Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi menargetkan perjanjian perdagangan bilateral Indonesia-South Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA) rampung pada November 2019.
IK CEPA, jelasnya, berperan untuk lebih lanjut memfasilitasi hubungan perdagangan kedua negara. Perundingan terkait perjanjian itu sudah dimulai sejak Januari dan putaran negosiasi terakhir baru selesai dua pekan lalu di Busan.
"Sejauh ini prosesnya lancar-lancar saja dan semoga dapat memenuhi target waktunya," jelas Dubes Umar dalam "Indonesia Korea Conference 2019" di The Energy Building, Jakarta, pada Rabu (18/9).
Dalam kesempatan yang sama, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom menyatakan, 2019 merupakan babak baru bagi hubungan bilateral Indonesia-Korea Selatan.
"Semoga tahun ini kami dapat menyelesaikan IK CEPA yang hingga kini masih dalam proses negosiasi intens," kata dia.
Dubes Kim Chang-beom menjelaskan bahwa sesuai batas waktu tentatif yang ditetapkan bersama, prinsip negosiasi terkait barang dan jasa akan diselesaikan pada 16 Oktober, bertepatan dengan adanya pameran perdagangan di Jakarta.
"Menteri Perdagangan Korea Selatan akan mengunjungi Jakarta untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan Indonesia Enggartiasto Lukita," ujarnya. "Semoga pertemuan ini dapat menjadi dasar untuk menyelesaikan negosasi IK CEPA."
Dia berharap pengumuman resmi terkait rampungnya IK CEPA dapat diumumkan ketika Jokowi menghadiri KTT ASEAN-Korea Selatan di Busan pada 25-26 November.
Menurut Dubes Kim Chang-beom, IK CEPA akan membuka jalan bagi komunitas bisnis di kedua negara untuk memiliki pandangan yang jauh lebih positif antara satu sama lain.
"Semoga ketika IK CEPA diterapkan, akan ada mekanisme untuk memantau interaksi komunitas bisnis sehingga akan menjadi peluang baik untuk menimbulkan rasa aman antara kedua pihak," jelas dia.
Umar memaparkan, nilai perdagangan bilateral Indonesia-Korea Selatan pada 2018 mencapai hampir US$20 miliar dengan surplus US$750 juta bagi Indonesia. Baginya, hal tersebut merupakan capaian luar biasa mengingat saat itu ekonomi dunia berada pada masa sulit dan penuh guncangan.
"Korea Selatan adalah mitra dagang terbesar Indonesia," tutur Umar.
Namun, dia menyayangkan bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menempati posisi kedua setelah Vietnam sebagai mitra dagang terbesar Korea Selatan. Pada 2018, Pyongyang dan Hanoi mencapai nilai perdagangan sebesar US$70 miliar.
Maka itu, Dubes Umar mengatakan, Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menargetkan nilai perdagangan bilateral mencapai US$30 miliar pada 2022.
Dubes Umar menjelaskan, salah satu tantangan besar dalam perdagangan kedua negara merupakan komposisi ekspor Indonesia yang didominasi batu bara. Sebesar 30% ekspor Indonesia ke Korea Selatan merupakan batu bara, ini menjadikan Indonesia sebagai pemasok batu bara terbesar kedua untuk Negeri Ginseng.
Dia mendesak potensi produk ekspor Indonesia perlu menjadi lebih variatif.
"Tantangan bukan hanya di volume perdagangan, tetapi juga variasi produk yang mau kita ekspor, semoga andil batu bara tidak terlalu besar lagi," jelas dia.
Menurutnya, ada prospek besar bagi Indonesia untuk mengekspor kayu lapis, komponen elektronik, makanan olahan, hingga suku cadang otomotif. Untuk mewujudkannya, perlu aliran investasi melalui joint venture antara perusahaan dalam negeri dan Korea Selatan.
Sejak 2017, hubungan bilateral Indonesia dan Korea Selatan berada di bawah status kemitraan strategis khusus (special strategic partnership). Menurut Dubes Umar, status kemitraan itu harus melampaui hal-hal transaksional.
"Kedua negara perlu saling percaya dan menghormati, bukan hanya membangun relasi berdasarkan keuntungan. Hubungan bilateral ini harus mengedepankan prinsip bersama, rasa hormat akan demokrasi, hak asasi manusia dan perkembangan ekonomi," tutur dia.
Kemitraan antara kedua pihak, tambah dia, juga harus bermanfaat bagi dunia. Dia menyatakan, Indonesia dan Korea Selatan perlu bekerja sama untuk mengatasi baik tantangan regional maupun global.
"Meski capaian kedua negara sudah banyak, tidak boleh berpuas diri. Kita harus berbuat lebih banyak dalam hal kolaborasi perdagangan, investasi dan turisme," kata dia.
Dubes Kim Chang-beom menuturkan bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara ASEAN yang memiliki status kemitraan strategis khusus dengan Korea Selatan.
Dalam pertemuan antara Jokowi dan Moon Jae-in di sela-sela KTT G20 pada Juni, kedua pihak setuju untuk meningkatkan volume perdagangan, investasi, serta mempromosikan perkembangan yang inklusif dan berfokus pada masyarakat.
"Korea Selatan siap dan bersedia untuk berkontribusi pada percepatan industrialisasi, pengembangan infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia Indonesia selama lima tahun ke depan," tegas dia.
Menurutnya, kedua negara memiliki kebijakan yang mempromosikan multilateralisme, pembangunan berkelanjutan dan menginginkan perdamaian di Asia Timur.
"Selain itu, Indonesia dan Korea Selatan juga bekerja sama dalam mendorong perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea," tambah Dubes Kim Chang-beom.