close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Dari kiri ke kanan, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Presiden Indonesia Joko Widodo, Perdana
icon caption
Dari kiri ke kanan, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr., Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, Presiden Indonesia Joko Widodo, Perdana
Dunia
Rabu, 10 Mei 2023 17:23

Pemimpin ASEAN mengutuk serangan konvoi bantuan di Myanmar

Para pemimpin ASEAN berkumpul di kota pelabuhan Labuan Bajo yang indah di Indonesia selatan pada awal pertemuan puncak dua hari.
swipe

Para pemimpin Asia Tenggara mengutuk serangan terhadap konvoi bantuan yang telah diatur kelompok regional untuk orang-orang terlantar di Myanmar. Mereka juga menyerukan untuk segera menghentikan kekerasan dan agar pemerintah militer mematuhi rencana perdamaian.

Para pemimpin Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berkumpul di kota pelabuhan Labuan Bajo yang indah di Indonesia selatan pada awal pertemuan puncak dua hari. Tuan rumah Presiden Joko Widodo, menyerukan persatuan di tengah tantangan ekonomi global dan persaingan kekuatan besar yang melanda kawasan tersebut.

Blok 10 negara itu berada di bawah tekanan internasional untuk mengatasi krisis di Myanmar secara efektif. Tetapi anggota ASEAN tampaknya terpecah tentang bagaimana melanjutkan, dengan beberapa merekomendasikan untuk meringankan tindakan hukuman yang bertujuan mengisolasi para jenderal Myanmar dan mengundang diplomat dan pejabat tinggi kembali ke pertemuan puncak tingkat tinggi.

“Waktu isolasi telah memenuhi tujuannya,” kata laporan internal ASEAN yang diperoleh The Associated Press.

Selama akhir pekan, sebuah konvoi yang memberikan bantuan kepada penduduk desa yang terlantar dan membawa diplomat Indonesia dan Singapura mendapat ancaman di negara bagian Shan di timur Myanmar. Tim keamanan konvoi membalas tembakan dan sebuah kendaraan rusak, tetapi tidak ada korban luka, lapor televisi pemerintah MRTV.

Indonesia, yang memimpin ASEAN tahun ini, telah mengatur pengiriman bantuan setelah penilaian yang tertunda lama.

“Kami mengutuk serangan itu dan menggarisbawahi bahwa para pelaku harus dimintai pertanggungjawaban,” kata para pemimpin ASEAN dalam pernyataan bersama.

Untuk tahun kedua, jenderal tertinggi Myanmar tidak diundang ke KTT tersebut. Jenderal Senior Min Aung Hlaing, memimpin tentara merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari 2021, menjerumuskan negara itu ke dalam perselisihan sipil dan menjadi krisis terparah ASEAN sejak didirikan pada 1967.

Para pemimpin ASEAN mengatakan mereka “sangat prihatin dengan kekerasan yang sedang berlangsung di Myanmar dan mendesak penghentian segera semua bentuk kekerasan dan penggunaan kekuatan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengiriman bantuan kemanusiaan yang aman dan tepat waktu serta dialog nasional yang inklusif.”

Namun, selama pembicaraan para menteri luar negeri menjelang KTT, beberapa anggota menyarankan agar kelompok itu melibatkan kembali Dewan Administrasi Negara yang dipimpin militer Myanmar dan “membawa Myanmar kembali ke pertemuan dan KTT para menteri luar negeri ASEAN, mencatat bahwa waktu untuk isolasi telah memenuhi tujuannya,”. Namun laporan itu Itu tidak mengidentifikasi negara-negara yang mendorong lebih banyak keringanan hukuman terhadap Myanmar, meskipun ada kemarahan internasional terhadap serangan militer yang terus berlanjut di negara tersebut.

Saran bagi ASEAN untuk membawa Myanmar kembali ke kelompoknya telah “dicatat,” kata laporan itu lagi, dan mengisyaratkan bahwa hal itu tidak mendapat persetujuan penuh dari semua menteri.

Pembicaraan para menteri menekankan krisis Myanmar seharusnya tidak memengaruhi kemajuan ASEAN dalam membangun komunitas regional, kata laporan itu, yang mengutip satu pengamatan bahwa tidak akan ada solusi jangka pendek untuk krisis Myanmar.

“Ada juga pengamatan bahwa ASEAN mungkin mengalami 'kelelahan Myanmar', yang mungkin mengalihkan perhatian ASEAN dari tujuan yang lebih besar dalam membangun komunitas ASEAN,” kata laporan tersebut. “Oleh karena itu, kesabaran, fleksibilitas, dan kreativitas diperlukan karena tidak akan ada perbaikan cepat untuk krisis ini.”

Laporan tersebut mengutip, tanpa menjelaskan lebih lanjut, kekhawatiran akan meningkatnya kejahatan transnasional, termasuk perdagangan manusia dan produksi obat-obatan terlarang yang berasal dari Myanmar. Yang lebih mengkhawatirkan, katanya, ada “imbauan kepada semua pihak untuk menghentikan masuknya senjata dan pendanaan keuangan ke Myanmar, yang mengarah pada eskalasi konflik.”

Lebih dari 3.450 warga sipil telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak militer Myanmar mengambil alih kekuasaan, dan ribuan lainnya masih dipenjara, kata Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, yang menghitung jumlah korban dan penangkapan terkait dengan represi oleh pemerintah militer.

Pada April, serangan udara militer menewaskan lebih dari 160 orang, termasuk banyak anak-anak, yang menghadiri upacara penentang kekuasaan militer, menurut saksi yang dikutip oleh Human Rights Watch. Kelompok tersebut pada Selasa (9/5) menggambarkan serangan di mana militer menjatuhkan bom termobarik atau vakum yang menghancurkan sebagai “kejahatan perang yang nyata.”

Indonesia telah mengurangi kritik kerasnya terhadap militer Myanmar sejak mengambil peran bergilir sebagai pemimpin ASEAN. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, negaranya mengambil “pendekatan diplomasi non-megafon” untuk mendorong dialog dan mengakhiri kekerasan, yang merupakan tujuan dari rencana perdamaian lima poin yang dinegosiasikan para pemimpin dengan pemimpin militer Myanmar pada 2021.

Dalam komunike pasca-KTT yang akan dikeluarkan oleh Widodo atas nama para pemimpin ASEAN, mereka berencana memperbarui seruan untuk menahan diri di Laut China Selatan yang disengketakan, mengulangi bahasa yang digunakan dalam pernyataan ASEAN sebelumnya.

“Kekhawatiran diungkapkan oleh beberapa negara anggota ASEAN terhadap reklamasi lahan, aktivitas, dan insiden serius di kawasan tersebut, termasuk kerusakan lingkungan laut, yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan, dan dapat merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di wilayah tersebut,” kata draf komunike tersebut.

img
Hermansah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan