplomat AS itu lebih jauh mengatakan bahwa pengalaman Vietnam sejak normalisasi hubungan dengan AS pada tahun 1995, seharusnya membuktikan pada Pyongyang bahwa kemakmuran dan kemitraan dengan Washington mungkin terwujud pasca-konflik dan ketidakpercayaan yang berlangsung selama beberapa dekade.
"Kami tahu itu adalah sebuah kemungkinan yang nyata karena kami melihat bagaimana Vietnam telah menempuh perjalanan yang luar biasa ini," ujar Pompeo seperti dilansir Time yang mengutip Associated Press, Senin (9/7).
"Fakta bahwa kami bekerja sama --tidak bertengkar-- adalah bukti ketika sebuah negara memutuskan untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi dirinya bersama AS, kami menindaklanjutinya lewat janji-janji kami," terangnya, mengulang janji Donald Trump untuk membantu meningkatkan perekonomian dan memberikan jaminan keamanan bagi Korea Utara dengan imbalan Kim Jong-un meninggalkan senjata nuklir.
"Mengingat kemakmuran dan kemitraan yang tidak terbayangkan, yang kita miliki dengan Vietnam hari ini, saya punya pesan untuk ketua Kim Jong-un: Presiden Trump yakin negara Anda dapat meniru jalan ini," tegas Pompeo. "Ini milik Anda jika Anda memanfaatkan momen ini. Keajaiban ini bisa jadi milik Anda. Keajaiban ini bisa pula menjadi milik Korea Utara."
Pernyataan menlu AS tersebut muncul setelah pada Minggu pagi, bertempat di Tokyo, Pompeo menepis tudingan Pyongyang yang menyatakan bahwa AS bergaya bak gangster di Korea Utara saat meminta denuklirisasi.
"Jika melayangkan permintaan seperti itu disebut bak gangster, maka dunia adalah gangster," tegas Pompeo, seraya menjelaskan bahwa sejumlah resolusi Dewan Keamanan PBB telat menuntut Korea Utara untuk melepas senjata nuklirnya dan mengakhiri program rudal balistiknya.
Di lain sisi, Pompeo mengklaim bahwa kunjungan ketiganya ke Korea Utara pada hari Jumat (6/7) dan Sabtu (7/7) lalu telah membuahkan hasil. Namun ia juga bersumpah sanksi akan dipertahankan hingga Pyongyang menyingkirkan senjata nuklirnya.
Pasca-mengunjungi Korea Utara selama dua hari, Pompeo bertolak ke Jepang di mana ia bertemu dengan mitranya, yakni Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono dan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-ha. Ia menegaskan bahwa perundingannya dengan Korea Utara produktif dan dilakukan dengan iktikad baik.
"Jalan di depan akan sulit dan menantang, dan kami tahu para kritikus akan mencoba mengecilkan hasil yang telah kami capai," ungkap Pompeo seraya menambahkan bahwa perundingannya dengan pejabat senior Korea Utara telah 'membuat kemajuan', termasuk 'diskusi terperinci dan substantif tentang langkah-langkah selanjutnya menuju denuklirisasi yang sepenuhnya diverifikasi dan penuh.'
Pembentukan kelompok kerja untuk menentukan dengan tepat bagaimana denuklirisasi Korea Utara akan diverifikasi juga dibahas dalam pertemuan Pompeo dengan pejabat senior Korea Utara. Sementara itu, pada hari Kamis (12/7) mendatang akan digelar pertemuan dengan para pejabat Pentagon untuk membahas pengembalian sisa-sisa jasad tentara AS yang tewas selama Perang Korea.
Pompeo membantah kabar yang menyebutkan bahwa pihaknya mengendurkan tuntutan pembongkaran senjata nuklir Korea Utara secara penuh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat dibatalkan. Sebaliknya ia memastikan bahwa Korea Utara memahami bahwa denuklirisasi harus 'sepenuhnya diverifikasi' dan 'final.'
Terkait masalah ini, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha mengatakan bahwa Korea Utara telah menolak penggunaan terminologi 'denuklirisasi penuh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat dibatalkan' dalam perjanjian tertulis atas alasan historis. Bagaimanapun, menurut Kang Kyung-ha, Pyongyang tetap menekankan tujuan yang sama.
"Verifikasi penuh, denuklirisasi akhir, tidak lebih lembut dalam menyatakan denuklirisasi penuh adalah tujuan bersama," tutur Kang Kyung-ha.
Pasca-pertemuan bersejarah Trump dan Kim Jong-un di Singapura bulan lalu, Trump menyatakan Korea Utara tidak lagi menjadi ancaman. Dan ia juga menuturkan bahwa Pyongyang akan menyerahkan sisa-sisa jasad tentara AS yang gugur selama Perang Korea. Tiga pekan kemudian, perpecahan menguap. Kedua belah pihak masih terbelah terkait berbagai soal, termasuk mendefinisikan denuklirisasi dan bagaimana itu dapat diverifikasi.
Adapun sisa-sisa jasad pasukan AS, hingga kini belum ada kabar akan dipulangkan.
Pompeo yang meyakini negosiasi merupakan jalan terbaik dalam menyelesaikan isu Korea Utara dan senjata nuklirnya memiliki 'pekerjaan rumah' yang berat. Bahkan beberapa jam setelah Pompeo bertolak dari Pyongyang dan mendarat di Tokyo, muncul pernyataan bernada negatif dari Korea Utara, yang menyebutkan perundingan dengan AS 'disesali'.
Lewat sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa hasil pembicaraan Pompeo dengan pejabat senior Kim Yong Chol 'sangat memprihatinkan' karena telah mengarah pada 'sebuah fase berbahaya yang mungkin menggerogoti kesediaan kami untuk denuklirisasi yang telah ditegaskan.'
"Kami telah menduga bahwa pihak AS akan menawarkan langkah-langkah konstruktif yang akan membantu membangun kepercayaan berdasarkan semangat KTT para pemimpin ... kami juga berpikir tentang memberikan tindakan timbal balik," katanya. "Namun, sikap dan pendirian yang ditunjukkan AS dalam pertemuan tingkat tinggi pertama (antara kedua negara) tidak diragukan lagi disesalkan. Harapan kami sangat naif bahkan bisa disebut bodoh."