Polisi Selandia Baru pada Rabu (4/3) mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan patroli di dua masjid menjelang peringatan pertama penembakan Christchurch. Penembakan yang terjadi pada 15 Maret 2019 itu menewaskan 51 orang.
Seorang pria bersenjata yang menggunakan senjata semi-otomatis membunuh jemaah yang berkumpul untuk salat Jumat di dua masjid di Kota Christchurch, menandai penembakan terburuk di Selandia Baru yang relatif damai.
Polisi mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan patroli di sekitar Masjid Al Noor dan Linwood, dua tempat yang menjadi target penembakan Christchurch, dan akan tetap mempertahankan kehadiran di komunitas di wilayah tersebut.
Media melaporkan bahwa patroli datang setelah ancaman baru terhadap Masjid Al Noor muncul pekan ini.
Komandan Distrik Canterbury John Price menuturkan bahwa polisi telah menggeledah sebuah properti di Christchurch dan berbicara dengan seorang pria usia 19 tahun sehubungan dengan ancaman yang dilaporkan menimpa masjid tersebut. Dia tidak memberi penjelasan lebih lanjut.
Pelaku penembakan Christchurch, Brenton Tarrant, melancarkan aksinya dengan latar supremasi kulit putih dan Islamofobia. Dia mulai menjalani sidang tahun lalu dan mengaku tidak bersalah atas 92 dakwaan, yaitu 51 dakwaan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu di bawah Terrorism Suppression Act. Proses persidangan Tarrant akan dimulai kembali pada Juni.
Penembakan Christchurch telah mendorong pemerintah Selandia Baru memperketat UU Senjata sekaligus memicu pertanyaan tentang citra Selandia Baru sebagai negara dengan masyarakat yang damai dan taat hukum.
Sejumlah acara untuk menandai peringatan satu tahun tragedi penembakan Christchurch rencananya akan digelar pada 15 Maret, dengan para pemimpin senior pemerintah dan anggota masyarakat diharapkan hadir. (Reuters dan RNZ)