Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, pada pembukaan International Conference on Digital Diplomacy (ICDD) 2021 pada Selasa (16/11) menjelaskan mengenai tiga langkah penting untuk menggunakan diplomasi digital.
Dalam video yang ditayangkan, Marsudi mengatakan diplomasi digital tidak bisa menggantikan diplomasi secara tatap muka, tetapi diplomasi digital akan terus dibutuhkan. Penggunaan diplomasi digital yang dibarengi dengan tatap muka akan menjadi sebuah norma baru setelah pandemi.
Marsudi menjelaskan terdapat tiga langkah penting yang perlu dilakukan untuk bisa melangkah lebih maju selama masa pandemi ini.
Langkah pertama adalah menanamkan kepercayaan pada diplomasi digital. Penggunaan diplomasi digital yang dipercepat tidak perlu mengorbankan keamanan dan aspek etika, terutama dengan adanya partisipasi dari pemangku kepentingan di luar dari diplomasi tradisional.
Kekhawatiran mengenai sekuriti siber, privasi data, dan tata kelola internet harus bisa diatasi untuk bisa mewujudkan kepecayaan pada diplomasi digital. Perlu adanya perjanjian mengenai siapa yang hadir, data apa saja yang ada, dan apakah pertemuan akan direkam atau tidak. Terutama jika terdapat pertemuan rahasia atau diskusi mengenai hal-hal rumit.
Kedua adalah perlunya jembatan penghubung dalam diplomasi digital antar negara. Tidak semua negara mahir melakukan diplomasi digital atau memiliki kapasitas yang mumpuni. Pendamping diperlukan untuk membantu memperkuat infrastuktur diplomasi digital yang mereka miliki.
“Pendampingan bisa membantu melatih dalam bidang literasi digital dan skill yang diperlukan, investasi dalam teknologi digital yang terjangkau, dan pengembangan keamanan platform digital. Kita juga bisa belajar dari negara lain dengan bertukar pengetahuan dalam memanfaatkan diplomasi digital,” jelas Marsudi.
Ketiga adalah menggunakan diplomasi digital untuk membahas permasalahan global. Tiap negara harus bisa mereplika aktivitas diplomasi tradisional ke dalam platform digital, karena banyak kesempatan yang ada. Contohnya seperti Indonesia yang memanfaatkan diplomasi digital untuk manajemen krisis dengan menggunakan aplikasi telepon genggam untuk memantau aktivitas masyarakat selama pandemi.
“Ke depannya kita bisa menggunakan teknologi AI untuk mengolah data dalam jumlah besar, seperti pola perdagangan, kebijakan negara lain, dan berita dari seluruh dunia untuk menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih responsif dan terinformasi. Terdapat kemungkinan ke depannya akan menggunakan teknologi Virtual Reality untuk mengunjungi daerah konflik atau daerah yang terdampak perubahan iklim.”
Selain ketiga langkah tersebut, Marsudi juga menjelaskan diplomasi digital bisa digunakan untuk permasalahan ekonomi. ICDD akan mengorganisir ASEAN Creative Economy Business Forum (ACEBF). Indonesia akan berperan dalam memperbaiki ekonomi pada ACEBF yang nantinya akan dibahas pada ASEAN dan G20 dengan memanfaatkan diplomasi digital.