Polisi Thailand, Senin (30/11), mendakwa lima pemimpin utama gerakan protes prodemokrasi di negara itu dengan Undang-Undang pencemaran nama baik kerajaan, atau biasa disebut lese majeste. Ini adalah kali pertama UU tersebut digunakan dalam dua tahun terakhir.
Pada bagian 112 hukum pidana Thailand menyebut bahwa siapapun yang mencemarkan nama baik, menghina Raja, Ratu terancam hukuman 3-15 tahun penjara.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, para pemimpin gerakan prodemokrasi telah menyerukan reformasi monarki, termasuk penghapusan UU tersebut.
Aktivis hak asasi manusia, Anon Numpa, salah satu tokoh yang paling keras menginginkan reformasi monarki. Dia dan empat pemimpin protes lainnya tiba di kantor polisi Bangkok untuk menjalani interogasi pada Senin.
"Polisi menuntut kami berdasarkan pasal 112," kata Anon kepada wartawan.
"Kami semua menyangkalnya," lanjutnya.
Mereka telah didakwa atas peran mereka dalam aksi unjuk rasa pada September. Jika terbukti bersalah, para pemimpin demonstrasi sejak Juli akan menjalani hukuman 15 tahun penjara.
Untuk itu, mereka menyerukan penulisan ulang konstitusi yang disusun oleh militer. Mereka juga menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, mantan panglima militer yang berkuasa melalui kudeta pada 2014.
Salah seorang pemimpin protes lainnya, Panupong Jadnok, bersikeras menentang dakwaan terhadapnya. Dia menyatakan bahwa lese majeste tidak akan menghalangi tujuan mereka.
"Kami berdiri di atas ideologi kami ... kami tidak akan terikat oleh kediktatoran dan kami tidak menerima pasal 112 sebagai undang-undang," tegasnya.
Para pemimpin protes diizinkan meninggalkan kantor polisi setelah diinterogasi oleh polisi. Peristiwa ini dinilai cukup langka karena kebanyakan tersangka lese majeste cenderung ditahan sampai persidangan mereka berlangsung.
Lese majeste di Thailand telah lama menuai kritik dari para aktivis hak asasi manusia. Mereka lese majestemenilai alat yang digunakan untuk menekan perbedaan pendapat politik.
Namun, setelah berbulan-bulan gelombang demonstrasi prodemokrasi tanpa henti, Prayut akhirnya memberikan lampu hijau bagi pihak berwenang untuk meletakkan tuduhan pencemaran nama baik kerajaan. (France 24)