Pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS mengundurkan diri, karena tidak setuju dengan tanggapan Donald Trump terhadap gelombang protes antirasialisme dan kebrutalan polisi yang bermunculan di seluruh negeri.
Mary Elizabeth Taylor, asisten menteri luar negeri untuk urusan legislatif, menulis surat pengunduran diri pada Kamis (18/6).
Menurut salinan surat yang diperoleh Washington Post, Taylor menyatakan "Komentar dan tindakan Presiden Trump seputar ketidakadilan rasial dan situasi yang dihadapi warga kulit hitam di AS sangat menentang nilai-nilai dan keyakinan saya."
"Saya harus mengikuti suara hati nurani saya dan mengundurkan diri sebagai asisten menlu untuk urusan legislatif," jelas dia.
Pengunduran diri Taylor terjadi ketika Trump terus mengambil sikap tegas terhadap gelombang protes yang dipicu oleh kematian George Floyd di tangan petugas polisi Minneapolis.
Video yang menunjukkan Floyd kesulitan bernapas ketika seorang polisi berlutut di lehernya menjadi viral dan mendorong gejolak antirasialisme dan gerakan "Black Lives Matter" di mayoritas kota-kota besar.
Namun, upaya Trump untuk menanggapi demosntrasi telah menulai kritik dan dinilai memecah belah masyarakat.
Awal Juni, Presiden Trump mengancam untuk menertibkan demonstran dan menghentikan kekerasan di jalan-jalan dengan mengerahkan militer.
"Jika ada kota atau negara bagian yang menolak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga properti dan keselamatan penduduk mereka, maka saya akan mengerahkan militer untuk menyelesaikan masalah itu," kata Trump.
Taylor dikabarkan mengirim pesan ke timnya di Kemlu AS ketika mengetahui berita mengenai kematian Floyd awal bulan ini.
"Jika ada anggota tim ini yang merasa terluka, Anda tidak sendirian. Saya di sini bersama Anda," tulisnya pada saat itu.
Meskipun Taylor memuji Menlu AS Mike Pompeo atas kepemimpinannya yang luar biasa dalam surat pengunduran dirinya, sejumlah pejabat kemlu menilai, Pompeo tidak menunjukkan kepemimpinan yang dibutuhkan di tengah krisis.