PBB menyesalkan kericuhan di Haiti yang kian meluas. Apalagi, kantor lokal program pangan PBB juga menjadi sasaran pada Kamis (15/9) lalu.
"Sangat prihatin [dengan kondisi di Haiti]," ucap Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, melansir BBC.
Kekacauan di Haiti dipicu kebijakan pemerintah, seperti menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Imbasnya, angka inflasi meningkat, yang menjadi rekor tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Kericuhan diperparah dengan serangan beberapa kelompok geng. Akibatnya, kasus kekerasan meningkat dan terjadi penjarahan.
Sebelum terjadi kericuhan, Haiti dilanda beberapa masalah. Misalnya, pembunuhan terhadap Presiden Jovenel Moise pada Juli 2021 dan gempa yang menewaskan sekitar 2.200 orang pada Agustus 2021.
Awal pekan lalu, dua wartawan bahkan ditembak mati. Jenazah mereka pun dibakar massa di pinggiran ibu kota Port-au-Prince, Cite Soleil.
Berdasarkan data PBB, lebih dari 200 tewas dalam kekerasan geng di ibu kota dalam 10 hari pada Juli 2022. Ribuan warga pun terpaksa mengungsi akibat kekacauan yang terjadi.
Menurut juru bicara Sekretaris Jenderal PBB, Haiti terancam kolaps jika keadaan terus memanas. "Situasi kemanusiaan ... akan semakin memburuk."
Sebagai informasi, 40% kebutuhan Haiti bergantung dengan negara lain. Oleh sebab itu, Haiti masuk dalam kelompok negara termiskin di dunia.
Lantaran eskalasi kericuhan tidak juga mereda, masyarakat menggelar serangkai demonstransi. Mereka menuntut Perdana Menteri Ariel Henry mengundurkan diri. (BBC)