Parlemen Thailand akan mulai mempertimbangkan empat rancangan undang-undang mengenai pernikahan sesama jenis. Langkah ini semakin mendekatkan Thailand menuju pengesahan pernikahan sesama jenis yang akan dilakukan dengan pemungutan suara pertama pada Kamis malam ini.
Pertimbangan tersebut dilakukan setelah parlemen tahun lalu memperdebatkan rancangan undang-undang serupa dan rancangan undang-undang serikat sipil sesama jenis yang dikeluarkan pemerintah sebelumnya, namun tidak mencapai pemungutan suara akhir sebelum sidang berakhir.
Empat rancangan undang-undang yang sedang dibahas pada hari Kamis termasuk satu rancangan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah baru yang berkuasa setelah pemilihan umum bulan Mei, satu lagi oleh kelompok masyarakat sipil, dan dua lainnya dari oposisi Move Forward dan partai Demokrat, yang semuanya memiliki pendekatan serupa.
“Pada prinsipnya, rancangan undang-undang ini bertujuan untuk mengubah beberapa ketentuan dalam undang-undang sipil guna membuka jalan bagi sepasang kekasih, tanpa memandang jenis kelamin mereka, untuk bertunangan dan menikah,” Wakil Perdana Menteri Somsak Thepsuthin mengatakan kepada parlemen tentang rancangan undang-undang pemerintah tersebut.
“Hal ini akan memberikan hak, tanggung jawab, dan status keluarga yang setara dengan perkawinan antara laki-laki dan perempuan saat ini dalam segala aspek,” ujarnya.
Somsak mengatakan pemerintah melakukan survei antara 31 Oktober dan 14 November yang menunjukkan 96,6% dukungan masyarakat terhadap rancangan undang-undang tersebut.
Thailand merupakan salah satu komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender yang paling terbuka dan terlihat di Asia, namun banyak aktivis politik mengatakan bahwa undang-undang dan institusi di negara tersebut belum mencerminkan perubahan sikap sosial dan masih mendiskriminasi kelompok LGBT dan pasangan sesama jenis.
Jika rancangan undang-undang tersebut disetujui dalam pembacaan pertama parlemen pada hari Kamis, maka rancangan undang-undang tersebut dapat diajukan untuk pemungutan suara final pada awal tahun depan, yang dapat menjadikan Thailand sebagai negara ketiga di Asia, setelah Taiwan dan Nepal, yang mengakui pernikahan sesama jenis.
Tren di Indonesia dan Asia
Bertolak belakang dengan kecenderungan di Thailand, wacana pernikahan sesama jenis di masyarakat Indonesia tidak mendapat dukungan mayoritas warga.
Seperti dikutip dari TheNation, survei terbaru dari Pew Research Center menemukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih menentang gagasan tersebut.
Survei tersebut, yang dilakukan di 12 negara dan wilayah di Asia mulai Juni 2022 hingga September tahun ini, mengungkapkan bahwa 92% masyarakat Indonesia menentang pernikahan sesama jenis, dan 88 persen di antaranya sangat menentangnya. Di Indonesia, lembaga pemikir nirlaba yang berbasis di Washington ini mewawancarai sekitar 950 orang dewasa secara langsung.
Indonesia tercatat sebagai negara yang paling menentang pernikahan sesama jenis, diikuti oleh negara tetangga Malaysia dan Sri Lanka.
Survei ini menanyakan antara 900 dan 2.600 responden di 12 negara dan wilayah yang disurvei: india, Malaysia, Sri Lanka, Singapura, Jepang, Vietnam, Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan, Thailand, India dan Kamboja.
Peneliti Pew berpendapat bahwa demografi mayoritas Muslim di Indonesia berperan besar dalam pandangan responden mengenai pernikahan sesama jenis karena tren serupa juga terjadi di Malaysia, negara mayoritas Muslim lainnya, di mana 82% responden mengatakan mereka menentangnya.
Menurut penelitian tersebut, umat Islam mencatat dukungan terendah terhadap pernikahan sesama jenis dibandingkan kelompok agama mana pun di Asia, dengan hanya 4% umat Islam di Indonesia dan 8% umat Islam di Malaysia yang mendukungnya.
Selain umat Islam, survei tersebut juga menemukan bahwa umat Kristen merupakan kelompok yang paling kecil kemungkinannya mendukung pernikahan sesama jenis, sedangkan kelompok yang tidak beragama, seperti ateis dan agnostik, cenderung menjadi kelompok yang paling mungkin mendukung pernikahan sejenis.
Di Singapura, sekitar enam dari 10 warga Singapura yang tidak beragama mendukung pernikahan sesama jenis, namun kurang dari sepertiga warga Kristen dan Muslim mendukungnya.
Singapura, bersama dengan Jepang, Vietnam, Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan, adalah tempat para peneliti mewawancarai cukup banyak responden yang tidak terafiliasi dengan agama untuk menganalisis tanggapan mereka secara terpisah. Mereka menemukan bahwa setengah atau lebih dari kelompok responden ini mendukung pernikahan sesama jenis yang sah, dengan Jepang melaporkan jumlah dukungan terbesar, yaitu 73%.
Sementara itu, studi Pew pada tahun 2020 juga menemukan bahwa masyarakat Indonesia merupakan salah satu masyarakat paling religius di dunia, dan jarang ditemukan orang yang tidak beragama di Bumi Nusantara ini.(thenation, straitstimes)