Para pengunjuk rasa di Sudan yang menyerukan pengunduran diri Presiden Omar al-Bashir menentang tindakan keras oleh pasukan keamanan dengan terus berkemah. Aksi duduk di luar kompleks kediaman resmi presiden di Khartoum itu diikuti oleh ribuan orang.
Tujuh pemrotes dilaporkan tewas sejak Sabtu (6/4). Menteri Dalam Negeri Sudan pada Senin (8/4) menuturkan kepada parlemen bahwa enam orang tewas di ibu kota selama akhir pekan dan satu orang lainnya di Darfur.
Sementara itu, 15 pemrotes dan 42 anggota pasukan keamanan terluka dan hampir 2.500 orang telah ditangkap.
Protes terhadap Bashir, yang telah memerintah Sudan sejak 1989, sudah berlangsung selama beberapa bulan.
Demonstrasi awalnya dipicu oleh kenaikan biaya hidup, tetapi para demonstran sekarang menyerukan sang presiden untuk mengundurkan diri.
Selama akhir pekan kemarin, para demonstran menggelar aksi di luar markas tentara, kementerian pertahanan, dan kompleks kediaman resmi presiden. Pengunjuk rasa ingin agar angkatan bersenjata menarik dukungan mereka dari pemerintah.
Pada Senin malam, perwakilan para pengunjuk rasa mengatakan mereka tengah melakukan pembicaraan dengan militer mengenai pembentukan pemerintahan sementara.
Senin, menandai malam ketiga dari aksi berkemah, meskipun ada upaya pasukan keamanan untuk membubarkan kelompok itu.
Rezim Sudan telah dikritik oleh kelompok-kelompok HAM atas respons kerasnya terhadap demonstrasi tersebut.
Sejauh ini, laporan tentang tindakan pasukan keamanan dan respons militer bertentangan.
Sejumlah saksi mata pada Senin mengatakan bahwa beberapa anggota militer telah bergerak untuk melindungi pengunjuk rasa dari pasukan keamanan.
Adapun seorang pengunjuk rasa mengungkapkan bahwa pasukan keamanan telah menggunakan gas airmata dan amunisi untuk mencoba membubarkan ribuan orang yang menjalankan aksi berkemah. Orang yang sama menambahkan, pada awalnya militer netral, namun kemudian mereka berusaha mengusir pasukan keamanan.
Sejumlah saksi lainnya menyebutkan bahwa militer melepas tembakan peringatan sembari mengejar pasukan keamanan.
Aktivis yang mengorganisir protes mengklaim bahwa satu tentara tewas ketika mencoba membela para pengunjuk rasa.
Menteri Informasi Hassan Ismail, yang merupakan juru bicara pemerintah, telah membantah laporan tentang perbedaan sikap militer dan pasukan keamanan.
"Aparat keamanan adalah koheren bersama dan bekerja dengan energi positif dan harmonis," Ismail pada Senin.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghindari kekerasan.
Pejabat pemerintah mengakui total korban tewas sejak kerusuhan dimulai adalah 38 orang, namun kelompok Human Rights Watch menegaskan bahwa jumlahnya lebih tinggi.
Rezim kontroversial
Pemerintahan Bashir dituduh terlibat pelanggaran HAM. Dia adalah subjek dari surat perintah penangkapan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas tuduhan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Amerika Serikat telah memberlakukan sanksi terhadap negara itu lebih dari 20 tahun lalu, menuduh Khartoum mensponsori kelompok-kelompok teror.
Tahun lalu pound Sudan jatuh nilainya dengan cepat sementara inflasi naik, menempatkan lebih banyak tekanan pada perekonomian negara itu. Pemerintah kemudian mengumumkan harga bahan bakar dan roti akan naik, dan hal inilah yang pada akhirnya memicu protes.
Pada Februari lalu, bukannya mundur, Presiden Bashir justru memberlakukan keadaan darurat nasional.
Protes terbaru ini menandai peringatan 34 tahun kudeta yang menggulingkan rezim mantan Presiden Jaafar Nimeiri.