close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Keluarga para sandera Israel mengangkat plakat bergambar kerabat mereka. Foto Alberto Pizzoli-AFP via Getty Images
icon caption
Keluarga para sandera Israel mengangkat plakat bergambar kerabat mereka. Foto Alberto Pizzoli-AFP via Getty Images
Dunia
Minggu, 17 Desember 2023 17:26

Murkanya warga Israel ke pemerintahan Netanyahu

"Mereka menjelaskan kepada kami terlebih dahulu bahwa operasi darat akan membawa kembali para korban penculikan. Itu tidak berhasil."
swipe

Kemarahan yang meningkat terhadap pemerintah Israel meluas ke jalan-jalan Tel Aviv pada hari Sabtu (16/12). Protes membesar setelah diketahui bahwa pasukan militer (IDF) secara keliru telah membunuh tiga sandera di Gaza yang “mengibarkan bendera putih.”

Di sebuah alun-alun di pusat kota Tel Aviv yang dikenal sebagai “Lapangan Penyanderaan,” Raz Ben Ami, yang dibebaskan dari penahanan akhir bulan lalu, mengatakan kepada ratusan orang bahwa dia telah “memperingatkan” pemerintah Israel bahwa operasi militer di Gaza menyandang risiko dan “sayangnya” sudah terbukti benar.

Emosi memuncak sehari setelah tersiar kabar bahwa tiga sandera Yotam Haim, Samer Talalka, dan Alon Shamriz dibunuh oleh tentara dari pihak mereka sendiri.

Ben Ami, yang suaminya, Ohad Ben Ami, masih disandera, mengatakan kepada massa bahwa kabinet perang Perdana Menteri Benjamin Netanyahu harus mengajukan proposal untuk membebaskan puluhan orang yang masih ditahan oleh Hamas.

Sambil memegang jam pasir, Ruby Chen, yang putranya Itay Chen yang berusia 19 tahun masih disandera, mengatakan pemerintah “perlu aktif” dalam mendapatkan kesepakatan baru. Dia menambahkan bahwa jelas bahwa strategi yang ada saat ini tidak berjalan dengan baik.

Sandera berbendera putih

Protes tersebut, yang menyusul demonstrasi lainnya pada Jumat (15/12) malam, meledak setelah seorang pejabat IDF mengungkapkan pada hari Sabtu bahwa para sandera “memegang tongkat diikat kain putih di ujungnya” sebelum mereka dibunuh.

Para sandera diyakini “ditinggalkan atau melarikan diri” dari penawanan Hamas, kata pejabat itu, seraya menambahkan bahwa seorang tentara merasa terancam dan melepaskan tembakan.

“Dua orang tewas seketika, satu orang terluka dan berlari kembali ke dalam gedung,” kata pejabat itu. Dia menambahkan bahwa “teriakan minta tolong” terdengar dalam bahasa Ibrani, namun usai komandan batalion mengeluarkan perintah turunkan senjata, terjadi “ledakan tembakan lagi,” dan “sandera ketiga juga tewas.”

Investigasi awal telah dilakukan “pada tingkat tertinggi,” kata pejabat tersebut, seraya menambahkan bahwa tindakan tersebut “melanggar aturan keterlibatan kami.”

Komentar itu muncul kurang dari 24 jam sesudah Netanyahu menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban tewas dalam sebuah postingan di platform media sosial X.

Di Gaza, lebih dari 18.700 orang telah terbunuh, sementara sekitar 90% penduduknya terpaksa mengungsi, dan banyak dari mereka hidup dalam kondisi kemanusiaan yang semakin buruk, menurut perkiraan dari PBB.

Desakan perundingan

Pada demonstrasi hari Sabtu, Lee Siegel, 71 tahun, yang saudara laki-lakinya masih ditawan oleh Hamas, mengatakan dia ingin pemerintah Israel meyakinkan dia dan pihak lain bahwa mencapai kesepakatan untuk membebaskan sandera menjadi prioritas utama.

Namun, dia berkata: “Saya pikir jika sandera memang menjadi prioritas maka pemerintah telah sangat mengecewakan.”

Keith Siegel, 64, dan istrinya, Aviva Siegel, 62, diculik dari rumah mereka di kibbutz Kfar Aza pada 7 Oktober. Aviva Siegel dibebaskan beberapa pekan lalu, tetapi Keith Siegel, yang merupakan warga negara ganda Amerika-Israel, masih berada dalam tahanan Hamas.

