Indonesia ingin Timur Tengah menjadi kawasan yang damai, stabil dan sejahtera. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam pertemuan bilateralnya dengan Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif.
Menlu Retno meyakini bahwa perdamaian dunia tidak akan terwujud jika Timur Tengah tidak stabil.
Dalam konteks itu, Menlu Retno menyatakan bahwa secara prinsip, Indonesia ingin agar kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA) dapat dijalankan secara penuh dan efektif oleh pihak-pihak terkait.
JCPOA merupakan kesepakatan yang ditandatangani oleh Iran, Amerika Serikat, China, Prancis, Jerman, Rusia, Inggris serta Uni Eropa. Di bawah pakta itu, Teheran setuju untuk membatasi kegiatan nuklirnya serta mengizinkan adanya pemeriksaan internasional. Sebagai imbalannya, mereka berharap kesepakatan itu dapat mengakhiri sanksi ekonomi yang ketat.
Pada 2018, Washington secara sepihak menarik diri dari JCPOA dan menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Dalam pertemuan bilateral dengan Menlu Retno, Menlu Zarif menjelaskan bagaimana Iran telah mengambil langkah-langkah diplomasi untuk menjaga agar JCPOA tetap berjalan.
"Kami menyebut sanksi AS sebagai terorisme ekonomi karena mereka menargetkan warga negara Iran," tutur dia.
Zarif mengkritik Eropa yang menurutnya gagal menjalankan upaya untuk menyelamatkan JCPOA.
"Iran telah berulang kali mengatakan, begitu semua pihak kembali mematuhi JCPOA, kami siap untuk membatalkan pengurangan komitmen yang telah kami ambil terhadap JCPOA," kata Zarif.
Dia mendesak agar seluruh pihak sepenuhnya mengimplementasikan JCPOA yang bertumpu pada dua premis yakni pembatasan program nuklir Iran dan normalisasi hubungan ekonomi dengan Teheran.
"Sayangnya, AS tidak berusaha menormalkan hubungan ekonomi mereka dengan Iran. Selain itu, Washington juga menghukum pihak lain yang berupaya menjalin hubungan ekonomi dengan kami. Ini tidak dapat diterima," tegas dia.
Dalam konteks perdamaian di Timur Tengah, Menlu Retno menegaskan bahwa isu Palestina tetap perlu menjadi perhatian dunia.
Indonesia, lanjutnya, secara konsisten menekankan bahwa solusi dua negara (two-state solution) merupakan satu-satunya opsi yang harus diambil jika Palestina ingin memiliki perdamaian berkelanjutan.
"Perlu ada penghormatan terhadap kedaulatan wilayah negara," ujar mantan Duta Besar Belanda untuk Indonesia itu.
Menanggapi Menlu Retno, Menlu Zarif menyindir usulan terbaru terkait upaya perdamaian untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Dia merujuk pada proposal perdamaian AS yang diusulkan oleh pemerintahan Donald Trump.
Pemerintahan Trump meluncurkan bagian pertama dari proposal perdamaian tersebut yang merupakan skema finansial senilai US$50 miliar untuk mendorong pembangunan di Palestina, Yordania, Mesir dan Lebanon.
Pada 18 Agustus, Trump menyatakan bahwa pemerintahannya kemungkinan akan merilis proposal perdamaian itu setelah Pemilu Israel pada 17 September.
"Iran percaya, bahwa upaya untuk memaksakan proposal itu akan gagal. Palestina adalah aspirasi nasional, bukan real estat. Negara itu tidak dapat dijual atau dibeli," tegas dia.
Dia menuturkan, aspirasi jutaan rakyat Palestina yang ingin merdeka tidak bisa dihilangkan hanya dengan kesepakatan bisnis.
"Hak-hak warga Palestina perlu dihormati. Mereka harus dapat menentukan nasib sendiri untuk merdeka. Ini adalah posisi yang selalu diperjuangkan oleh Iran dan Indonesia dalam OKI maupun PBB," lanjut dia.
Isu bilateral
Dalam pertemuan bilateral tersebut, Iran dan Indonesia juga membahas mengenai perkembangan hubungan bilateral kedua negara.
"Saya menyambut baik kemajuan kerja sama bilateral di bidang pemberdayaan perempuan dan kesehatan. Pada April 2019 Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan pertemuan 'Sharing Best Practices on Women Economic Empowerment Through Home Industry Model' yang juga dihadiri oleh Iran," tutur Menlu Retno.
Menurut Retno, pada pertengahan September di Iran akan digelar forum yang bertujuan mendorong kolaborasi kemitraan bisnis dan inisiatif bersama antara Indonesia dan Iran di bidang alat kesehatan dan farmasi.
Menlu Zarif menyatakan bahwa dirinya dan Menlu Retno turut membahas mengenai kerja sama terkait keamanan regional dan global.
"Selain itu, kedua pihak sepakat ingin melihat integrasi lebih besar di bidang sains dan teknologi. Kami dapat saling membantu demi memiliki prospek yang lebih besar bagi kemakmuran rakyat dan negara muslim lainnya," jelas dia.