Sejarah kecil Baghdadi dan jejak teror ISIS
Setahun setelah kediktatoran Saddam Husein ditumbangkan dan sang diktator dieksekusi mati, Irak masih bergejolak. Pertempuran-pertempuran kecil antara pasukan AS dan loyalis Saddam meletup di berbagai kota. Pembunuhan, suara ledakan, dan bom bunuh diri mewarnai keseharian warga Irak.
Dalam situasi seperti itulah, pada 4 Februari 2004, pasukan militer Amerika Serikat menahan seorang pria yang kedapatan bertemu dengan salah satu petinggi Al Qaeda di Fallujah, Irak. Ketika itu, Fallujah merupakan salah satu 'markas' utama kelompok jihadis dan loyalis Saddam.
Militer AS punya banyak buruan yang mereka kejar di kota itu. Namun, setelah dicek, nama sang pria tidak ada dalam daftar target yang mereka kantongi.
Sekadar mengikuti prosedur, pria tersebut kemudian difoto. Dalam foto yang kelak menjadi penting itu, terlihat wajah seorang pria yang berminyak, dengan jenggot dan alis yang tebal, mata yang gelap, dan hidung yang bangir.
Nama pria itu Ibrahim Awad Ibrahim al-Badri.
Saat ditangkap, ia mengaku hanya berprofesi sebagai pegawai administrasi atau sekretaris. Militer AS menelan mentah-mentah testimoni Ibrahim. Ia pun kemudian dimasukkan ke dalam kategori penjahat 'kelas teri'.
Padahal, ketika AS memulai invasi ke Irak pada 2003, Ibrahim merupakan bagian dari jejaring kelompok milisi Salafi di Irak. Ketika pemberontakan kaum Sunni pecah menentang pendudukan AS, Ibrahim dilaporkan tergabung dalam kelompok Jaysh al-Sunna w’al-Jamaah.
Ibrahim kemudian ditahan di Abu Ghraib sebelum akhirnya dipindah ke Camp Bucca. Di penjara, karena kepiawaiannya memainkan si kulit bundar, Ibrahim kerap dijuluki Maradona, mengacu pada legenda sepak bola asal Argentina.
Lahir dari keluarga relijius di kota Samarra, Irak, pada 1971, Ibrahim sejak kecil memang dikenal sebagai penggila sepak bola. "Dia terobsesi mencetak gol. Dia akan sangat gugup jika tidak mampu mencetak gol," kata salah satu sobat kecil Ibrahim seperti dikutip Al Monitor.
Namun, bukan hanya permainan sepak bola saja yang melambungkan nama Ibrahim saat dibui. Di Camp Bucca, Ibrahim dikenal sebagai salah satu 'anak kesayangan' tokoh-tokoh jihadis senior Irak. Tak heran jika kemudian karier Ibrahim di jalan jihad cepat menanjak.
Data para tahanan milik Camp Bucca menunjukkan bahwa Ibrahim hanya dikurung kurang dari 1 tahun. Pria dengan nomor tahanan US9IZ-157911CI itu dibebaskan pada Desember 2004. Hasil evaluasi mengindikasikan Ibrahim 'tak berbahaya'.
"Dia (Ibrahim) tidak terlihat sebagai (penjahat) yang terburuk dari yang terburuk," kata Ken King, petinggi militer AS yang bertugas mengawasi Camp Bucca pada 2008-2009.
Hasil evaluasi tersebut meleset jauh. Satu dekade berselang, Ibrahim muncul di depan publik dengan nama baru: Abu Bakr al-Baghdadi. Kemunculan Ibrahim sebagai Baghdadi terekam dalam sebuah video yang beredar pada Juni 2014.
Di video itu, Baghdadi tampak sedang berpidato di dalam Masjid Raya Al-Nuri, Mosul, Irak. Dalam pidatonya, Baghdadi mengumumkan pembentukan kekhalifahan Islam di Irak dan Suriah. Ia juga menunjuk dirinya sendiri sebagai khalifah.
Baghdadi menamai dirinya Khalifah Ibrahim.
Itu adalah kemunculan 'termegah' Baghdadi di depan khalayak. Sebelumnya, Baghdadi kerap beroperasi di balik layar. Tak banyak catatan mengenai sepak terjang pria yang juga dijuluki Al-Shabah (si hantu) itu setelah dibebaskan dari Camp Bucca.
"Secara fisik, mereka (militer AS dan Irak) tahu siapa pria itu (Baghdadi), tapi latar belakang kelahirannya hanya mitos," kata Patrick Skinner, seorang konsultan keamanan di Soufan Group, seperti dikutip NBCnews pada 2014 lalu.
Dari ISI ke ISIS
Jejak Baghdadi di jagat teror global mulai kentara sejak didapuk menjadi pemimpin Islamic State of Iraq (ISI) atau yang juga dikenal dengan sebutan Al Qaeda in Iraq (AQI) pada 2010. Sebagai pemimpin ISI, Baghdadi bertanggung jawab mengawasi sejumlah operasi skala besar di Irak.
Tak lama setelah tewasnya pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden di Abottabad, Pakistan pada 2 Mei 2011, Baghdadi merilis pernyataan memuji 'kinerja' Osama dan mengancam akan melancarkan serangan balasan terhadap AS.
Hanya tiga hari berselang, Baghdadi mengklaim bertanggung jawab atas serangan teroris di kawasan Baghdad yang menewaskan 24 polisi dan melukai 72 orang. Di situs resminya, ISI juga berjanji bakal melancarkan 100 serangan ke berbagai kota di Irak.
Ancaman itu tak sekadar bualan. Hingga Desember 2011, Irak menjadi target gelombang serangan ISI dengan beragam jenis taktik, mulai dari bom bunuh diri hingga serangan bersenjata terkoordinasi. Pada 18 Desember 2011, AS menarik pulang semua pasukannya di Irak.
Sempat dikabarkan tertangkap oleh militer Irak pada 2012, Baghdadi--yang telah masuk dalam daftar teroris buruan AS--muncul ke publik pada 8 April 2013. Ketika itu, dia mengumumkan pembentukan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS).
Saat mengumumkan formasi ISIS, Baghdadi menyebut faksi jihadis Jabhat al-Nusra sebagai perpanjangan tangan ISI di Suriah dan harus bergabung dengan ISIS. Namun, pemimpin Jabhat al-Nusra ogah bergabung dengan ISIS dan melaporkan langkah Baghdadi ke bos baru Al Qaeda Ayman al-Zawahiri.
Zawahiri kemudian merilis pernyataan yang menuntut pembubaran ISIS dan meminta agar kelompok Baghdadi hanya beroperasi di Irak. Baghdadi menolak perintah Zawahiri dan justru mengambil alih sekitar 80% milisi asing Jabhat al-Nusra.
Setelah terlibat dalam sejumlah pertempuran berdarah, ISIS sukses mengusir keluar Jabhat al-Nusra dari kota Raqqa pada Januari 2014. Sebulan berselang, Zawahiri memutus semua hubungan dengan ISIS dan menyangkal keterkaitan Baghdadi serta kroni-kroninya dengan Al Qaeda.
Tak lama setelah mengumumkan pembentukan kekhalifahan Islam, ISIS berkembang pesat. Selain sukses menguasai sejumlah ladang minyak, ISIS juga mendapatkan suntikan kekuatan militer dengan membanjirnya warga asing yang ingin menjadi pejuang ISIS dan bergabung ke dalam kekhalifahan Baghdadi.
Pada awal 2015, ISIS bahkan mampu menguasai teritori yang membentang dari Aleppo, Suriah hingga Baghdad, Iraq. Pengaruh ISIS bahkan terasa hingga ke Palmyra atau Tadmur, kota kuno yang lokasinya hanya 200 kilometer dari Damaskus, ibu kota Suriah.
Tak hanya di kekhalifahan saja, teror ISIS bahkan mendunia. Sel-sel ISIS terlibat dalam aksi teroris di Paris, Prancis pada 2015 dan serangkaian pengeboman di Brussel, Belgia, pada 2016.
Menurut catatan New York Times, sejak September 2014 sampai Juli 2016 saja, ada 1.200 orang yang tewas karena beragam serangan teroris yang dilancarkan ISIS atau terinspirasi ISIS di seluruh dunia. Di Irak dan Suriah, jutaan orang jadi pengungsi karena perang sipil yang dikobarkan ISIS.
Terpuruknya ISIS dan kematian Baghdadi
Akan tetapi, masa keemasan ISIS tak berlangsung lama. Sejak 2016, wilayah kekuasaannya terus menciut karena gempuran serangan militer dari pasukan koalisi yang dipimpin AS. Menurut catatan US Central Command, pasukan koalisi melancarkan hampir 30 ribu serangan ke kota-kota yang dikuasai ISIS sejak Agustus 2014 hingga November 2018.
Gempuran pasukan koalisi membuahkan hasil. Mosul, kota terbesar kedua di Irak, berhasil direbut kembali dari ISIS pada Juli 2017. Tiga bulan berselang, Raqqa yang kerap disebut ibu kota kekhalifahan ISIS jatuh ke tangan militer Suriah. Pada Maret 2019, Baghouz, kota terakhir yang dikuasai ISIS, lepas dari genggaman.
Selama perang ISIS versus pasukan koalisi berlangsung, Baghdadi tak pernah muncul lagi di depan publik. Sesekali, Baghdadi muncul lewat rekaman suara yang disebar media propaganda ISIS dan forum jihad di dunia maya.
Berulang kali Baghdadi dikabarkan tewas atau terluka parah karena serangan pasukan koalisi. Namun, rumor itu terbantahkan setelah rekaman video Baghdadi dirilis media propaganda ISIS pada 29 April 2019.
Dalam video itu, Baghdadi mengulas aktivitas terbaru ISIS, termasuk ihwal kejatuhan Baghouz, kota terakhirnya. "Pertempuran Baghouz sudah usai. Tapi, akan ada lebih banyak pertempuran setelah ini," ujar dia.
Namun, sang khalifah dipastikan tidak akan hadir dalam 'pertempuran' ISIS selanjutnya. Pasalnya, Baghdadi tewas secara mengenaskan setelah tempat persembunyiannya di Desa Barisha di kawasan Idlib, Suriah, diserbu pasukan AS, Ahad (27/10) lalu.
Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Washington DC, Presiden AS Donald Trump mengatakan, Baghdadi meledakkan diri di sebuah terowongan saat diburu pasukan elite yang ia terjunkan. "Dia mati seperti seekor anjing. Dia mati seperti seorang pengecut," ujar Trump. (BBC/CNN/Reuters/AFP)