Lee Siegel mengatakan dia yakin para sandera, termasuk saudaranya, hanya akan dibebaskan “bila tidak ada kekerasan.”

“Saya sangat yakin pemerintah Israel perlu mengambil keputusan bahwa kita kembali melakukan perundingan dan inilah yang akan kami lakukan sampai para sandera dikembalikan,” katanya disitat NBC News.

Namun, dia mengatakan dia tidak yakin bahwa pesan tersebut akan diterima oleh para pemimpin Israel, dan mengatakan bahwa Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampak lebih fokus pada “kelestarian politiknya.”

Yohanan Plesner, presiden Institut Demokrasi Israel, juga mengatakan Netanyahu kemungkinan besar memiliki kekhawatiran serius tentang “hari setelah” perang tersebut.

“Tampaknya Netanyahu tidak hanya khawatir tentang bagaimana menstabilkan situasi keamanan pada hari berikutnya, namun juga bagaimana keputusan tersebut dapat mempengaruhi karir politiknya dan bagaimana mengubah sikap politiknya” dalam “cara dia mengelola wacana tersebut,” dia berkata.

Jajak pendapat yang dilakukan dalam beberapa pekan terakhir juga menunjukkan bahwa Netanyahu akan menghadapi konsekuensi ketika perang berakhir, dengan tingkat dukungan terhadap pemimpin Israel yang anjlok dalam beberapa pekan terakhir. Sementara jajak pendapat juga menunjukkan bahwa Israel akan menuntut mereka yang berada di puncak untuk mengambil tanggung jawab atas krisis ini.

Dalam survei yang dilakukan oleh Institut Demokrasi Israel pada akhir November, 72% dari 600 warga Yahudi Israel dan 151 warga Arab Israel yang disurvei mengatakan mereka yakin akan ada gelombang protes sipil massal yang menuntut mereka yang “bertanggung jawab atas kegagalan 7 Oktober” ditahan.

Setidaknya 73% orang Yahudi Israel meyakini hal tersebut, bersama dengan 64% dari kelompok kecil orang Arab Israel yang disurvei.

Kelak perang usai, kata Plesner, Netanyahu akan menghadapi tantangan baru untuk meyakinkan warga Israel dengan seolah mengatakan “Anda masih membutuhkan saya, terlepas dari apa pendapat Anda tentang tanggung jawab saya pada 7 Oktober.”

IDF akui salah tapi berkilah

Selain menyesal atas pembunuhan tiga sandera yang disangka sebagai agen Hamas di Shejaya di Gaza, militer Israel berkilah menyalahkan sifat konflik yang "mengerikan" sebagai penyebab kesalahan besar dalam penilaian lapangan.

Seorang perwira senior militer Israel mengatakan kepada The Times of Israel bahwa pada Jumat pagi, seorang tentara Israel melihat tiga pria keluar dari sebuah gedung di Shejaya, markas Hamas. Ketiganya bertelanjang dada dan salah satunya membawa tongkat berbendera putih seadanya.

Khawatir bahwa itu adalah jebakan Hamas, tentara tersebut melepaskan tembakan dan berteriak, “teroris!” Dua dari tiga pria tewas dalam penembakan itu. Yang ketiga terluka dan berhasil melarikan diri kembali ke dalam gedung. Pada titik ini, komandan batalyon meminta pasukan untuk tidak menembak. Teriakan dalam bahasa Ibrani -- tampaknya oleh sandera yang terluka -- terdengar. Segera setelah itu, orang ketiga keluar dari gedung dan meskipun tidak ada perintah menembak, tentara lain menembak dan membunuhnya, kata petugas tersebut kepada The Times of Israel. Ketiganya kemudian diidentifikasi sebagai sandera Israel.

Dilansir NDTV, kabar tewasnya para sandera menambah kekhawatiran keluarga para sandera lainnya.

“Kami merasa seperti berada dalam permainan rolet Rusia (mencari tahu) siapa yang akan diberi tahu tentang kematian orang yang mereka cintai,” kata Ruby Chen, ayah dari sandera berusia 19 tahun dan tentara Itai. 

"Mereka menjelaskan kepada kami terlebih dahulu bahwa operasi darat akan membawa kembali para korban penculikan. Itu tidak berhasil. Karena sejak itu, para korban penculikan terlihat kembali, namun tidak banyak yang hidup," kata AFP mengutip dia.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan