Kantor Komisioner Tinggi HAM PBB (OHCHR) menyatakan, sejumlah pakar HAM PBB telah mendesak pemerintah Indonesia untuk menghormati hak asasi manusia (HAM) dan aturan hukum.
Seruan tersebut muncul di tengah laporan yang menyebutkan proyek pariwisata Mandalika senilai US$3 miliar yang terletak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), mengakibatkan perampasan tanah yang agresif, penggusuran paksa masyarakat adat Sasak, dan intimidasi serta ancaman terhadap HAM.
"Para petani dan nelayan terusir dari tanah mereka dan mengalami perusakan rumah, ladang, sumber air, situs budaya, dan religi karena pemerintah Indonesia dan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) mempersiapkan Mandalika untuk menjadi 'Bali Baru'," kata Olivier De Schutter, Pelapor Khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan HAM, dikutip dari situs resmi OHCHR, Selasa (6/4).
De Schutter menuturkan, sumber yang dapat dipercaya menemukan bahwa penduduk setempat menjadi sasaran ancaman dan intimidasi serta diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi.
"Terlepas dari temuan ini, ITDC belum berupaya untuk membayar kompensasi atau menyelesaikan sengketa tanah," tutur pakar HAM PBB itu.
Mandalika yang terletak di Provinsi NTB, akan diubah menjadi kompleks pariwisata terintegrasi, yang terdiri dari sirkuit balap motor Grand Prix, taman, hotel dan resor mewah, termasuk Pullman, Paramount Resort, serta Club Med.
Pernyataan resmi OHCHR menuturkan, proyek tersebut sebagian didanai Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan telah menarik investasi sebesar lebih dari US$1 miliar oleh bisnis swasta.
Grup Perancis, VINCI Construction Grands Projets, merupakan investor terbesarnya, yang bertanggung jawab atas Sirkuit Mandalika, hotel, rumah sakit, taman air, dan fasilitas lainnya.
Para pakar HAM PBB juga mengkritik kurangnya uji tuntas oleh AIIB dan bisnis swasta untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan mempertanggungjawabkan bagaimana mereka mengatasi dampak buruk terhadap HAM sebagaimana diatur dalam Prinsip Panduan PBB tentang bisnis dan HAM.
"Mengingat sejarah kelam pelanggaran hak asasi manusia dan perampasan tanah di wilayah tersebut, AIIB dan bisnis lainnya tidak dapat berpaling dan menjalankan bisnis seperti biasa. Kegagalan mereka untuk mencegah dan menangani risiko pelanggaran hak asasi manusia sama saja dengan terlibat dalam pelanggaran tersebut," tegas De Schutter.
Dia menyatakan, proyek Mandalika menguji komitmen Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan kewajiban HAM yang mendasarinya.
"Pembangunan pariwisata skala besar yang menginjak-injak hak asasi manusia pada dasarnya tidak sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan," lanjut De Schutter.
Lebih lanjut, De Schutter dan sejumlah pakar PBB lainnya mendesak pemerintah Indonesia memastikan ITDC menghormati HAM dan aturan hukum serta AIIB dan bisnis swasta untuk tidak mendanai atau terlibat dalam proyek dan kegiatan yang berkontribusi pada pelanggaran dan pelanggaran HAM.