close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping saat bertemu di sela-sela KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina. / ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque
icon caption
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping saat bertemu di sela-sela KTT G-20 di Buenos Aires, Argentina. / ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque
Dunia
Minggu, 30 Desember 2018 18:04

Panas-dingin hubungan AS dan China akibat perang dagang

Perang dagang untuk pertama kali dikobarkan oleh Donald Trump pada 22 Maret 2018.
swipe

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menjadi salah satu topik terhangat sepanjang 2018. Perang dagang untuk pertama kali dikobarkan oleh Donald Trump pada 22 Maret 2018 ketika dia menyatakan niatnya untuk mengenakan tarif sebesar US$ 50 miliar untuk barang-barang Tiongkok.

Sentimen negatif Donald Trump terhadap Tiongkok sudah dimulai jauh sebelum dia jadi presiden. Pada 21 September 2011, melalui Twitter, Trump mengatakan bahwa "China bukanlah sekutu atau teman, mereka ingin mengalahkan dan mengambil alih negara kita."

Twit itu adalah satu di antara sejumlah kritiknya atas praktik perdagangan China, sebelum dia mencalonkan diri sebagai presiden.

Kemudian pada 2 Mei 2016 saat Trump berkampanye sebagai calon presiden, dia menuturkan, "Kita tidak dapat terus membiarkan China memperkosa negara kita, itulah yang sedang mereka (China) lakukan. Ini adalah pencurian terbesar dalam sejarah dunia."

Pada 7 April 2017, untuk pertama kalinya, Trump yang telah menjadi presiden ke-45 AS bertemu dengan Xi Jinping. Keduanya bertatap muka di resor pribadi Trump, Mar-a-Lago, Florida. 

Pertemuan ini digambarkan sebagai tatap muka bersejarah antara dua orang paling berkuasa di dunia.

Lewat pertemuan tersebut lahir rencana 100 hari untuk menyelesaikan perselisihan dagang dan empat mekanisme dialog bagi keduanya untuk membahas masalah bilateral.

Semua resolusi dari pertemuan tersebut berupa perjanjian penetapan agenda, bukan pakta atau hasil konkret yang diharapkan banyak pengamat.

Pada 18 Agustus 2017, atas arahan Trump, Perwakilan Perdagangan AS (USTR) memulai penyelidikan Section 301 atas tindakan, kebijakan, dan praktik dari pemerintah China terkait transfer teknologi, kekayaan intelektual, dan inovasi.

Keadaan memanas ketika pada Februari tahun ini AS menetapkan 'tarif perlindungan global' yang menerapkan tarif 30% untuk semua impor panel surya dan tarif 20% untuk impor mesin cuci. Tindakan AS ini memicu komplain Beijing ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kemudian pada 8 Maret, Trump menandatangani 25% tarif untuk baja dan 10% bea masuk atas alumunium dari setiap negara kecuali Kanada dan Meksiko.

Sebagai hasil dari investigasi Section 301, pada 22 Maret Presiden Trump menandatangani memorandum yang mengajukan komplain pada WTO terkait praktik perizinan diskriminatif China, membatasi investasi di sektor teknologi, dan menerapkan tarif pada sejumlah produk China, termasuk produk tekonologi komunikasi, informasi, permesinan, dan kedirgantaraan.

Pada 2 April, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengenakan tarif terhadap 128 produk AS termasuk potongan aluminium, pesawat terbang, mobil, produk daging babi, dan kedelai yang memiliki tarif 25%, serta buah-buahan, kacang-kacangan, dan pipa baja yang memiliki tarif 15%.

Menyusul balasan dari China, pada 3 April USTR merilis daftar tarif bagi 1.334 produk yang diusulkan untuk impor China senilai US$50 miliar. Daftar ini mencakup produk yang digunakan untuk robotika, teknologi informasi, komunikasi, dan kedirgantaraan.

Keesokan harinya, Kementerian Perdagangan China menanggapi daftar USTR ini dan mengusulkan tarif 25% yang akan diterapkan bagi 106 produk AS senilai US$50 miliar termasuk kacang kedelai, daging sapi, jagung, kendaraan, dan bahan kimia.

Empat hari setelahnya, tepatnya pada 10 April, China mengajukan keluhan pada WTO terkait tarif Trump untuk impor baja dan aluminium.

Hubungan antara kedua negara memanas ketika Kementerian Perdagangan AS menyimpulkan bahwa perusahaan telekomunikasi China, ZTE, melanggar sanksi AS. Pada 16 April, kementerian menyatakan bahwa perusahaan tersebut telah melanggar kesepakatan yang dicapai atas pengiriman ilegal ke Iran dan Korea Utara.

Akibatnya, perusahaan AS dilarang berbisnis dengan ZTE selama tujuh tahun.

Ditunda sementara

Dalam sebuah pernyataan bersama pada 19 Mei, AS dan China sepakat meningkatkan ekspor pertanian dan energi serta meningkatkan komoditas dan layanan AS secara signifikan. Menteri Keuangan Steven Mnuchin, Menteri Perdagangan Wilbur Ross, dan Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthizer bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China Liu He di Washington.

Selanjutnya pada 20 Mei, kedua negara menunda perang dagang setelah China dilaporkan setuju untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan lebih banyak membeli barang milik Negeri Paman Sam. Washington menunda rencana untuk menetapkan tarif barang China senilai US$150 miliar, sementara Beijing akan menghentikan pengenaan tarif balasan atas produk-produk AS.

Menurut Menkeu Mnuchin, China bersedia meningkatkan pembelian produk pertanian AS sebesar 35%-45% pada 2018 dan meningkatkan pembelian energi selama tiga hingga lima tahun ke depan.

Pada 22 Mei, China mengungkapkan akan menurunkan tarif impor mobil dari 25% menjadi 15% dan mulai berlaku pada 1 Juli. Kendati demikian, Trump menuturkan bahwa dia tidak puas atas pembicaraan perdagangan dengan China pada pekan sebelumnya.

Namun, gencatan senjata singkat ini berakhir pada 29 Mei saat Gedung Putih mengumumkan akan menerapkan tarif 25% pada impor China senilai US$50 miliar.

"Amerika Serikat akan mengenakan tarif 25% senilai US$50 miliar bagi barang yang diimpor dari China termasuk teknologi industri, juga terkait dengan program 'Made in China 2025'. Daftar akhir impor yang dilindungi akan diumumkan pada 15 Juni 2018," demikian seperti dikutip dari pernyataan resmi Gedung Putih.

Pada 4 dan 5 Juni 2018, AS dan China bertemu di Beijing untuk melakukan pembicaraan. Mendag Ross mengakhiri pertemuan di Beijing tanpa hasil. Kedua pihak mendiskusikan cara mengurangi defisit AS dengan meningkatkan pasokan pertanian dan energi ke China.

Dilansir dari Xinhua, China menyatakan bahwa semua hasil negosiasi perdagangan tersebut tidak akan berlaku jika AS menetapkan tarif.

Pada 15 Juni, USTR merilis daftar 1.102 barang impor China senilai US$50 miliar. Pemerintah mengumumkan mulai 6 Juli akan memberlakukan tarif 25% untuk 818 barang dari daftar tersebut yang mencapai nilai US$34 miliar. Sedangkan 284 produk lainnya yang bernilai sekitar US$16 miliar masih belum ditetapkan.

Menanggapinya, China merilis daftar 545 barang impor AS senilai US$34 miliar yang akan dikenakan tarif 25% mulai 6 Juli juga. Sejumlah produk seperti kacang kedelai, kendaraan listrik, dan makanan laut termasuk dalam daftar tersebut.

Pemerintah Xi mengungkapkan akan memberlakukan tarif tambahan pada 114 barang AS termasuk di antaranya alat pencitraan resonansi magnetik (MRI). Secara total, kedua daftar yang dirilis oleh Beijing mencakup 659 komoditas AS senilai US$50 miliar.

Pada 6 Juli, Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) mulai memungut tarif 25% untuk 818 produk impor China. Perang dagang AS-China ini terus berlanjut pada 10 Juli saat USTR merilis tarif 10% bagi daftar yang mencakup lebih dari 6.000 komoditas asal China bernilai US$200 miliar.

Atas arahan Trump, tarif 10% tersebut kemudian ditingkatkan menjadi 25% pada 2 Agustus. Daftar 6.000 komoditas China itu menargetkan barang-barang seperti produk konsumen, bahan kimia dan konstruksi, tekstil, makanan, produk pertanian, peralatan elektronik, dan suku cadang kendaraan.

Menanggapi potensi tarif AS pada produk senilai US$200 miliar yang diumumkan pada 1 Agustus 2018, Kementerian Perdagangan China mengusulkan serangkaian tarif tambahan bagi 5.207 produk yang berasal dari AS. Produk ini bernilai sekitar US$60 miliar

China menetapkan tarif 25% untuk Daftar 1 yang mengandung 2.493 produk pertanian, produk, makanan, tekstil dan produk, bahan kimia, produk logam, dan mesin.

Kemudian tarif 20% di Daftar 2 bagi 1.078 produk makanan, karton, dan karya seni kimia. Adapula tarif 10% pada Daftar 3 bagi 974 produk pertanian, bahan kimia, dan barang pecah belah serta menetapkan tarif 5% di Daftar 4 bagi 662 produk bahan kimia, mesin, dan peralatan medis.

AS merilis versi revisi tarif pada daftar final impor senilai US$16 miliar dari China pada 7 Agustus. Dinyatakan bahwa mulai 23 Agustus, daftar impor tersebut akan dikenakan tarif 25% dibanding yang sebelumnya diumumkan sebesar 10% saja.

Pemerintah China tidak tinggal diam, mereka mengumumkan tarif tambahan 25% atas atas ekspor AS ke China senilai US$16 miliar. Ini mulai efektif pada 23 Agustus 2018.

Hubungan perdagangan kedua negara terus memanas ketika pada 14 Agustus China mengadu ke WTO. China mempermasalahkan tarif panel surya AS, mengklaim bahwa tarif tersebut telah merusak kepentingan perdagangan China.

Pada 22 Agustus, perwakilan AS dan China bertemu. Wakil Menteri Keuangan AS David Malpass dan Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen berbincang di Washington untuk membahas penyelesaian perang dagang.

Sayangnya, diskusi tersebut berakhir tanpa menghasilkan solusi.

Keesokan harinya, AS menerapkan tarif 25% bagi 279 barang asal China senilai US$16 miliar. Barang yang ditargetkan termasuk bahan kimia, plastik, sepeda motor, dan skuter listrik. Meresponsnya, China kembali mengadu ke WTO. 

China menetapkan tarif balasan 25% pada 333 barang asal AS dengan nilai US$16 miliar. Batubara, tembaga, bahan bakar, dan peralatan medis termasuk beberapa barang yang ditargetkan oleh China.

Pada 7 September, Trump mengancam akan mengenakan tarif lebih dari US$267 miliar. Keputusan ini akan menghasilkan jumlah total tarif yang diberlakukan oleh AS pada China menjadi US$571 miliar. 

Berlanjut pada 12 September, AS mengundang China untuk kembali ke meja perundingan. Penasihat ekonomi utama Gedung Putih Larry Kudlow, mengatakan bahwa AS telah mengundang China untuk memulai kembali negosiasi perdagangan sebelum tarif barang-barang China senilai US$200 miliar mulai berlaku.

Pada 17 September, USTR mengumumkan daftar tarif final barang-barang China senilai US$200 miliar. AS mengatakan bahwa tarif akan mulai berlaku pada 24 September dengan tarif 10% akan meningkat menjadi 25% per 1 Januari 2019.

Tepat sehari setelahnya, China mengumumkan tarif balasan atas AS. Beijing menyatakan mereka akan menerapkan tarif pada komoditas AS senilai US$60 miliar setelah putaran tarif terbaru dari AS mulai berlaku pada 24 September.

Di tengah ancaman tarif, China dilaporkan membatalkan perundingan perdagangan yang sebelumnya dijadwalkan dengan AS.

Kemudian pada 18 September, China merilis Buku Putih yang menguraikan posisi resmi pemerintah terkait hubungan perdagangan dengan AS.

Dalam Buku Putih itu disebutkan, mulai 24 September sebanyak 1.078 komoditas di Daftar 2 dari total 2.493 komoditas di Daftar 1 akan dikenakan tarif 10%.

Kemudian akan diberlakukan tarif 5% dari 974 komoditas yang tercantum dalam Daftar 3 dan 662 barang yang tercantum dalam Daftar 4 dikenakan tarif 5%.

Setelah berminggu-minggu hening, pada 25 Oktober pejabat AS dan China dikabarkan saling kontak. Pejabat kedua negara dilaporkan mempersiapkan pertemuan Trump dan Xi di sela-sela KTT G-20 di Buenos Aires pada November.

Jelang akhir Oktober, AS menyatakan bahwa mereka berencana untuk menerapkan tarif bagi semua produk China yang tersisa pada awal Desember. Langkah ini akan China ambil jika pembicaraan antara Trump dan Xi di KTT G-20 tidak membuahkan hasil.

Berdasarkan angka perdagangan dari 2017, artinya AS berencana untuk menerapkan tarif baru pada komoditas China senilai US$257 miliar.

Jika diumumkan pada awal Desember, kemungkinan tarif akan berlaku mulai Februari 2019.

AS dan China dikabarkan melanjutkan pembicaraan perdagangan pada 9 November via telepon. Perbincangan ini berlangsung di antara Menkeu Mnuchin dan Wamenlu Liu.

Kedua belah pihak membahas kerangka kerja untuk kesepakatan perdagangan, dan kemungkinan gencatan senjata untuk mengurangi ketegangan.

Biro Industri dan Keamanan AS (BIS) menerbitkan aturan usulan kontrol ekspor yang bagi teknologi baru untuk penilaian publik.

Menurut aturan yang diusulkan pada 19 November ini, teknologi baru tersebut mencakup kecerdasan buatan (AI), robotika, dan komputasi kuantum. Teknologi ini perlu dikontrol karena merupakan teknologi penggunaan ganda yang dapat dimanfaatkan bagi keperluan militer.

Meski tidak secara khusus menyebut China, pengamat menilai aturan ini sebagai upaya Washington mencegah Beijing memperoleh teknologi sensitif.

'Gencatan senjata' 

AS dan China menyetujui gencatan senjata sementara untuk mengurangi ketegangan perdagangan. Kesepakatan ini tercapai saat makan malam antara Trump dan Xi di KTT G-20 di Buenos Aires pada 1 Desember.

Kesepakatan itu menyebutkan, baik AS dan Cina akan menahan diri dari kenaikan tarif atau pemberlakuan tarif baru selama 90 hari, tepatnya hingga 1 Maret 2019. 

Kesepakatan tersebut lahir karena kedua pihak berupaya mencapai kesepakatan perdagangan yang lebih besar. Lebih khusus lagi, AS akan menahan diri untuk tidak menaikkan tarif yang dijadwalkan meningkat pada 1 Januari 2019.

Trump juga mencabut ancamannya untuk mengenakan tarif tambahan sebesar US$267 miliar.

Sedangkan China akan membeli lebih banyak lagi produk AS terutama produk pertanian dan energi.

"Kedua belah pihak sepakat bahwa mereka akan berusaha untuk menyelesaikan transaksi ini dalam 90 hari ke depan. Jika pada akhir periode waktu ini, para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, tarif 10% akan dinaikkan menjadi 25%," ungkap pernyataan resmi Gedung Putih.

Pada 14 Desember, Kementerian Keuangan China mengumumkan bahwa untuk sementara pemerintah akan menghapus tarif 25% tambahan untuk mobil AS dan tarif 5% untuk suku cadang kendaraan selama tiga bulan. Keputusan ini akan berlaku mulai 1 Januari 2019.

Selama periode ini, impor mobil AS akan dikenakan tarif standar 15% untuk mobil asing.

Penangguhan tarif ini berlaku bagi 144 produk mobil dan 67 suku cadang kendaraan dan menandai konsesi konkret pertama yang membuahkan hasil sejak gencatan senjata dimulai.

China juga melanjutkan pembelian kedelai asal AS dengan laporan yang menunjukkan bahwa Beijing melakukan pembelian sebesar 1,5 juta ton biji kedelai.

Sebelumnya, pemerintahan Xi berhenti membeli kedelai yang diproduksi AS pada awal perang dagang di bulan Juli sebagai balasan atas tarif dari AS.

Melalui twitnya pada Sabtu (29/12), Trump menuturkan bahwa dia baru saja melakukan pembicaraan perdagangan dengan Xi via telepon.

"Kesepakatan berjalan dengan sangat baik. Jika tercapai, kesepakatan ini akan sangat komprehensif, mencakup segala area dan titik perselisihan. Kemajuan besar sedang dibuat," ungkap Trump.

Dilansir dari kantor berita Xinhua, Xi mengatakan bahwa tim dari kedua negara secara aktif bekerja untuk mengimplementasikan konsensus yang telah dicapai antara AS dan China.

img
Valerie Dante
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan