close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menlu RI Retno Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu RI (PPTM) di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Rabu (8/1). / Kementerian Luar Negeri RI
icon caption
Menlu RI Retno Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu RI (PPTM) di Ruang Nusantara Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta, Rabu (8/1). / Kementerian Luar Negeri RI
Dunia
Rabu, 08 Januari 2020 17:01

Pidato Tahunan Menlu RI: Diplomasi ekonomi prioritas utama

Diplomasi ekonomi jadi prioritas utama, pemerintah Indonesia menargetkan sejumlah perjanjian rampung pada 2020. Salah satunya IA-CEPA.
swipe

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menuturkan bahwa lima tahun ke depan, diplomasi Indonesia akan dijalankan berdasarkan prioritas 4+1.

Prioritas pertama merupakan diplomasi ekonomi. Indonesia memiliki keinginan besar untuk mengembangkan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan.

"Pasar dan penduduk usia produktif Indonesia itu besar, aset-aset ini harus jadi daya tawar untuk mengembangkan kerja sama ekonomi di panggung dunia," jelas Menlu Retno dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (PPTM) 2020 di Kemlu RI, Jakarta, pada Rabu (8/1).

Pada 2020, Indonesia menargetkan ratifikasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), ratifikasi Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) CEPA (EFTA-CEPA), finalisasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), serta intensifikasi perjanjian ekonomi dengan kawasan Afrika, Asia Selatan, Asia Tengah, serta Kepulauan Pasifik.

Lebih lanjut, Kemlu RI juga akan mendorong dan mengawal kebijakan outbound investment Indonesia di luar negeri demi perluasan pasar produk dan peningkatan daya saing industri Indonesia di tingkat global.

"Menurut pemetaan awal, setidaknya ada 285 outbound investment Indonesia saat ini dengan nilai sekitar US$14,3 miliar. Ini adalah aset ekonomi yang perlu dijaga dan dikembangkan," lanjut Menlu Retno.

Prioritas kedua polugri Indonesia adalah diplomasi perlindungan. Terkait hal ini, Indonesia mendorong kerja sama domestik dan internasional mengenai migrasi aman dan integrasi data WNI di luar negeri dengan sistem database nasional.

Diplomasi kedaulatan dan kebangsaan menjadi prioritas ketiga polugri Indonesia pada 2020-2024. Secara khusus, Menlu Retno menegaskan bahwa Indonesia akan terus menolak klaim wilayah yang tidak sesuai dan tidak diakui hukum internasional.

"Integritas wilayah adalah hal yang tidak dapat ditawar. Indonesia akan lawan negara-negara asing yang jelas-jelas mendukung gerakan separatisme di Indonesia," ujar dia.

Prioritas keempat polugri Indonesia adalah peningkatan kontribusi dan kepemimpinan di kawasan dan dunia. Sehubungan dengan hal ini, Menlu Retno berharap bahwa pada 2020, ASEAN dapat meningkatkan kontribusinya dalam penyelesaian isu repatriasi pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh, ke Rakhine State, Myanmar.

ASEAN, lanjutnya, perlu berupaya membuat masyarakat Asia Tenggara merasakan manfaat dan dampak positif dari sentralitas organisasi tersebut.

"Indonesia menilai, ASEAN harus adaptif demi memastikan efisiensi dan efektivitas, termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Indonesia akan terus dorong hal ini, termasuk saat kami Ketua ASEAN pada 2023," tambah dia.

Pada 2020, Indonesia akan memulai tugas sebagai anggota Dewan HAM PBB. Menlu Retno menjelaskan bahwa Dewan HAM PBB harus berfungsi sebagai mekanisme multilateral dalam promosi perlindungan HAM di dunia.

Ke depannya, dia menekankan, Indonesia akan terus bela isu Palestina.

"Pasti akan semakin sulit, tetapi upaya Indonesia untuk membantu Palestina tidak akan surut," kata dia.

Selain empat prioritas, terdapat satu prioritas tambahan yang diperlukan untuk mendukung pencapaian polugri Indonesia, yaitu penguatan pembangunan infrastruktur diplomasi.

"Kemlu RI akan terus melakukan penguatan jabatan fungsional internal. Beban tugas dan rangkapan dari perwakilan Indonesia di luar negeri juga akan ditinjau ulang sesuai dengan kebutuhan," jelas Menlu Retno.

Sebagai bagian dari penguatan infrastruktur diplomasi, pada 2020, Kemlu RI akan merenovasi 51 gedung perwakilan dan membeli empat gedung baru.

"Secara total dalam lima tahun terakhir, kami membeli 11 gedung perwakilan," lanjut dia.

Perlindungan WNI

Menlu Retno lebih jauh memaparkan, selama lima tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah membebaskan 45 WNI yang disandera. Saat ini, masih ada seorang WNI yang sedang diupayakan pembebasannya.

"Kerja perlindungan terus diperkuat sepanjang 2019, Kemlu RI menangani sebanyak 27.033 kasus WNI di luar negeri," ungkap Menlu Retno.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa Kemlu RI berhasil mengembalikan Rp197,71 miliar yang merupakan hak finansial WNI dan Pekerja Migran Indonesia (PMI), serta merepatriasi 17.607 WNI yang bermasalah.

Selain itu, ada beberapa kasus high profile yang ditangani seperti pembebasan Siti Aisyah dari tuduhan pembunuhan di Malaysia dan pemulangan 40 WNI yang terlibat kasus pengantin pesanan di China.

"Indonesia juga aktif membentuk norma perlindungan, baik dalam tingkat regional maupun global," kata Menlu Retno.

Selama lima tahun terakhir, jelasnya, Indonesia mengukuhkan mekanisme bilateral dan kerja sama kekonsuleran terkait perlindungan WNI.

"Pada 2019 sendiri, Indonesia melakukan konsultasi konsuler terkait perlindungan WNI dengan Australia, India, Iran, Uni Eropa, Jepang, dan Korea," tutur dia.

Selain soal perlindungan WNI, Menlu Retno pun memaparkan prestasi Indonesia di bidang negosiasi perbatasan darat, laut, dan udara.

Indonesia dan Filipina, lanjut dia, telah menuntaskan perundingan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) pada September 2019. Kedua negara diharapkan akan memulai perundingan baru mengenai batas landas kontinen.

Selain itu, pada 2019, Indonesia dan Malaysia secara prinsip telah menyepakati batas laut teritorial di Laut Sulawesi. Menlu Retno menyatakan bahwa hal ini merupakan kemajuan besar karena sejak 1970, belum pernah ada batas maritim yang berhasil disepakati antara kedua pihak.

Terkait batas darat, Indonesia telah menyelesaikan empat dari sembilan Outstanding Boundary Problem (OBP) dengan Malaysia.

Tahun lalu, Indonesia dan Singapura juga merundingkan batas udara dengan menyepakati rencana realignment flight information region (FIR) yang berbasis pada batas wilayah Indonesia pasca-UNLCOS 1982.

img
Valerie Dante
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan