close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sampah gelas plastik. (foto: Pixabay)
icon caption
Sampah gelas plastik. (foto: Pixabay)
Dunia
Selasa, 05 Desember 2017 14:29

Sampah plastik picu kiamat laut

Pertahun, sebanyak 8 juta ton sampah plastik memasuki lautan. Sampah tersebut pun turut masuk pada rantai makanan manusia.
swipe

Sekira 7.000 delegasi dan 100 menteri dari berbagai negara berkumpul di Nairobi, Kenya untuk menghadiri pertemuan puncak yang digelar oleh United Nation Environment Assembly (UNEA) sejak Senin (4/12). Tujuan pertemuan itu untuk mendukung gerakan mengembalikan laut yang sehat.

Meski UNEA tak menghasilkan resolusi yang mengikat negara-negara peserta, namun terdapat dorongan untuk membentuk penjanjian hukum yang melarang limbah plastik memasuki laut.

“Kita menghadapi kiamat laut karena pertahun terdapat 8 juta ton sampah plastik di lautan,” jelas Direktur Eksekutif UNEA, Erik Solheim seperti dikutip dari CBS News, Selasa (5/12).

Erik menilai, saat ini lebih banyak sampah plastik ketimbang ikan di lautan. Ironisnya, limbah-limbah tersebut justru turut masuk ke rantai makanan manusia lantaran sifatnya yang mencemari lingkungan, baik langsung maupun tidak langsung.

“Perlu dipahami, jika kita membunuh lautan, itu berarti kita bunuh diri,” sambungnya.

Konferensi Nairobi berfokus pada isu polusi udara, air, tanah, lautan dan limbah. Namun, karena polusi di laut mempengaruhi banyak negara, khususnya yang memiliki pesisir, isu tersebut kini semakin menarik perhatian. Plastic Ocean Foundation menyebut, sekitar 500 miliar kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Artinya, sejuta kantong plastik digunakan per menitnya.

Sedangkan Ocean Conservancy menemukan bahwa sampah plastik telah tertelan oleh 60% jenis semua burung laut dan 100% spesies penyu. Pembusukan limbah plastik yang sangat lamban, membuat sampah layaknya makanan yang dikonsumsi oleh organisme di lautan.

Alhasil, saat hewan menelan plastik, terdapat persoalan yang mengancam jiwa, termasuk mengurangi kebugaran, penyerapan nutrisi dan efisiensi makan yang semuanya semuanya penting untuk bertahan hidup.

Merujuk pada fakta tesebut, Presiden AS, Donald Trump bahkan mengutus asisten sekretaris negara bidang laut, lingkungan dan sains, Judith Garber untuk mewakili negeri Abang Sam dalam pertemuan itu.

Bahkan, Badan Perlindungan Lingkungan AS menyetujui kampanye yang dihasilkan pertemuan Nairobi. Padahal, AS menarik diri dari beberapa pakta dan perjanjian iklim di Paris.

“Setelah beberapa dekade, pembuangan (sampah plastik) yang tidak terkendali, beberapa wilayah di lautan terbukti terkontaminasi dengan konsentrasi polutan berbahaya yang tinggi seperti logam berat, bahan kimia dan nutrisi anorganik,” jelas Badan Perlingungan Lingkungan AS.

img
Syamsul Anwar Kh
Reporter
img
Syamsul Anwar Kh
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan