Dalam pesan Natal 2018, Paus Fransiskus berharap adanya persaudaraan di antara masyarakat dari berbagai negara, budaya, agama, ras, atau gagasan. Keberagaman ini baginya mencerminkan kekayaan dan bukan ancaman bagi dunia, serta dapat digunakan untuk membela hak-hak agama minoritas.
Harapan akan persaudaraan ini dia sampaikan pada masa di mana nasionalisme dan kecurigaan akan migran mendapat perhatian besar di sebagian dunia.
Dalam pesan Natal yang dibacakan di Basilika Santo Petrus, Paus Fransiskus menyampaikan keprihatinannya terhadap berbagai peristiwa dunia. Termasuk di antaranya perang berkelanjutan di Suriah, kelaparan di tengah peperangan di Yaman, konflik sosial di Venezuela dan Nikaragua, konflik di Ukraina, serta ketegangan di Semenanjung Korea.
Pada Selasa (25/12), paus menjamu sekitar 50.000 turis, peziarah, dan masyarakat Roma yang berbondong-bondong ke Lapangan Santo Petrus di tengah hari yang cerah. Berbicara dari balkon utama, Sri Paus menuturkan bahwa pesan universal Natal adalah "Allah adalah Bapa yang baik dan kita semua adalah saudara dan saudari."
"Kebenaran ini adalah dasar dari visi Kristen tentang kemanusiaan," kata Fransiskus dalam pesan tradisional paus "Urbi et Orbi" (kepada kota dan kepada dunia) yang merupakan sebutan bagi pengumuman Gereja Katolik Roma.
Tanpa persaudaraan, lanjutnya, "bahkan rencana dan proyek terbaik kita berisiko menjadi tidak berjiwa dan hampa." Paus Fransiskus menyerukan semangat persaudaraan di antara orang-orang dari "setiap bangsa dan budaya" serta di antara mereka "yang memiliki pemikiran yang berbeda, namun mampu menghormati dan mendengarkan satu sama lain."
"Karenanya, perbedaan kita tidak merugikan atau mengancam; mereka adalah sumber kekayaan," ujar pemimpin umat Katolik dunia itu.
Fransiskus berdoa agar semua minoritas dihormati hak kebebasan beragamanya. Dia menekankan bahwa sejumlah umat Kristen merayakan Natal "dalam situasi yang berbahaya atau sulit."
Tanpa menyebutkan agama atau negara tertentu, Fransiskus berdoa bagi "semua orang yang mengalami bentuk penjajahan ideologis, budaya, ekonomi, serta bagi mereka yang kebebasan dan identitasnya dikompromikan."
Paus mendesak masyarakat internasional untuk menemukan solusi politik yang "dapat mengesampingkan perpecahan dan kepentingan partisan" serta mengakhiri perang di Suriah.
Selain itu Paus Fransiskus menyebut dia berharap gencatan senjata di Yaman yang ditengahi secara internasional akan membawa bantuan kepada masyarakat negara itu, terutama bagi anak-anak yang "kelelahan dan kelaparan akibat perang."
Dia mendorong terjadinya dialog di antara orang Israel dan Palestina demi mengakhiri konflik "yang selama lebih dari 70 tahun telah mengoyak tanah yang dipilih Tuhan untuk menunjukkan wajah-Nya yang penuh kasih."
Untuk Afrika, Fransiskus teringat akan jutaan orang yang melarikan diri dari peperangan atau membutuhkan makanan, dia berdoa agar "harapan baru bagi persaudaraan muncul di seluruh benua."
Paus juga mendesak Venezuela untuk "bekerja dengan menjunjung nilai persaudaraan untuk pembangunan negara dan untuk membantu pihak yang rentan." Jutaan warga Venezuela melarikan diri dari krisis ekonomi dan kemanusiaan negara mereka oleh apa yang PBB katakan sebagai eksodus terbesar dalam sejarah Amerika Latin modern.
Sehari sebelumnya, pada Senin (24/12) malam, paus berusia 82 tahun itu merayakan Misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus. (TIME)