Roh Tae-woo, mantan jenderal Korea Selatan sekaligus presiden pertama yang terpilih secara demokratis tutup usia di umurnya yang ke-88 tahun. Mantan presiden itu meninggal di sebuah rumah sakit di Seoul, setelah dirawat karena kesehatannya memburuk, Kantor Berita Yonhap melaporkan Selasa (26/10).
Kesehatan Roh memburuk sejak 2002 ketika dia menjalani operasi kanker prostat dan berulang kali dirawat di rumah sakit dalam beberapa tahun terakhir.
Roh lahir di pedesaan Korea dan ayahnya meninggal ketika dia masih kecil. Ia masuk militer dan naik pangkat bersama Chun.
Chun memilih Roh sebagai kandidat partainya untuk pemilihan presiden pada tahun 1987, dan keputusan tersebut dianggap menjadi sebuah langkah yang dilihat sebagai penyerahan kekuasaan militer yang menyebabkan unjuk rasa pro-demokrasi di Seoul dan di seluruh negeri.
Kepresidenan Roh dari 1988 hingga 1993 ditandai dengan pencapaian diplomatik bersejarah yang mencakup bergabungnya Korea Selatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebelum mengakhiri karier politiknya dengan hukuman penjara karena terlibat tindak pidana korupsi
Perekonomian Korea Selatan dan PDB per kapita hampir dua kali lipat berkembang di bawah kepemimpinan Roh dan pencapaian lainnya yaitu Seoul berhasil menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 1988.
Di negara yang ditempa pada awal Perang Dingin, ia menggunakan keruntuhannya untuk memetakan jalur baru bagi diplomasi Korea Selatan dan hubungannya dengan Korea Utara.
Masa jabatannya di kantor juga tercoreng oleh kerusuhan buruh dan inflasi yang mengancam ekonomi Korea. Upah industri berlipat ganda dalam dua tahun. Untuk "chaebol" raksasa negara itu, atau konglomerat yang dikelola keluarga, manufaktur mengambil kursi kekuasaan untuk real-estate, dan hal tersebut membuat marah orang-orang biasa yang tidak mampu lagi membeli rumah dengan harga yang tinggi.
Bagi banyak orang di Korea Selatan, Roh akan selamanya dikaitkan dengan tindakan keras militer berdarah terhadap pengunjuk rasa anti-pemerintah di Gwangju pada tahun 1980, ketika pasukan bersenjata memadamkan pemberontakan yang terjadi selama hampir 10 hari dan mengakibatkan kematian sedikitnya 193 pengunjuk rasa.