Paus Fransiskus mengungkapkan keprihatinannya tentang sumber energi masa depan saat berbicara di hadapan para korban bencana nuklir Fukushima pada Senin (25/11).
Sekitar 18.000 orang meninggal atau dinyatakan hilang setelah gempa dan tsunami yang memicu krisis di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima. Radiasi dari kecelakaan nuklir terburuk di dunia sejak bencana Chernobyl tersebut memaksa ratusan ribu orang meninggalkan daerah itu.
"Keputusan penting harus dibuat tentang penggunaan sumber daya alam, dan sumber energi masa depan khususnya," kata Sri Paus dalam pidatonya di Tokyo. "Hingga ikatan sosial dalam komunitas lokal dibangun kembali, dan orang-orang dapat sekali lagi menikmati kehidupan yang aman dan stabil, kecelakaan Fukushima tidak akan sepenuhnya diselesaikan."
Paus Fransiskus mengulang kembali keprihatinan para uskup di Jepang.
"Saudara-saudara saya di Jepang telah menekankan keprihatinan tentang kelanjutan penggunaan nuklir ... Mereka menyerukan penghapusan pembangkit listrik tenaga nuklir," ujar Paus Fransiskus.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis setelah bencana Fukushima, Konferensi Uskup Katolik Jepang menuturkan, penghentian seluruh pembangkit tenaga nuklir di negara itu adalah "keharusan" mengingat Jepang rawan bencana.
Jepang yang miskin sumber daya telah lama mendorong tenaga nuklir sebagai solusi. Di lain sisi mereka merupakan salah satu negara paling rawan gempa di dunia. Seluruh pembangkit listrik tenaga nuklir ditutup setelah 2011, tetapi beberapa telah dibuka kembali.
Paus Fransiskus mendengar dengan saksama ketika Toshiko Kato, kepala taman kanak-kanak Katolik di Kota Miyako mengatakan, "Bersama dengan seluruh kota, rumah saya ikut tersapu tsunami."
Sejumlah petinggi Katolik Jepang dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa Paus Fransiskus telah berulang kali menyatakan keinginannya untuk berkunjung langsung ke zona bencana. Namun, jadwalnya tidak memungkinkan sehingga diputuskan untuk membawa sejumlah korban selamat ke Tokyo untuk bertemu dengannya.
Matsuki Kamoshita, yang berusia delapan tahun saat bencana Fukushima terjadi, menuntut kebenaran tentang efek radiasi jangka panjang.
"Dibutuhkan waktu yang lebih lama dari hidup saya untuk memulihkan lahan dan hutan yang terkontaminasi. Jadi, kepada kami yang tinggal di sana, orang-orang dewasa memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan tanpa menyembunyikan apa pun tentang kontaminasi, paparan radioaktif, dan kemungkinan kerusakan di masa depan. Saya tidak ingin mereka meninggal sebelum menjelaskannya," kata dia.
Fransiskus, paus pertama yang mengunjungi Jepang sejak 1981, menggunakan lawatannya ke Negeri Sakura untuk menggarisbawahi kampanye penghapusan senjata nuklir. Dia menegaskan kembali keyakinan bahwa kepemilikan senjata nuklir adalah sesat dan tidak bermoral serta penggunaannya merupakan kejahatan terhadap manusia dan alam.
Usai bertatap muka dengan penyintas bencana Fukushima atau yang dikenal pula dengan sebutan Triple Disaster, Paus Fransiskus bertemu dengan Kaisai Naruhito. Dia juga akan melangsungkan pertemuan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Jepang, merupakan negara kedua yang dikunjung Paus Fransiskus dalam turnya ke Asia kali ini. Sebelumnya, Sri Paus lebih dulu menginjakkan kaki di Thailand, di mana dia menyoroti krisis migrasi dan eksploitasi wanita dan anak.