Pemerintah Iran mengkritik keras kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Setelah Kerjasama Trans-Pacific dan Kesepatakan Iklim Paris, Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) merupakan perjanjian multilateral ketiga yang ditinggalkan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS).
Sekretaris Negara AS Mike Pompeo mengeluarkan sejumlah tuntutan dan ancaman terhadap Iran pada 21 Mei 2018.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, melalui keterangan resmi yang diterima oleh Alinea.id pada Minggu (24/6), menyatakan, pernyataan Pompeo dianggap melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.
Menurut dia, resolusi itu disusun dan diusulkan oleh AS sendiri, dan diadopsi dengan suara bulat seluruh anggota tetapnya.
Menlu Zarif mengatakan bahwa 12 syarat yang diajukan oleh Pompeo sangat tidak masuk akal. Keputusan AS keluar dari JCPOA justru dinilai membuat Negeri Paman Sam terisolasi secara internasional, karena mengacaukan semangat diplomasi dan multilateralisme.
Selain itu, Menlu Zarif juga mengaku tidak heran jika kemudian keputusan AS tentang kesepakatan nuklir Iran diabaikan dan ditanggapi secara negatif oleh komunitas internasional, termasuk oleh negara sahabat dan Sekutu.
"Hanya segelintir mitra AS yang menerima keputusan tidak bertanggung jawab itu," ujar Menlu Zarif.
Diplomat ulung Iran itu menyebut kebijakan luar negeri yang diterapkan Pemerintahan Presiden Donald Trump itu impulsif, tidak logis dan menghina hukum internasional.
Zarif mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir, AS telah menarik diri secara sepihak dari sejumlah perjanjian internasional mulai dari Kerjasama Trans-Pasifik, Kesepakatan Iklim Paris dan perjanjian program nuklir Iran yang dikenal dengan nama Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau JCPOA.
Tindakan AS tersebut mendapat protes dari dunia internasional, terutama dari negara-negara yang juga turut menandatangani JCPOA, termasuk Prancis, Rusia, China, Jerman dan Uni Eropa.
Lebih lanjut, Menlu Zarif mengatakan, kebijakan luar negeri pemerintah AS tersebut terjadi dikarenakan perilaku Presiden AS, Donald Trump yang impulsif dan tidak logis menjadi fitur utama dalam proses pembuatan keputusan di Washington sejak hampir satu setengah tahun terakhir.
Menlu Iran itu juga mengecam sejumlah kebijakan luar negeri AS termasuk keputusan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dukungan AS terhadap kekejaman Israel di Gaza serta serangan rudal AS ke Suriah.
Menlu Zarif mengatakan, seharusnya tahu bahwa mengakhiri intervensi asing dalam urusan domestik Iran, yang memuncak pada periode 25 tahun pasca-kudeta 1953, selalu menjadi salah satu tuntutan utama rakyat sejak sebelum Revolusi Islam.
Menurutnya, AS seharusnya sadar bahwa dalam 40 tahun terakhir, rakyat Iran telah menolak dan menggagalkan tekanan oleh Negeri Paman Sam.