Donald Trump tiba-tiba membatalkan serangan militer terhadap Iran pada Kamis (21/6) malam setelah sebelumnya dia menyetujui serangan itu sebagai balasan atas tindakan Iran menembak jatuh drone AS. Demikian laporan The New York Times (NYT) yang bertajuk "Trump Approves Strikes on Iran, but Then Abruptly Pulls Back", Kamis (20/6).
Seorang pejabat senior menjelaskan kepada The Times bahwa operasi itu sudah berlangsung dalam tahap awal, kapal-kapal sudah berada dalam posisi dan jet-jet tempur sudah mengudara, tapi tidak ada rudal yang ditembakkan menyusul datang perintah untuk mundur.
Penyerangan dijadwalkan sebelum fajar pada Jumat (21/6) di Iran untuk meminimalkan risiko bagi warga sipil dan militer, dan tidak lama setelah itu para pejabat militer AS mendapat kabar bahwa penyerangan dibatalkan, setidaknya untuk sementara waktu.
AS terkunci dalam perselisihan dengan Iran, dengan setiap tindakan diplomatik atau militer memiliki potensi untuk memicu eskalasi lebih lanjut.
Iran menembak jatuh pesawat tanpa awak AS pada Kamis pagi. Peristiwa itu membuat Trump terjebak di antara desakan Partai Republik yang menuntut respons dan Demokrat yang memperingatkan bahwa kebijakan keras Trump terhadap Iran dapat membuatnya kehilangan kendali atas situasi dan memimpin AS ke dalam perang.
"Iran membuat kesalahan yang sangat besar dengan menembak jatuh pesawat pengintai militer AS di Selat Hormuz," ungkap Trump kepada awak media.
Namun, Trump melanjutkan bahwa dirinya menduga insiden itu akibat kelalaian. "Saya sulit percaya bahwa itu disengaja."
Trump mengklaim bahwa berdasarkan dokumentasi yang ada, pesawat tersebut terbang di atas perairan internasional, bukan di wilayah udara Iran.
Kata sejumlah pejabat AS kepada The Times, Trump pada awalnya menyetujui serangan terhadap sejumlah target Iran, seperti radar dan baterai rudal.
The Times tidak melaporkan apakah Trump hanya sesederhana berubah pikiran atau memutuskan mundur karena strategi atau logistik. Tidak jelas juga apakah serangan itu direncanakan masih akan terjadi.
Laporan The Times memicu reaksi cepat dari kubu Demokrat.
Senator Demokrat Elizabeth Warren dari Massachusetts mentwit bahwa "tidak ada pembenaran" untuk meningkatkan ketegangan dengan Iran.
"Donald Trump berjanji untuk membawa pulang pasukan kita. Sebaliknya dia menarik diri dari kesepakatan yang berhasil dan memicu konflik lain yang tidak perlu," tulisnya. "Tidak ada pembenaran untuk semakin meningkatkan krisis ini - kita perlu mundur dari ambang perang."
Pejabat Gedung Putih dan Pentagon menolak berkomentar terkait laporan The Times.
Menurut Times, serangan itu akan menjadi aksi militer ketiga pemerintahan Trump yang menargetkan Timur Tengah. Sebelumnya, Trump telah dua kali mencapai target di Suriah.
Sebelum laporan The Times muncul, seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNN bahwa Trump dan penasihat keamanan nasionalnya, John Bolton, terlibat dalam perdebatan tentang bagaimana menangani Iran.
Lembaga regulator penerbangan sipil AS (FAA), merilis pemberitahuan yang isinya melarang pesawat AS terbang di Teluk Persia dan Teluk Oman menyusul meningkatnya ketegangan.
Iran: AS melanggar batas wilayah kami
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menuturkan, pihaknya akan mengadukan pelanggaran batas wilayah oleh AS ke PBB.
Sementara itu, Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengklaim bahwa pesawat pengintai AS terlibat dalam operasi mata-mata, sesuatu yang disebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.
Dalam suratnya kepada Sekretaris Jenderal PBB dan Dewan Keamanan PBB, Ravanchi menuturkan bahwa Iran tidak menginginkan perang, tapi negaranya memiliki hak untuk mempertahankan wilayahnya dari tindakan bermusuhan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa perang antara AS dan Iran akan menjadi malapetaka dengan konsekuensi tidak terduga. (CNN, New York Times, dan BBC)