close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Dok. Humas Kementerian Luar Negeri RI
icon caption
Dok. Humas Kementerian Luar Negeri RI
Dunia
Selasa, 27 September 2022 09:26

Menlu Retno sampaikan pentingnya kolaborasi global guna atasi krisis

Kurangnya kepercayaan antarnegara memicu kebencian dan ketakutan, sehingga dapat berujung pada konflik.
swipe

Pada Sidang Majelis Umum (SMU) PBB ke-77, Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi, menyerukan perlunya tatanan dunia yang berdasarkan paradigma baru. Hal ini merupakan respons dari kondisi global yang mengalami krisis akibat berbagai faktor.

Retno menilai, seluruh negara di dunia seharusnya bersatu untuk berupaya mengatasi kondisi yang sulit ini. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. 

"Indonesia menawarkan tatanan dunia yang berbasis paradigma baru. Paradigma win-win, bukan zero-sum. Paradigma merangkul, bukan mempengaruhi (containment). Paradigma kolaborasi, bukan kompetisi. Ini adalah solusi tansformatif yang kita butuhkan," kata Retno dalam pidatonya, dikutip dari situs Kemenlu RI, Selasa (27/9).

Retno menyampaikan, paradigma baru ini penting untuk menyalakan kembali semangat perdamaian. Menurutnya, kurangnya kepercayaan antarnegara (trust deficit) memicu kebencian dan ketakutan, sehingga dapat berujung pada konflik.

Untuk itu, Retno menilai, trust deficit harus diubah menjadi kepercayaan strategis (strategic trust).

“Ini harus diawali dengan penghormatan terhadap hukum internasional. Prinsip kedaulatan dan integritas wilayah tidak bisa ditawar. Prinsip-prinsip ini harus senantiasa ditegakkan. Penyelesaian masalah secara damai harus menjadi satu-satunya solusi untuk setiap konflik," ujar Retno.

Ditambahkan Retno, paradigma baru ini juga harus diterapkan untuk membuat terobosan dalam mengatasi isu Palestina dan Afghanistan. Retno menegaskan, Indonesia akan terus bersama Palestina dalam perjuangkan kemerdekaannya dan berkomitmen membantu memperjuangkan hak dan akses pendidikan bagi perempuan di Afghanistan.

Kemudian, lanjut Retno, paradigma baru ini juga penting untuk membangkitkan tanggung jawab terhadap pemulihan global, mencapai Agenda Pembangunan 2030, dan memerangi perubahan iklim. Saat ini, solidaritas global dinilai semakin menyurut.

Menurut Retno, diskriminasi perdagangan semakin masif, demikian juga dengan monopoli rantai pasok global. Sementara, tata kelola ekonomi global dimanfaatkan untuk kepentingan negara kuat. Oleh karenanya, ujar Retno, dunia menaruh harapan kepada G20.

"G20 tidak boleh gagal jadi katalis pemulihan dunia. Kita tidak boleh membiarkan pemulihan global 'tersandera' oleh geopolitik," ucap dia.

Lebih lanjut, Retno menuturkan, paradigma kolaborasi penting untuk memperkuat kemitraan regional. Menurut Retno, arsitektur regional tidak semestinya digunakan untuk mengurung dan mengalienasi atau mengasingkan negara tertentu.

Arsitektur regional harus dapat mendukung upaya menjaga perdamaian dan stabilitas, bukan justru membahayakannya. Dalam hal ini, dicontohkan Retno, ASEAN selalu mengedepankan paradigma kolaborasi.

"Dengan semangat itulah, Indonesia akan memimpin ASEAN sebagai Ketua tahun depan. Indonesia berkomitmen untuk memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN agar ASEAN tetap penting bagi rakyat, kawasan, dan dunia," ucap Retno.

Selain itu, Retno menambahkan, ASEAN juga harus menyikapi situasi di Myanmar dengan serius. Dikatakan Retno, Indonesia sangat prihatin dengan kurangnya komitmen militer Myanmar dalam menerapkan Five-Point Consensus.

"ASEAN harus terus maju dan tidak tersandera oleh situasi di Myanmar. Dukungan dari komunitas internasional, khususnya negara-negara tetangga Myanmar, sangat penting untuk mengembalikan demokrasi di Myanmar," ucap dia.

Terakhir, Retno menegaskan, paradigma kolaborasi harus menjadi spirit PBB dalam pembaharuan multilateralisme agar sesuai dengan tuntutan zaman. Menurutnya, pendekatan yang inklusif harus dikedepankan, yakni suara seluruh negara diperlakukan secara setara.

"Saya percaya dengan bekerja bersama-sama dan mengadopsi paradigma baru, kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Sekarang bukan saatnya lagi kita hanya berbicara. Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk melakukan apa yang kita sampaikan," ucap Retno. 

img
Gempita Surya
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan