Rencana Presiden Prancis Emanuel Macron untuk mengirimkan pasukan negara-negara Eropa ke Ukraina ditanggapi serius oleh Presiden Rusia Vladimir Putin. Dalam sebuah wawancara usai resmi memenangi pemilu dengan raupan suara lebih dari 80%, Putin mewanti-wanti langkah tersebut potensial memicu Perang Dunia III.
"Semua mungkin dalam dunia modern. Ini (pengiriman pasukan Eropa ke Ukraina) selangkah lagi menuju perang dunia ketiga, tetapi tak banyak orang yang sepertinya tertarik membicarakan hal ini," kata Putin seperti dikutip dari Reuters, 18 Maret 2024.
Beberapa hari sebelumnya, Putin juga mengingatkan potensi perang nuklir jika negara-negara Eropa dan Amerika Serikat mengintervensi jalannya perang antara Rusia dan Ukraina. Eks bos badan intelijen Rusia itu mengaku Rusia siap menggelar perang nuklir.
"Dari sisi teknis militer, tentu saja kami siap... Saya pikir tidak semuanya terburu-buru mengarah ke situ (perang nuklir), tapi kami siap," kata Putin.
Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Saat ini, hampir semua wilayah di bagian timur Ukraina dikuasai pasukan Rusia, termasuk di antaranya Donetsk, Kherson, Luhansk, dan Zaporizhzhia. Selama kurang lebih dua tahun, perang telah menewaskan sekitar 10 ribu warga sipil.
Berbicara di hadapan perwakilan negara-negara Eropa dalam sebuah konferensi di Paris, Prancis, awal Maret lalu, Macron mengingatkan agar para pemimpin Eropa memberikan dukungan penuh bagi Ukraina. Ia menyebut apa yang dialami Ukraina bisa terjadi pada negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO).
"Rusia tidak boleh dan tidak bisa memenangkan perang ini. Keamanan Eropa dipertaruhkan di sini. Kita dalam proses untuk memastikan keamanan kolektif Eropa, untuk sekarang dan besok," kata Macron seperti dikutip dari Guardian.
Hadir dalam konferensi tersebut, Kanselir Jerman Olaf Scholz, Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron, dan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Rutte diisukan bakal diangkat jadi Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO yang baru.
Menteri Pertahanan (Menhan) Inggris Grant Shapps mengatakan wacana perang global yang melibatkan negara-negara besar dunia tak bisa dianggap sepele. Ia mewanti-wanti perang semacam itu bisa pecah dalam lima tahun ke depan, melibatkan China, Rusia, Korea Utara, dan Iran.
"Melihat konflik-konflik yang terjadi di seluruh dunia, apakah angkanya akan bertambah atau berkurang? Saya pikir kita semua tahu jawabannya. Jumlah konflik akan meningkat," kata Shapps dalam sebuah pidato di Lancaster House, London, awal Januari lalu.
Sentimen Shapps dibagi mayoritas warga Inggris. Survei YouGov menemukan sebanyak 53% warga Inggris meyakini perang global bakal pecah dalam 5-10 tahun mendatang. Delapan dari sepuluh responden percaya Inggris bakal beraliansi dengan AS dalam perang tersebut. Rusia dan China dianggap jadi musuh potensial.
"Jika Perang Dunia III pecah, mayoritas warga Inggris beranggapan Inggris akan beraliansi dengan Prancis (68%), Jerman (63%), Polandia (59%), dan Australia (57%)," ujar Matthew Smith, Kepala Pusat Jurnalisme Data YouGov.
Pakar hubungan internasional University of Sussex David Wearing menilai potensi pecahnya Perang Dunia III tak bisa dianggap enteng. Berbeda dengan era menjelang Perang Dunia I dan Perang Dunia II, saat ini negara-negara besar yang potensial terlibat dalam konflik di masa depan punya senjata nuklir di gudang senjata mereka.
Selain konflik Rusia vs Ukraina, Wearing berpendapat Perang Dunia III juga bisa dipicu memanasnya tensi antara Tiongkok dan Taiwan. Meskipun potensial meluas, ia tak yakin perang Israel vs Hamas yang telah berkecamuk selama beberapa bulan bisa memicu perang global.
"Saat ini, perang (Israel dan Hamas) bukan titik persinggungan kepentingan negara-negara besar. Namun, bahayanya juga nyata. Genosida di Gaza dan eskalasi konflik yang melibatkan Iran bisa mengganggu stabilitas Teluk Persia dan menghacurkan perekonomian dunia," kata Wearing seperti dikutip dari Skynews.
Januari lalu, Selat Taiwan kembali memanas. China mengumbar ancaman terhadap Taiwan yang baru saja menggelar pemilu. Tiongkok mengingatkan agar presiden terpilih William Lai Ching-te tak berupaya "memerdekakan" Taiwan. Hingga kini, pemerintah komunis Tiongkok menganggap Taiwan bagian dari China.
Analis militer Simon Diggins sepakat Perang Dunia III bisa pecah kapan saja di masa depan. Ia menyebut tak semua persoalan global bisa dituntaskan lewat diskusi dan diplomasi. Negara-negara yang terlibat hampir pasti bakal menggunakan senjata nuklir.
"Invasi Ukraina menunjukkan bahwa Rusia melihat perang sebagai instrumen kebijakan, sebagai alat untuk mengubah tatanan dunia agar sesuai dengan kepentingan mereka," jelas Diggins.
Rusia, kata Diggins, telah menunjukkan bahwa asumsi perang hanya boleh dideklarasikan negara demi tujuan bertahan hidup tak lagi relevan pasca-Perang Dunia II.
Langkah Rusia menginvasi Ukraina itu bisa dicontoh Tiongkok saat menghadapi Taiwan atau Iran ketika berhadapan dengan Israel. "Kita, secara definitif, sedang dalam era jelang perang," imbuh Diggins.