Seorang petugas polisi di Filipina dinyatakan bersalah membunuh dua remaja ketika menjalankan perang narkoba di era mantan presiden Rodrigo Duterte. Hukuman itu ditunjukkan oleh dokumen pengadilan pada hari Selasa (14/3).
Selama enam tahun masa jabatannya, yang berakhir pada Juni 2022, Duterte secara terbuka memerintahkan polisi untuk menembak mati tersangka narkoba jika nyawa petugas dalam bahaya.
Lebih dari 6.200 orang tewas dalam kampanye anti-narkotika itu, menurut angka resmi, tetapi kelompok HAM memperkirakan angka sebenarnya mencapai puluhan ribu.
Sebelumnya, hanya tiga petugas polisi yang dihukum karena membunuh seorang tersangka selama penumpasan, yang memicu penyelidikan di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Pada 1 Maret, pengadilan Manila memutuskan bahwa Jefrey Perez bersalah atas pembunuhan Reynaldo De Guzman, 14, dan Carl Arnaiz, 19, pada 2017, menurut putusan yang dilihat oleh AFP.
Perez dijatuhi hukuman minimal 20 tahun penjara.
Dia sudah menjalani hukuman penjara yang lama setelah dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang berbeda pada November 2022 karena menyiksa kedua remaja tersebut.
Rekan tertuduhnya, petugas polisi Ricky Arquilita, meninggal dalam persidangan pertama. Keduanya membantah tuduhan itu.
Reynaldo dan Carl terakhir terlihat bersama pada 17 Agustus 2017.
Selama persidangan, seorang saksi mengatakan dia melihat sebuah mobil polisi diparkir di pinggir jalan dan menyaksikan Carl yang diborgol turun dari kendaraan dengan tangan terangkat, berteriak "Saya akan menyerah" sebelum petugas polisi menembaknya.
Mayat Reynaldo ditemukan beberapa minggu kemudian di utara Manila dengan puluhan luka tusukan.
Presiden Ferdinand Marcos, yang menggantikan Duterte, telah berjanji untuk melanjutkan perang narkoba tetapi fokus pada pencegahan dan rehabilitasi.
Namun, kelompok HAM mengatakan pembunuhan terus berlanjut di bawah pengawasannya.(straitstimes)