close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sandra Khadhouri, bersama rekan anggota Renew, James Clarke dan James Torrence, berbicara kepada media saat peluncuran partai mereka di London, Inggris, 19 Februari 2018/Reuters
icon caption
Sandra Khadhouri, bersama rekan anggota Renew, James Clarke dan James Torrence, berbicara kepada media saat peluncuran partai mereka di London, Inggris, 19 Februari 2018/Reuters
Dunia
Selasa, 20 Februari 2018 16:57

Renew Party dan skema menjegal Brexit 

Kesuksesan Macron dan En Marche! menginspirasi sekelompok anak muda Inggris mendirikan Partai Renew untuk menjegal eksekusi Brexit.
swipe

April 2016, mantan bankir Perancis Emmanuel Macron mendirikan En Marche! di kota kelahirannya, Amiens. Tidak hanya menjadi gerakan pembaharu, En Marche! juga merupakan partai politik independen beraliran sosialis-liberalis yang menjadi kendaraan politik Macron menuju kursi kepresidenan. 

Berselang empat bulan, Macron kembali tampil ke publik. Kali ini, ia membawa kabar pengunduran diri dari posisi menteri perekonomian di kabinet. Macron juga mendeklarasikan pencalonan dirinya sebagai Presiden Perancis dari jalur independen pada 16 November 2016.

Si anak bawang hanya memakai waktu persiapan kurang dari setahun untuk maju sebagai calon presiden Negeri Mode itu. Meski begitu, Macron mampu menunjukkan taringnya melawan figur-figur papan atas politik Perancis seperti Francois Fillon, Jean-Luc Melenchon dan Marine Le Pen. Tidak hanya melenggang ke putaran kedua, Macron menang telak dari Le Pen dengan rasio suara sekira 66% berbanding 34%.

Berusia baru 39 tahun saat terpilih, Macron pun ditahbiskan sebagai presiden termuda sepanjang sejarah Perancis, mengalahkan Jenderal Besar Napoleon Bonaparte. Sang prodigi resmi menggantikan mentornya, Francois Hollande, pada 14 Mei 2017.   

Tetapi, ini bukan kisah tentang Macron. 

Satu yang pasti, kesuksesan Macron dan En Marche! menginspirasi sekelompok anak muda Inggris yang merupakan mantan jurnalis, akuntan dan konsultan untuk mendirikan Renew. Visi partai politik ini hanya satu, memblokade semua langkah Perdana Menteri Theresa May dalam upaya melaksanakan hasil referendum Inggris untuk keluar dari Uni Eropa alias Brexit

Waktu Partai Renew hanya sekira 13 bulan sebelum proses Brexit benar-benar dijalankan pada 2019. Nyatanya, Partai Renew amat serius. Mereka mengklaim akan menargetkan para pembuat kebijakan di Inggris dengan dukungan tingkat tinggi dari keanggotaan Uni Eropa. 

"Kami berniat tangguh tentang Brexit dan penyebabnya. Kami akan menekan para anggota parlemen untuk mempertimbangkan kepentingan nasional dan memasukkan kembali mereka yang memilih untuk tetap di Uni Eropa dalam pemilihan final Uni Eropa," kata kepala strategi Partai Renew, James Torrance. 

Dilansir Reuters, Selasa (20/02), partai ini membidik kursi dalam pemilu lokal Mei 2018. Mereka juga berambisi menyapu bersih 650 kursi parlemen dalam pemilu nasional. 

Pada referendum Inggris 2016, sekitar 51,9% atau 17,4 juta orang memilih agar Inggris keluar dari Uni Eropa. Sedangkan 48,1% atau 16,1 juta orang memilih untuk tetap dalam grup.  

Partai ini percaya, satu-satunya jalan untuk membuat keputusan Brexit di ujung tanduk adalah menghalau semua kesepakatan penarikan yang dibawa PM May dari pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa di Brussels pada Oktober 2017. Blokade tersebut diyakini akan menenggelamkan pemerintahan May dan mendorong pemilu nasional. 

Perpecahan pemerintahan 

Pemerintahan PM May dan Partai Konservatif terbelah akibat Brexit. Awalnya, May berkampanye agar warga memilih 'tinggal' (remain) di Uni Eropa pada 2016. Namun kini ia mendorong keluarnya Inggris dari Uni Eropa berjalan sesuai rencana pada 29 Maret 2019 pukul 23.00 GMT. May menegaskan, tidak akan ada referendum ulang.  

Sebuah survei ICM yang dipublikasikan bulan lalu menunjukkan, sekitar 47% responden mendukung keputusan final tentang Brexit begitu semua persyaratan keluar dari Uni Eropa diketahui. Sementara itu, sekira 34% responden mendesak referendum ulang. Namun, survei tersebut hanya menunjukkan 2% keunggulan pada pihak penentang Brexit setelah data mereka yang memilih 'tidak tahu' dikeluarkan dari perhitungan. 

Para pemimpin Uni Eropa, jika mereka memilih tanpa status anonim, dapat menunda proses Brexit apabila ada gejolak politik di Inggris menjelang eksekusinya. Bagaimanapun, iklim investasi di Britania tetap tidak pasti mengingat masih belum jelasnya masa depan perdagangan. 

Di antara figur nasional Inggris yang meminta penundaan Brexit adalah mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, CEO Goldman Sachs Group Inc Lloyd Blankfein dan George Soros yang mendulang kekayaan mereka dengan bertaruh melawan poundsterling Inggris pada 1992.

"Kami telah berdiskusi secara informal dengan En Marche. Mereka memberikan saran tentang bagaimana perjuangan di Perancis. Dengan begitu, kami dapat memahami proses ini dengan lebih terperinci dan mengaplikasikan beberapa pelajaran dari gerakan tersebut," ujar Torrance, mantan akuntan yang membantu pendirian Renew.

Salah seorang pejabat senior partai menyatakan hingga saat ini Renew telah mengumpulkan donasi 100.000 poundsterling, termasuk 30.000 poundsterling dari seorang pengacara dan 20.000 poundsterling dari seorang pemilik restoran. 

Para pendukung Brexit menegaskan upaya menghentikan proses ini bertentangan dengan keinginan demokratis rakyat. Dan pada akhirnya, dapat mendorong Inggris ke dalam krisis konstitusional. 

img
Rifa Nadia Nurfuadah
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan