Pemerintah Malaysia bersedia mempertimbangkan permintaan Najib Razak untuk tidak menayangkan film dokumenter Man On The Run di Netflix. Demikian dikatakan Perdana Mneteri Anwar Ibrahim.
Eks-PM Razak meminta agar pemerintah menghapus dan melarang film dokumenter “Man On The Run” di Netflix.
“Kami akan mempertimbangkannya,” kata Anwar saat menjawab pertanyaan media tentang surat resmi yang diserahkan Najib kepada Kementerian Komunikasi untuk mengambil tindakan terhadap penayangan film tersebut oleh platform video streaming berbasis di Amerika Serikat.
“Man On The Run” menyoroti buronan pemodal Malaysia Low Taek Jho, atau Jho Low, dan urusannya dengan dana investasi negara kontroversial 1Malaysia Development Bhd (1MDB).
Dalam surat yang dikeluarkan oleh Tuan Shafee and Co, tim pembela Najib berpendapat bahwa pernyataan beberapa orang dalam film dokumenter tersebut, termasuk mantan jaksa agung Tommy Thomas dan editor Sarawak Report Clare Rewcastle-Brown, merupakan penghinaan terhadap pengadilan karena persidangan korupsi 1MDB yang dilakukan Najib masih berlangsung di Pengadilan Tinggi Malaysia.
Dilansir South China Morning Post, dalam surat tertanggal 11 Januari, tim tersebut mendesak pemerintah agar film dokumenter tersebut dihapus dan menahan platform tersebut untuk menayangkan film tersebut lebih lanjut.
Hal ini ditujukan kepada Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil, ketua Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) Mohamad Salim Fateh Din, dan kepala kepatuhan MCMC Zulkairnain Mohd Yasin.
Surat tersebut juga telah diteruskan ke Wakil Panitera Kompleks Pengadilan Kuala Lumpur, Jaksa Agung Ahmad Terrirudin Mohd Salleh, dan jaksa penuntut di Kejaksaan Agung.
Pada hari Senin (8/1), penasihat utama Najib, Muhammad Shafee Abdullah, mengatakan di hadapan hakim Pengadilan Tinggi, Hakim Collin Lawrence Sequerah, selama persidangan 1MDB bahwa mereka berusaha untuk menghapus platform pertunjukan berdurasi 98 menit tersebut karena apa yang mereka sebut sebagai konten yang “tidak menghakimi dan menghina”.
Sementara itu, Anwar juga mengatakan pemerintah akan mempelajari dampak keputusan perusahaan kereta api Jepang untuk tidak ikut serta dalam proyek kereta kecepatan tinggi (HSR) Kuala Lumpur-Singapura.
“Akan dikaji, saya baru dapat laporannya,” kata Anwar yang juga menjabat Menteri Keuangan, dikutip The Star.
Menurut laporan Kyodo News, perusahaan-perusahaan Jepang telah memutuskan untuk membatalkan rencana mereka untuk terlibat dalam proyek kereta api berkecepatan tinggi karena sumber mengatakan hal itu “akan terlalu berisiko tanpa dukungan keuangan dari pemerintah Malaysia”.
Pada bulan Juli 2023, MyHSR Corporation Sdn Bhd (MyHSR) meluncurkan proses permintaan informasi (RFI) yang memungkinkan sektor swasta secara resmi mengajukan proposal konsep untuk proyek HSR melalui model kemitraan publik-swasta.
Mereka juga mengadakan pengarahan RFI untuk proyek tersebut, yang dilaporkan menarik lebih dari 700 peserta lokal dan internasional.
Penerapan proses RFI juga menandakan inisiatif pemerintah untuk menghidupkan kembali proyek HSR melalui mekanisme pembiayaan dan model pelaksanaan baru, serta upaya untuk meningkatkan infrastruktur transportasi kereta api dan meningkatkan perekonomian negara.
Batas waktu RFI untuk proyek ini adalah 15 Januari.(scmp,thestar)