Pemerintah Jerman koalisi Kanselir Olaf Scholz telah lama menerapkan kebijakan hati-hati terhadap Moskow dan tetap enggan untuk memblokir pipa gas Nord Stream 2, meskipun ada seruan berulang kali dari AS dan anggota timur NATO untuk mengambil sikap yang lebih keras dengan Rusia.
Pipa gas Nord Stream 2 adalah jalur pipa gas alam antara Rusia dan Jerman. Pipa ini dibangun untuk menggandakan impor gas dari Rusia ke Jerman. Tujuannya untuk membuat harga gas menjadi lebih murah.
Tetapi Berlin mulai mengubah kebijakannya setelah Rusia meluncurkan serangan militer terhadap Ukraina pada Februari, menjatuhkan sanksi ekonomi berat terhadap Rusia dan setuju untuk mengirim senjata berat ke Ukraina menyusul tekanan dari AS.
Bagi beberapa ahli, zigzag kebijakan luar negeri pemerintah dan langkahnya untuk memenuhi tuntutan AS atas Ukraina berisiko menimbulkan eskalasi berbahaya dengan Rusia dan kemungkinan akan menciptakan lebih banyak ketidakstabilan di kawasan itu.
Menurut Willy Wimmer, mantan anggota parlemen konservatif Jerman, AS telah mengadopsi kebijakan luar negeri baru di bawah Presiden Joe Biden, mulai melawan saingan politik seperti Rusia dan China dan juga meningkatkan tekanan pada pemerintah Jerman untuk menerima tuntutannya.
Wimmer, yang menjabat sebagai sekretaris negara parlemen di Kementerian Pertahanan Jerman pada awal 90-an, mengatakan AS telah lama mengejar kebijakan "untuk menghalangi kerja sama yang baik di benua Euro-Asia antara Jerman dan Rusia" dan juga menggunakan perang Ukraina untuk tujuan ini.
“Seseorang memiliki kesan bahwa salah satu tujuan sehubungan dengan perang Ukraina adalah untuk menjauhkan Jerman dari kerjasama dengan mitra dagang terbaiknya dan membuat kerjasama menjadi tidak mungkin dalam jangka panjang,” katanya kepada Anadolu Agency.
Politisi berpengalaman itu mengkritik keras mitra koalisi Scholz, Partai Hijau dan Annalena Baerbock, kandidatnya untuk kanselir, yang sekarang menjadi menteri luar negeri Jerman, atas kebijakan mereka terhadap Rusia dan atas desakan mereka untuk mengirim senjata berat ke Ukraina.
“Jadi Partai Hijau sebagai partai harus menjawabnya sendiri terlebih dahulu. Dan kemudian para pemilih harus memutuskan apakah mereka setuju dengan garis ini atau tidak. Tetapi dalam citra publik umum, Anda harus berasumsi bahwa Partai Hijau baru saja menjadi formasi Jerman yang suka berperang,” katanya.
Humas dan penulis Wolfgang Bittner, yang telah secara intensif mempelajari situasi geopolitik di ruang pasca-Soviet selama bertahun-tahun, juga telah memperingatkan tentang konsekuensi potensial dari zigzag kebijakan luar negeri Jerman dan keterlibatannya dalam konflik Ukraina.
“Bahwa Jerman memasok senjata berat dan melatih tentara Ukraina di sini, di Jerman -- menurut pendapat saya, itu adalah jalan masuk ke dalam perang. Itu seharusnya tidak terjadi,” katanya kepada Anadolu Agency.
Pakar Jerman mengatakan perang dapat dicegah jika AS telah mengatasi masalah keamanan Moskow, tetapi Presiden Joe Biden ingin perang ini menghancurkan Rusia.
Dia mengatakan Scholz masih berusaha untuk mengejar kebijakan yang hati-hati tetapi dia berada di bawah tekanan yang semakin besar dari mitra koalisinya, terutama politisi Hijau, yang menganjurkan sanksi ekonomi yang lebih keras terhadap Rusia dan pengiriman senjata berat ke Ukraina.
"Ya, apa yang dilakukan Annalena Baerbock dan Robert Habeck - terutama dua politisi Hijau ini - adalah bunuh diri ekonomi," katanya.
Bittner memperingatkan bahwa beberapa tuntutan Partai Hijau dapat menyeret negara itu ke dalam konflik militer.
“Fakta bahwa pemerintah Jerman membiarkan dirinya terikat tanpa kontradiksi untuk kebijakan agresi AS ini, saya menganggap itu sebagai bencana yang unik,” tambahnya.(Anandolu)