Pada Senin (24/6), Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran. Kali ini, sanksi menargetkan pemimpin tertinggi negara itu, Ayatullah Ali Khamenei.
Trump mengatakan sanksi tambahan itu merupakan tanggapan atas ditembak jatuhnya pesawat tanpa awak AS dan hal lainnya yang dilakukan Iran.
Kementerian Keuangan AS mengungkapkan, selain Khamenei, delapan komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) juga menjadi sasaran sanksi AS.
Sanksi terbaru AS bertujuan menutup akses para pejabat Iran terhadap sumber-sumber keuangan, serta memblokir mereka dari akses sistem keuangan AS atau aset apa pun di Negeri Paman Sam.
Menurut Trump, Khamenei pantas diberi sanksi karena dia bertanggung jawab atas apa yang disebutnya sebagai tindakan brutal rezim tersebut di Timur Tengah.
"Sanksi yang dijatuhkan melalui perintah eksekutif ... Akan menyangkal akses ke sumber utama keuangan dan dukungan bagi Khamenei, kantornya, serta mereka yang berafiliasi erat dengannya atau pun kantornya," kata Trump.
Dilansir Al Jazeera, Khamenei sudah kurang lebih 30 tahun terakhir tidak pernah meninggalkan Iran. Terakhir kali dia beranjak dari Iran adalah pada kunjungan kenegaraan ke China pada April 1989 karenanya sanksi terhadap Khamenei dinilai tidak membawa dampak apapun.
Menanggapi kebijakan sanksi Trump, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan, AS merupakan negara yang membenci diplomasi.
Dalam sebuah twit, Menlu Zarif menuduh pemerintahan Trump memang ingin berperang dengan Iran.
Ketegangan antara kedua negara terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin mengklaim bahwa Trump sudah berencana menjatuhkan sanksi itu bahkan sebelum Teheran menembak jatuh pesawat tanpa awak milik AS pada pekan lalu.
Mnuchin menambahkan, pada akhir pekan ini Menlu Zarif juga akan masuk dalam daftar pejabat Iran yang dikenakan sanksi AS.
Zarif adalah diplomat karier yang tinggal di AS. Dia telah bertugas di PBB selama bertahun-tahun dan dikenal sebagai "wajah Iran" di panggung internasional.
Dewan Keamanan PBB mendesak agar kedua pihak menahan diri, tetap tenang, dan menggunakan diplomasi untuk mencari solusi.
Ketegangan yang meningkat
Pada Mei 2018, Gedung Putih menerapkan kembali semua sanksi yang sebelumnya dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir pada 2015. Kesepakatan nuklir yang dikenal dengan sebutan resmi JCPOA itu dibuat dengan sejumlah negara sebagai upaya membatasi pergerakan nuklir Iran.
Hubungan Iran-AS makin memburuk ketika Washington meningkatkan tekanan terhadap Teheran dengan menjatuhkan sanksi yang menargetkan sektor minyak negara itu.
Setelahnya, Gedung Putih menuduh Iran sebagai dalang di balik serangkaian serangan tanker minyak di Teluk. Teheran dengan keras membantah semua tuduhan tersebut.
Pada Senin (17/6), Iran mengumumkan bahwa mulai pekan depan, persediaan uranium tingkat rendahnya yang diperkaya akan melampaui batas yang disepakati di bawah JCPOA.
Beberapa hari kemudian, sebuah drone milik militer AS ditembak jatuh di atas apa yang Washington klaim sebagai perairan internasional. Namun, IRGC menyebut AS telah melanggar batas wilayah udara Iran.
IRGC menegaskan bahwa penembakan pesawat tanpa awak itu merupakan pesan yang jelas kepada AS bahwa perbatasan Iran adalah garis merah.
"Kami akan bereaksi keras terhadap segala agresi," tutur Komandan IRGC Mayjen Hossein Salami.
Sekutu AS telah menyerukan langkah-langkah untuk meredakan ketegangan karena khawatir langkah kedua pihak dapat memicu perang.
"Kami sangat prihatin. Menurut kami, kedua pihak tidak menginginkan perang, tetapi kami khawatir itu dapat terjadi dengan tidak disengaja. Kami melakukan segala yang kami bisa untuk meredakan ketegangan," tutur Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo bertolak ke Timur Tengah untuk membahas persoalan Iran dengan para pemimpin Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Pompeo bertemu dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada Senin sebelum akhirnya bertolak ke Uni Emirat Arab.
Adapun perwakilan khusus AS untuk Iran, Brian Hook, mengunjungi Oman dan berangkat ke Eropa untuk menjelaskan kebijakan AS kepada sekutu. Menurutnya, Trump bersedia untuk menjalin pembicaraan jika Iran dapat berkompromi.
Namun, penasihat Presiden Iran Hassan Rouhani menegaskan bahwa Teheran hanya akan bernegosiasi jika Washington terlebih dahulu mencabut sanksi. (BBC dan Al Jazeera)