Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono memanggil Duta Besar Korea Selatan pada Jumat (19/7), di tengah perselisihan diplomatik mengenai kompensasi terhadap warga Korea Selatan yang mengalami kerja paksa pada masa penjajahan Jepang. Perseteruan antara kedua negara tetangga telah mengancam pasokan chip memori dan display screen global.
Duta Besar Korea Selatan untuk Jepang Nam Gwan-pyo dipanggil Menlu Taro satu hari setelah tenggat waktu tengah malam yang ditetapkan Jepang bagi Korea Selatan untuk menerima arbitrase terkait perselisihan mengenai kompensasi kerja paksa.
Korea Selatan menolak arbitrase negara ketiga. Karenanya Menlu Kono menekankan bahwa Seoul harus mengambil langkah cepat untuk memperbaiki apa yang disebut pihaknya sebagai keputusan yang tidak tepat oleh Mahkamah Agung Korea Selatan.
Tahun lalu, Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan dua perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi bagi para pekerja paksa Korea Selatan semasa perang.
Menurut Jepang, persoalan kompensasi ini telah diselesaikan di bawah perjanjian 1965 yang menaungi hubungan diplomatik kedua negara pasca-Perang Dunia II.
"Apa yang dilakukan pemerintah Korea Selatan sekarang setara dengan merongrong tatanan internasional pasca-Perang Dunia II," ungkap Menlu Kono.
Dubes Nam meresponsnya dengan mengatakan bahwa Korea Selatan setiap hari mengupayakan untuk menciptakan lingkungan di mana tuntutan hukum dapat ditangani dengan cara yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dan tidak merusak hubungan bilateral.
Kedua diplomat itu bertukar komentar di depan wartawan. Menlu Kono dilaporkan menyela ketika Dubes Nam mengatakan Korea Selatan telah mengusulkan sebuah rencana untuk menyelesaikan perselisihan.
"Tunggu," kata Menlu Kono. "Kami sudah memberitahu Korea Selatan bahwa proposal mereka sepenuhnya tidak dapat diterima, dan itu bukanlah sesuatu yang dapat memperbaiki situasi di mana hukum internasional telah dilanggar. Sangat tidak sopan untuk mengusulkannya kembali dengan berpura-pura tidak tahu soal itu."
Sampai hari ini, rincian proposal tersebut belum terungkap. Tetapi, bulan lalu, Jepang menolak rencana Korea Selatan untuk membentuk pendanaan bersama untuk mengompensasi penggugat.
Kementerian Perdagangan Korea Selatan pada Jumat berulang kali menyerukan agar Jepang menggelar pembicaraan pada 24 Juli atas pembatasan ekspor bahan-bahan berteknologi tinggi kepada produsen chip Korea Selatan yang diberlakukan awal bulan ini.
Aksi bakar diri
Konflik menjadi tragis setelah pada Jumat dini hari seorang pria Korea Selatan bermarga Kim dilaporkan membakar diri di depan Kedutaan Besar Jepang di Seoul. Pihak terkait mengatakan bahwa pria berusia 78 tahun itu meninggal di rumah sakit.
Laporan media Korea Selatan yang mengutip pernyataan polisi menyebutkan, ayah mertua dari pria itu adalah korban kerja paksa oleh perusahaan Jepang selama Perang Dunia II dan dia mungkin nekat bertindak sebagai bentuk protes terhadap pembatasan ekspor oleh Jepang.
Kemarahan atas perselisihan Seoul-Tokyo telah mendorong boikot produk dan jasa Jepang di Korea Selatan, mulai dari bir, pakaian hingga pariwisata.
Jepang menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan pembatasan ekspor atas alasan defisiensi dalam sistem kontrol ekspornya, bukan sebagai reaksi atas perselisihan kompensasi. Meski demikian, tetap saja, Korea Selatan menyebut kebijakan Jepang sebagai pembalasan yang tidak adil.
Lee Ho-hyeon, direktur jenderal di Kementerian Perdagangan Korea Selatan mengatakan bahwa rencana Jepang untuk menghapus Korea Selatan dari daftar putih negara-negara dengan pembatasan perdagangan minimum harus didasarkan pada bukti dan fakta yang jelas.
"Ada kekhawatiran besar bahwa langkah seperti itu akan memiliki dampak besar tidak hanya pada ekonomi kedua negara, melainkan juga pada rantai pasokan global," tutur Lee.
Raksasa teknologi Korea Selatan, Samsung Electronics telah mengirim surat kepada mitra mereka yang isinya mendesak penimbunan lebih banyak komponen pabrikan Jepang sebagai antisipasi sewaktu-waktu Tokyo memperluas pembatasan ekspornya.
Kemarin, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in bertemu dengan para pemimpin partai. Dia menjanjikan kerja sama untuk menyelesaikan perselisihan dengan Jepang.