Pada Sidang Umum PBB ke-76, Vanuatu melalui Perdana Menterinya Bob Loughman Weiber, kembali menyinggung Indonesia mengenai persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Persoalan ini diungkapkan oleh Weiber dalam pidatonya pada Minggu (26/9), yang menyebut jika masyarakat adat di Papua Barat masih menderita akibat pelanggaran HAM hingga saat ini.
“Di kawasan saya, masyarakat adat di Papua Barat masih mengalami penderitaan pelanggaran HAM yang berkelanjutan,” katanya.
Ia mengatakan, Papua Barat masih berjuang untuk hak menentukan nasib sendiri. Kemudian, Weiber juga meminta PBB dan masyarakat internasional agar menjunjung tinggi HAM.
“Menarik perhatian pada prinsip hak yang sama dan penentuan nasib sendiri masyarakat sebagaimana diatur dalam Piagam PBB, penting bahwa PBB dan masyarakat internasional terus mendukung wilayah yang relevan, memberi mereka kesempatan yang sama untuk menentukan kenegaraan mereka sendiri," papar Weiber.
Dalam kesempatan hak jawab, Sindy Nur Fitri, perwakilan dari Indonesia menyatakan bahwa pernyataan Vanuatu telah mengusik kedaulatan negara.
“Saya terkejut bahwa Vanuatu terus-menerus menggunakan forum yang mulia ini, untuk mengusik kedaulatan dan integritas wilayah negara lain, serta terus melakukan agresi dengan maksud tercela dan motif politik untuk melawan Indonesia," jelas Sindy
Lebih lanjut, Ia juga menyatakan dengan tegas bahwa pernyataan Vanuatu merupakan hal yang tidak berdasar.
"Kami secara tegas menolak seluruh tuduhan tidak benar, tidak berdasar, dan menyesatkan yang terus dipelihara oleh Vanuatu," tegasnya
Perwakilan Indonesia itu justru menilai pernyataan dari Vanuatu hanya akan menimbulkan konflik. Sindy menyebut pernyataan Vanuatu hanya sebagai upaya untuk mengesankan dunia, jika mereka seolah-olah peduli terhadap permasalahan HAM.
Pernyataan tentang penderitaan masyarakat adat Papua terkait pelanggaran HAM, dinilai Sindy, merupakan bentuk pemutarbalikan fakta.
“Pada kenyataannya, HAM versi mereka diputarbalikan dan sama sekali tidak hirau atas tindak teror keji serta tidak manusiawi yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata,” katanya.
Kemudian, Sindy membandingkan pernyataan Vanuatu terkait pelanggaran HAM pada masyarakat adat dengan fakta bahwa ada aksi kekerasan dari kelompok kriminal bersenjata yang baru saja terjadi di Papua.
“Vanuatu sengaja menutup mata ketika kelompok kriminal separatis bersenjata ini membunuh para perawat, tenaga kesehatan, guru, pekerja konstruksi, dan aparat penegak hukum,” papar Sindy.
Terkait penegakan hak untuk penentuan nasib sendiri di Papua Barat yang dilontarkan Vanuatu, Sindy menyebut itu sebagai bentuk pelanggaran terhadap hukum internasional.
“Vanuatu terus menerus mencoba mempertanyakan status Papua sebagai bagian yang utuh Indonesia yang tidak lagi perlu diperdebatkan. (Dan) hal ini telah melanggar tujuan dan prinsip-prinsip Piagam PBB, serta bertentangan dengan Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States," kata Sindy.
Menutup tanggapan Indonesia atas pernyataan Vanuatu, Sindy menegaskan kembali bahwa pernyataan Vanuatu itu merupakan bentuk penghinaan dan mengimbau agar tidak terjadi lagi ke depan.
“Kita tidak boleh membiarkan penghinaan terhadap Piagam PBB semacam ini terus dilakukan di forum ini,” pungkasnya.