Militer Guinea telah merebut kekuasaan dalam kudeta, menangkap presiden, dan berjanji untuk mengubah susunan politik negara Afrika Barat tersebut.
Para pemimpin militer baru memberlakukan jam malam yang akan diterapakn sampai pemberitahuan lebih lanjut. Selain itu, mereka mengatakan akan bertemu dengan menteri kabinet Presiden Alpha Conde dan politikus senior lainnya pada Senin (6/9).
"Setiap penolakan untuk hadir akan dianggap sebagai pemberontakan," kata pasukan komando dalam sebuah pernyataan.
Gubernur negara itu dan administrator top lainnya akan digantikan oleh pejabat militer.
"Kami telah memutuskan, setelah menangkap presiden, untuk membubarkan konstitusi," jelas pernyataan militer lebih lanjut.
Militer juga menuturkan bahwa perbatasan darat dan udara Guinea telah ditutup.
Negara berpenduduk 13 juta orang tersebut telah lama dilanda ketidakstabilan politik.
Sebelumnya pada Minggu (5/9), penduduk distrik Kaloum di Conakry melaporkan mendengar suara tembakan yang keras.
Seorang diplomat asing di Conakry, yang menolak disebutkan namanya, menyatakan bahwa kerusuhan mungkin dimulai setelah pemecatan seorang komandan senior di pasukan khusus yang kemudian memprovokasi beberapa anggota militer lainnya untuk memberontak.
Kepala pasukan khusus militer Guinea, Letnan Kolonel Mamady Doumbouya, kemudian muncul di televisi publik, menyatakan bahwa salah urus pemerintah telah memicu kudeta.
"Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakan politik kepada rakyat," kata Doumbouya.
Youssouf Bah, seorang jurnalis yang berbasis di Conakry, mengatakan bahwa anggota pasukan khusus menolak untuk menyebut hal ini sebagai kudeta.
Kecaman internasional
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengecam kudeta dan memperingatkan hal itu dapat membatasi kemampuan Washington untuk mendukung Guinea.
"AS mengutuk kejadian hari ini di Conakry," kata Kemlu AS dalam sebuah pernyataan. "Tindakan ini dapat membatasi kemampuan AS dan mitra internasional Guinea lainnya untuk mendukung negara itu saat menavigasi jalan menuju persatuan nasional dan masa depan yang lebih cerah bagi rakyat Guinea."
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk pengambilalihan itu dalam sebuah twit. Dia juga menyerukan pembebasan segera Conde.
Senada dengan Guterres, Presiden Kongo Felix Tshisekedi turut mengecam langkah itu dan menyerukan agar Conde dibebaskan.
Sebuah pernyataan kementerian luar negeri Prancis juga mengecam kudeta tersebut.