Penembakan terjadi di sekolah yang bernama Central Visual & Performing Arts High School di wilayah kota St Louis, Amerika Serikat. Serangan tersebut menyebabkan tujuh orang luka–luka, satu siswa tewas, dan satu guru tewas.
Dilansir dari BBC, Rabu (26/10), insiden tersebut membuat dalam kesekian kalinya kejadian penembakan sekolah yang membuat korban berjatuhan pada Senin (24/10).
Diketahui, pelaku sendiri merupakan remaja 19 tahun yang sebelumnya merupakan seorang siswa lulusan sekolah tersebut. Dalam keterangannya pada Selasa (25/10), polisi mengatakan bahwa remaja ini mempunyai persiapan untuk menyerang sekolah ini.
Remaja tersebut menggunakan senjata api model Assault Riffle 15 (AR-15) dengan membawa 600 butir peluru yang diikat di dadanya. Peluru itu pun menyasar para korban ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Sementara, tujuh korban yang terluka tersebut meliputi tiga perempuan dan empat laki–laki dengan luka tidak terlalu parah. Sementara, untuk dua korban yang tewas adalah Alexandria Bell berusia 15 tahun sebagai siswa dan Jean Kuczka berusia 61 tahun sebagai guru Pendidikan jasmani di sekolah tersebut. Dari pihak kepolisian sendiri saat ini sedang melakukan penyelidikan tentang motif atau alasan pelaku untuk melakuka serangan penembakan di sekolah ini.
"Saya mencoba lari dan saya tidak bisa lari, Saya dan dia melakukan kontak mata tetapi saya berhasil karena pistolnya macet," ujar Taniya Gholston selaku siswa di sekolah tersebut.
Tania mengatakan di surat kabar St Louis Post-Dispatch, ia juga mendengar pelaku mengatakan “Aku bosan dengan sekolah sialan ini.”
Tentunya ini akan membuat trauma baru bagi siswa ataupun pegawai di sekolah tersebut.
"Ibuku mencintai anak-anak," tutur Abigail Kuczka selaku anak dari Jean Kuzcka.
Dia juga menambahkan bahwa ibunya telah meninggal untuk berkorban agar bisa melindungi murid-muridnya.
"Putri saya berencana datang ke sini ke California dan merayakan ulang tahunnya bersama saya,"kata Andre Bell selaku ayah dari Alexanderia Bell kepada TV lokal KSDK.
Hal ini membuat masih berbahayanya sekolah di Amerika Serikat bagi para pelajar dan pegawainya yang rentan menjadi korban penembakan.