Pada Selasa (17/12), Deutsche Welle melaporkan bahwa Senat Amerika Serikat menyetujui sanksi terhadap perusahaan dan pemerintah yang terlibat proyek jalur pipa Nord Stream 2 yang menghubungkan Jerman dengan gas Rusia.
Jalur pipa senilai US$10,5 miliar tersebut mengangkut gas alam melalui jalur bawah laut.
Sanksi, yang lolos di DPR AS pekan lalu, diharapkan akan mulai berlaku akhir pekan ini.
Merespons sanksi, Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia Oleg Kopylov menyebut bahwa itu merupakan contoh terbaru dari kebijakan unilateral AS.
"Kami menentang sanksi terhadap negara mana pun. Tapi, apa yang bisa kami lakukan? Rusia selalu berusaha mempertahankan dialog yang konstruktif," ujar dia dalam pengarahan media di kediaman Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Jakarta, Rabu (18/12).
Dia mengatakan bahwa Washington kerap menerapkan kebijakan unilateral terhadap Rusia dan negara-negara lainnya.
"Kami tidak dapat mengatur cara mereka berperilaku," lanjut Oleg.
Menurut Deutsche Welle, jika sanksi disahkan maka pemerintahan Trump memiliki 60 hari untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang menyediakan layanan bagi jaringan pipa tersebut. Sanksi akan memblokir visa dan membekukan aset-aset properti dari pihak yang ditargetkan.
Allseas, perusahaan berbasis di Swiss yang telah disewa oleh Gazprom untuk membangun bagian lepas pantai, adalah salah satu pihak yang kemungkinan besar menjadi target sanksi.
AS meyakini jaringan pipa yang nyaris selesai pembangunannya itu akan meningkatkan ketergantungan Eropa pada energi Rusia, mentransfer miliaran dolar ke kas Moskow hingga berujung pada meningkatnya pengaruh Presiden Vladimir Putin.
Namun, Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Mass meminta AS untuk tidak ikut campur dalam kebijakan energi Eropa.
"Kebijakan energi Eropa diputuskan di Eropa, bukan di AS," twit Maas pekan lalu.
Kamar Dagang Jerman-Rusia mengatakan bahwa pipa itu penting untuk menjamin keamanan energi Eropa. Mereka menyerukan sanksi pembalasan terhadap Washington.