close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Pixabay
icon caption
Ilustrasi. Pixabay
Dunia
Rabu, 25 Agustus 2021 11:16

EIU: Negara yang tak vaksinasi 60% populasi, akan rugi US$2,3 triliun

Di mana negara-negara berkembang akan menanggung sekitar dua pertiga dari kerugian ini.
swipe

The Economist Intelligence Unit (EIU) telah menerbitkan perkiraan global pada kuartal III, yang menguraikan konsekuensi ekonomi, politik, dan geopolitik dari ketidakadilan vaksin.

Laporan tersebut menyoroti bahwa negara-negara yang tidak memvaksinasi 60% populasi mereka pada pertengahan 2022, akan mencatat kerugian PDB sebesar US$2,3 triliun pada 2022-2025. Di mana negara-negara berkembang akan menanggung sekitar dua pertiga dari kerugian ini, hal tersebut akan menunda konvergensi ekonomi mereka menuju ekonomi maju dan akan memicu kemiskinan.

"Ketidaksetaraan vaksin akan memiliki konsekuensi jangka panjang. Perkiraan EIU juga menunjukkan, jadwal pemulihan ekonomi akan lebih lama di negara-negara miskin, dibandingkan dengan negara maju," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8).

Jadwal vaksinasi yang tertunda juga akan memicu kebencian, meningkatkan risiko kerusuhan sosial di negara berkembang. Situasi ini juga membuka jalan bagi peningkatan diplomasi vaksin dari China dan Rusia.

Di sisi lain, diplomasi vaksin Rusia telah gagal. Sebaliknya, operasi diplomasi vaksin China sukses. Namun, hal itu menimbulkan risiko bagi negara penerima, karena kemanjuran beberapa vaksin China tampak lebih rendah dari pada vaksin Barat.

Munculnya varian delta menandakan bahwa vaksinasi mungkin tidak terbukti sebagai peluru ajaib yang diharapkan banyak pemerintah. Maka para pemimpin politik perlu memikirkan kembali strategi mereka melawan Covid-19 untuk jangka panjang.

The EIU’s global forecasting director Agathe Demarais mengatakan, secara absolut Asia akan menjadi benua yang paling terpengaruh oleh jadwal vaksinasi yang tertunda (kerugian kumulatif sebesar 1,7 miliar dollar Amerika).

Ia juga mengatakan sebagai bagian dari PDB, negara-negara di Afrika sub-Sahara mencatat kerugian tertinggi (total 3% dari perkiraan PDB pada 2022-25).

Demarais menambahkan, ada sedikit kemungkinan bahwa kesenjangan akses ke vaksin akan segera dijembatani. Salah satunya melalui Covax, inisiatif yang disponsori oleh WHO untuk mengirimkan vaksin ke negara-negara berkembang. Meskipun sebenarny sumbangan dari negara-negara kaya hanya mampu menutupi sebagian kecil dari kebutuhan. Selain itu, fokus negara maju beralih ke pemberian dosis booster vaksin virus Covid-19, yang akan menambah kekurangan bahan baku dan kemacetan produksi.

Demarais juga menyebutkan bahwa selama setahun terakhir, para pemimpin politik sibuk menanggapi keadaan darurat jangka pendek. Padahal seharusnya, mereka perlu merancang strategi jangka panjang untuk mengatasi virus Covid-19, karena hidup dengan Covid akan menjadi new normal.

img
Sita Aisha Ananda
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan