close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, kanan, tiba untuk menghadiri rapat kabinet di kantor Perdana Menteri di Yerusalem, 23 Februari 2023. Foto Ronen Zvulun/Pool via AP/dokumentasi.
icon caption
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, kanan, tiba untuk menghadiri rapat kabinet di kantor Perdana Menteri di Yerusalem, 23 Februari 2023. Foto Ronen Zvulun/Pool via AP/dokumentasi.
Dunia
Rabu, 22 Maret 2023 12:50

Menteri Israel: 'Tidak ada yang namanya' orang Palestina

Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyampaikan pidato di Paris yang mengatakan gagasan tentang rakyat Palestina adalah artifisial.
swipe

Seorang menteri Israel mengklaim "tidak ada yang namanya" orang Palestina, karena pemerintah koalisi baru Israel, memiliki sikap garis keras yang paling keras. 

Di sisi lain, koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga mengatakan, sedang mendorong bagian penting dari perombakan-yang akan memberi koalisi kendali atas siapa yang menjadi hakim-sebelum parlemen mengambil liburan selama sebulan minggu depan.

Perkembangan itu terjadi sehari setelah delegasi Israel dan Palestina melakukan pertemuan di Mesir, yang dimediasi oleh pejabat Mesir, Yordania, dan AS. Mereka berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk menurunkan ketegangan yang bergolak di kawasan itu menjelang musim liburan yang sensitif.

Sikap ini mencerminkan terbatasnya pengaruh yang dimiliki pemerintahan Biden terhadap pemerintahan sayap kanan baru Israel. Sekaligus menjadi pertanyaan tentang upaya menurunkan ketegangan, baik di dalam Israel maupun dengan Palestina, menjelang musim liburan.

Saat para perunding mengeluarkan komunike bersama, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyampaikan pidato di Paris yang mengatakan, gagasan tentang rakyat Palestina adalah artifisial.

“Tidak ada yang namanya bangsa Palestina. Tidak ada sejarah Palestina. Tidak ada bahasa Palestina,” katanya di Prancis, Minggu (19/3) malam. Dia berbicara pada acara peringatan untuk aktivis sayap kanan Prancis-Israel yang menyangkal keberadaan bangsa Palestina dan menganjurkan aneksasi Tepi Barat. Podium dihiasi dengan gambar yang menunjukkan peta Israel yang meliputi Tepi Barat yang diduduki, Gaza dan Yordania.

Kementerian Luar Negeri Yordania mengatakan, penampilan Smotrich dengan ikon tersebut adalah "tindakan menghasut yang sembrono dan pelanggaran norma internasional dan perjanjian damai" antara kedua negara.

Yordania kemudian memanggil duta besar Israel atas pernyataan Smotrich.

Ahmed Abu Zaid, juru bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, mengatakan, pernyataan Menteri Israel “menyangkal fakta sejarah dan geografi … (dan) merusak upaya yang bertujuan untuk mencapai ketenangan antara pihak Palestina dan Israel.”

Lantas, Kementerian Luar Negeri Israel pada Senin (20/3) malam, merilis pernyataan yang menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen pada perjanjian perdamaian 1994 dengan negara tersebut.

“Tidak ada perubahan dalam posisi Negara Israel, yang mengakui integritas teritorial Kerajaan Hashemite,” kata pernyataan itu.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, pernyataan Smotrich adalah "bukti konklusif dari ideologi ekstrimis, Zionis rasis yang mengatur partai-partai pemerintah Israel saat ini."

Di Brussel, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, bahwa pernyataan menteri “tentu saja tidak dapat ditoleransi.”

“Saya harus menyesalkan komentar yang tidak dapat diterima ini. Itu salah, tidak sopan, berbahaya, kontraproduktif untuk mengatakan hal-hal semacam ini dalam situasi yang sudah sangat tegang,” kata Borrell kepada wartawan setelah memimpin pertemuan menteri luar negeri dan pertahanan Uni Eropa.

“Bisakah Anda bayangkan jika seorang pemimpin Palestina mengatakan negara Israel tidak ada. Apa reaksinya?” kata dia lagi.

Borrell lantas meminta pemerintah Israel “untuk mengingkari komentar tersebut dan mulai bekerja dengan semua pihak untuk meredakan ketegangan.”

Seorang pemimpin pemukim sayap kanan yang menentang negara Palestina, Smotrich, memiliki sejarah pernyataan ofensif terhadap Palestina. Bulan lalu, dia menyerukan Kota Palestina Hawara di Tepi Barat untuk "dihapus" setelah pemukim Yahudi radikal mengamuk di kota itu, sebagai tanggapan atas serangan penembakan yang menewaskan dua orang Israel. Smotrich kemudian meminta maaf setelah keributan internasional.

Pernyataannya tentang orang Palestina mengingatkan pada yang dibuat oleh mendiang Perdana Menteri Israel Golda Meir yang menyebabkan keributan pada 1969. Dia kemudian mengklarifikasi kepada The New York Times mengenai maksudnya yang menyebutkan tidak pernah ada negara Palestina. Tetapi para kritikus mengatakan komentar itu terus menodai warisannya.

Selama pembicaraan pada Minggu di Mesir, seorang pria bersenjata Palestina melakukan serangan penembakan lain di Hawara, melukai seorang pria Israel.

Kekerasan baru, bersama dengan komentar Smotrich, menggambarkan, tantangan berat yang terbentang di depan dalam meredakan ketegangan setelah setahun kekerasan mematikan di Tepi Barat dan Yerusalem timur. Lebih dari 200 warga Palestina tewas oleh tembakan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem timur, dan lebih dari 40 warga Israel atau orang asing tewas dalam serangan Palestina selama waktu itu.

KTT pada Minggu diadakan menjelang bulan suci Ramadan, yang dimulai minggu ini. Festival Paskah Yahudi akan berlangsung pada April, bertepatan dengan Ramadan.

Periode yang akan datang sensitif karena sejumlah besar umat Yahudi dan Muslim mengalir ke Kota Tua Yerusalem, jantung emosional dari konflik dan titik nyala kekerasan, sehingga berpotensi meningkatkan titik gesekan.

Sejumlah besar orang Yahudi juga diperkirakan mengunjungi situs suci utama Yerusalem, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Tempat Suci Mulia dan bagi orang Yahudi sebagai Temple Mount- tindakan yang dipandang orang Palestina sebagai provokasi.

Bentrokan di lokasi itu pada 2021, memicu perang 11 hari antara Israel dan Hamas, yang menguasai Jalur Gaza.

Pada Senin (20/3), polisi Israel menutup kantor stasiun radio Palestina di Yerusalem timur dan mengatakan radio itu, bekerja untuk media resmi Otoritas Palestina yang melanggar perjanjian sementara 1994 antara Israel dan Palestina.

Ketegangan yang meningkat dengan Palestina bertepatan dengan demonstrasi massa di Israel menentang rencana Netanyahu untuk merombak sistem peradilan. Penentang tindakan tersebut telah melakukan protes yang mengganggu, dan perdebatan tersebut telah melibatkan militer negara.

Sementara itu, selama panggilan telepon dengan Netanyahu, Presiden Joe Biden mengimbau untuk berhati-hati, dan Gedung Putih berkata, "sebagai teman Israel dengan harapan dapat ditemukan formula kompromi."

Presiden Putin “menggarisbawahi keyakinannya bahwa nilai-nilai demokrasi selalu, dan harus tetap, menjadi ciri khas hubungan AS-Israel,” dan menambahkan bahwa “perubahan mendasar harus dilakukan dengan basis dukungan rakyat seluas mungkin. ”

Pemerintah Netanyahu mengatakan rencana itu dimaksudkan untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang telah memberi pengadilan terlalu banyak kekuasaan atas proses legislatif. Namun, kritikus mengatakan, perombakan itu akan merusak sistem check and balance negara yang rumit dan mendorong Israel ke arah otoritarianisme. Mereka juga mengatakan Netanyahu dapat menemukan jalan keluar dari persidangan korupsinya melalui perombakan.

Protes bersama dengan meningkatnya kekerasan dengan warga Palestina, telah menjadi tantangan besar bagi pemerintahan baru. Apalagi, menurut penghitungan The Associated Press, sepanjang tahun ini, 85 warga Palestina telah tewas.

Jumlah orang Israel yang terbunuh selama periode yang sama naik menjadi 15 pada Senin, setelah Or Eshkar, 33, meninggal. Dia ditembak di kepala dari jarak dekat oleh seorang Palestina di Tel Aviv pada 9 Maret.

Israel mengatakan, sebagian besar warga Palestina yang tewas adalah militan. Tetapi pemuda pelempar batu yang memprotes penyerangan dan orang-orang yang tidak terlibat dalam konfrontasi juga tewas.

Israel merebut Tepi Barat, Yerusalem timur, dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah pada 1967. Orang-orang Palestina mencari wilayah-wilayah itu untuk negara merdeka mereka di masa depan.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan