Sekelompok pengungsi Korea Utara meluncurkan partai politik di Korea Selatan pada Selasa (18/2). Itu bertujuan untuk menampung 33.500 suara pembelot yang tinggal di Korea Selatan dan menentang konsiliasi dengan Pyongyang.
"Kami selalu dianggap sebagai minoritas dan alien," ujar Kim Joo-il, sekretaris jenderal Partai Unifikasi Selatan-Utara, pada peluncuran partai itu di Seoul. "Para pembelot Korea Utara sekarang adalah masa depan unifikasi."
Keputusan untuk membentuk partai politik formal dinilai adalah sinyal bahwa para pembelot mencari peran politik yang lebih langsung menjelang pemilihan parlemen pada April.
Sejumlah pihak mengkritik pemerintahan Presiden Moon Jae-in yang mereka anggap menyampingkan para pembelot dan mengabaikan hak asasi manusia dalam upaya untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara.
Dalam peluncuran partai baru tersebut, peserta membahas isu-isu yang telah menjadi seruan para pembelot, yang menilai pemerintah Korea Selatan memberi mereka terlalu sedikit dukungan.
Tahun lalu, dua warga Korea Utara dipulangkan dan seorang pembelot serta putranya yang berusia enam tahun ditemukan tewas kelaparan di apartemen mereka di Seoul setelah ditolak dari program perlindungan sosial.
Korea Selatan secara teknis masih berperang dengan Korea Utara karena Perang Korea 1950-1953 berakhir tanpa perjanjian damai. Unifikasi sendiri disebut masih menjadi tujuan nasional di Selatan, meski secara umum dipandang sebagai kemungkinan yang kian jauh.
Kim Shin-ye (38), salah satu pembelot, tidak memungkiri bahwa ada kekhawatiran tersendiri terkait kehadiran partai baru.
"Beberapa yang memiliki keluarga di Korea Utara agak waspada dengan peluncuran partai ini," kata Kim Shin-ye.
Menurut Kementerian Unifikasi Korea Selatan, lebih dari seribu warga Korea Utara membelot ke Korea Selatan pada 2019.
"Apa yang paling ditakuti Kim Jong-un adalah ketika martabat pembelot Korea Utara dinaikkan," kata anggota parlemen Kim Yong-tae dalam pidatonya saat peluncuran Partai Unifikasi Selatan-Utara.