Belasan anggota parlemen dari Partai Konservatif akan berpartisipasi dalam pemilu untuk menggantikan Perdana Menteri Inggris Theresa May sebagai pemimpin partai dan perdana menteri.
Pendaftaran kandidat untuk menggantikan May dibuka pada Senin (10/6) pukul 10.00 dan ditutup pukul 17.00 waktu setempat.
Pada Jumat (7/6), May resmi mengundurkan diri sebagai perdana menteri dan pemimpin Partai Konservatif setelah parlemen tiga kali menolak proposal Brexit miliknya. Hingga pemimpin baru ditetapkan, May akan tetap memegang jabatan perdana menteri dan berkantor di Downing Street.
Brexit, yang telah ditunda dua kali dan kini ditetapkan jatuh pada 31 Oktober, akan mendominasi pemilu yang dijadwalkan berlangsung hingga akhir Juli.
Kampanye tidak resmi sudah dimulai beberapa pekan lalu dan anggota Partai Konsevatif, Boris Johnson, difavoritkan menjadi suksesor May.
Selain Johnson, Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt, Menteri Dalam Negeri Sajid Javid, dan Menteri Lingkungan Michaeil Gove menjadi nama-nama paling populer yang berpartisipasi dalam pemilu tersebut.
Isu Brexit mendominasi
Setiap kandidat harus dicalonkan oleh setidaknya delapan anggota parlemen dari Partai Konservatif. Dalam serangkaian pemungutan suara selama beberapa pekan mendatang, anggota parlemen kemudian akan melakukan pemungutan suara hingga tersisa dua nama dalam daftar kandidat.
Dua nama itu kemudian akan bersaing dalam pemungutan suara final.
"Masalah besar yang jelas adalah Brexit, selain itu, tidak ada hal lain yang menyita perhatian Partai Konservatif saat ini," tutur Tim Bale, profesor bidang politik di University of London.
Bale menilai Johnson berpotensi besar memenangkan pemilu kali ini.
"Dia menawarkan apa yang anggota parlemen Partai Konservatif inginkan, Brexit tanpa kesepakatan (no-deal Brexit)," tambahnya.
Jika mengambil opsi no-deal, Inggris akan hengkang dari Uni Eropa tanpa kesepakatan formal.
Rekam jejak Johnson
Johnson merupakan mantan Wali Kota London dan tokoh kunci dalam kampanye referendum Brexit 2016.
Pria berusia 54 tahun itu sempat menjabat sebagai menteri luar negeri di bawa pemerintahan May. Dia kemudian mengundurkan diri karena tidak setuju atas proposal Brexit milik May.
Meski karismatik dan populer di kalangan akar rumput Partai Konservatif, Johnson kurang disukai oleh sebagian anggota parlemen Partai Konservatif yang skeptis terhadap gayanya yang dinilai terlalu bombastis.
Namun, sejauh ini Johnson berhasil mengumpulkan dukungan yang besar dari anggota kabinet dan anggota parlemen Konservatif yang berhaluan tengah dan sayap kanan.
Dia berjanji bahwa pada akhir Oktober, Inggris akan keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan.
Johnson juga berpendapat hanya dia yang bisa mengalahkan kandidat lainnya seperti pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn dan politikus anti-Uni Eropa, Nigel Farage.
Skandal kokaina
Banyak pihak yang menilai saingan terberat Johnson adalah Menteri Gove, seorang eurosceptic yang pada 2016 menjadi salah satu politikus yang mendesak agar Inggris keluar dari Uni Eropa.
Namun, pria berusia 51 tahun itu tengah jatuh dalam kontroversi setelah dia mengaku sempat menggunakan kokaina sekitar dua dekade lalu.
Berbeda dengan Johnson, Gove mengatakan siap menunda proses Brexit jika ada kemungkinan tercapainya kesepakatan baru.
Pesaing utama lainnya, Menlu Hunt, telah bersumpah untuk menegosiasikan kembali proposal Brexit yang dibuat May dengan para petinggi Uni Eropa.
Pada Minggu (9/6), Hunt mengklaim bahwa Kanselir Jerman Angela Merkel memberinya sinyal untuk melakukan negosiasi ulang dengan Uni Eropa.
Selain nama-nama besar di atas, pesaing lainnya dianggap tidak memiliki peluang besar untuk menggantikan May. Beberapa di antaranya adalah mantan Menteri Brexit Dominic Raab, mantan Menteri Pekerjaan dan Pensiun Ester McVey, Menteri Pembangunan Rory Stewart, serta Menteri Kesehatan Matt Hancock. (AFP)