Kelompok Houthi di Yaman bukan pelaku serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada September 2019. Demikian menurut laporan panel pemantau sanksi PBB yang dilihat langsung oleh Reuters pada Rabu (8/1).
Amerika Serikat, sejumlah negara Eropa, dan Arab Saudi sejak awal menyalahkan Iran atas serangan yang terjadi pada 14 September di pabrik pengolahan minyak di Abqaiq dan ladang minyak Khurais, menepis klaim tanggung jawab oleh Houthi yang bersekutu dengan Iran.
Teheran sendiri telah membantah terlibat dalam serangan tersebut.
Laporan oleh ahli PBB yang independen kepada komite sanksi Dewan Keamanan PBB untuk Yaman menyebutkan, "Meski klaim mereka bertentangan, pasukan Houthi tidak melancarkan serangan terhadap Abqaiq dan Khurais pada 14 September 2019."
Temuan-temuan dalam laporan PBB tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan setelah AS membunuh Jenderal Iran Qasem Soleimani di Baghdad pada Jumat (3/1). Teheran membalas kematiannya dengan menembakkan sejumlah rudal ke dua pangkalan militer yang menampung pasukan AS di Irak pada Rabu (8/1).
Para penyelidik PBB menuturkan, mereka meragukan bahwa drone dan rudal jelajah serangan darat yang digunakan dalam serangan 14 September memiliki jangkauan yang cukup untuk diluncurkan dari wilayah Yaman yang dikendalikan Houthi.
Mereka juga menyatakan tidak percaya bahwa senjata yang relatif canggih tersebut dikembangkan dan diproduksi di Yaman. Namun, para penyelidik tidak ditugaskan untuk mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas serangan itu.
Dukungan militer untuk Houthi
Serangan yang menargetkan fasilitas Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais menyebabkan lonjakan harga minyak, kebakaran, dan kerusakan, serta memangkas lebih dari 5% pasokan minyak global. Pada 3 Oktober Arab Saudi menuturkan bahwa produksi minyak telah sepenuhnya normal.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir pada September mengisyaratkan, pihaknya menunggu hasil investigasi PBB sebelum mengumumkan bagaimana akan merespons serangan.
"PBB mengirim orang untuk ambil bagian dalam penyelidikan, demikian juga sejumlah negara. Ketika tim yang melakukan investigasi telah menyelesaikan pekerjaannya, maka kami akan membuat pengumuman," kata dia.
Reuters pada November melaporkan bahwa Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei telah menyetujui serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi, tetapi dengan persyaratan yang ketat, yaitu tidak boleh mengenai warga sipil, termasuk warga AS. Namun, Iran membantah laporan tersebut.
Ahli PBB yang memantau sanksi PBB atas Iran dan Yaman bertolak ke Arab Saudi beberapa hari setelah serangan.
Pada 10 Desember, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa pihaknya tidak dapat secara independen membenarkan bahwa rudal dan drone yang digunakan dalam serangan berasal dari Iran.
Ada pun laporan yang dilihat oleh Reuters pada Rabu berasal dari panel ahli independen yang melaporkan dua kali dalam setahun kepada DK PBB tentang penerapan sanksi terkait konflik di Yaman yang diberlakukan pada 2014 dan 2015.
Laporan tersebut telah disampaikan kepada komite sanksi DK PBB untuk Yaman pada 27 Desember, namun tidak akan diumumkan kepada publik sampai akhir bulan ini atau bulan depan.
Konflik yang terjadi di Yaman merupakan perang proksi antara Arab Saudi dan Iran. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi pada 2015, mendukung pasukan pemerintah yang memerangi pemberontak Houthi.
Houthi telah dikenakan embargo senjata sejak 2015. Sementara Iran berulang kali membantah memasok senjata ke kelompok tersebut.
Namun, temuan dalam laporan ahli PBB menyebutkan bahwa pasukan Houthi terus menerima dukungan militer dalam bentuk senapan serbu, granat berpeluncur roket, peluru kendali antitank serta sistem rudal jelajah yang lebih canggih.
"Beberapa senjata tersebut memiliki karakteristik teknis mirip dengan senjata yang diproduksi di Iran," ungkap laporan tersebut.