Senator Jeanine Anez, menyatakan dirinya sebagai presiden interim Bolivia di hadapan kongres pada Selasa (12/11). Pernyataan itu dia lontarkan walaupun kurangnya jumlah minimum anggota yang harus hadir untuk mengesahkan putusan tersebut.
"Sebagai kepala senat, saya akan segera menjalankan tugas kepresidenan sesuai yang diatur dalam tatanan konstitusional," tutur Anez, rival sayap kanan eks Presiden Bolivia Evo Morales.
Didesak untuk mundur oleh militer Bolivia, pada Minggu (10/11), Morales melepas jabatannya menyusul kemarahan yang meluas akibat tuduhan kecurangan dalam pilpres yang digelar pada 20 Oktober.
Mengikuti jejak Morales, Wakil Presiden Bolivia Alvaro Garcia Liner juga mengundurkan diri. Akibatnya, masih belum jelas siapa yang akan memimpin negara itu sembari menunggu hasil pemungutan suara baru.
Menurut hukum Bolivia, dengan tidak adanya presiden and wakil presiden, kepala senat akan mengambil alih sementara. Namun, Kepala Senat Adriana Salvatierra juga mundur pada Minggu malam.
Pengunduran diri Morales masih perlu disetujui oleh kedua majelis di Kongres Bolivia.
Para legislator gagal mendapatkan kuorum untuk sesi majelis pada Selasa. Anez sendiri masih perlu mendapatkan persetujuan kongres untuk menjabat sebagai kepala senat.
Anez menyatakan bahwa legislator pro-Morales menolak untuk berpartisipasi dalam sesi majelis pada Selasa. Dia menegaskan, kekuasaan di Bolivia tidak dapat dibiarkan kosong.
Belum jelas apakah langkah Anez akan memadamkan kerusuhan di Ibu Kota La Paz dan kota-kota lainnya. Kekerasan dipicu oleh upaya Morales untuk mengamankan masa jabatan keempat usai pilpres yang disengketakan.
Rekaman video yang beredar pada Selasa memperlihatkan bagaimana polisi memerangi para pendukung Morales di Cochabamba.
Morales mendarat di Meksiko pada Selasa untuk mempertahankan pertarungan politiknya setelah dia mengundurkan diri.
Dia menyebut langkah Anez untuk menggantikannya sebagai bagian dari kudeta paling licik sepanjang sejarah. Seorang senator dari partai yang diketuai Morales, Gerakan untuk Sosialisme, menyerukan agar para pendukungnya menggelar protes agar dia kembali untuk menyelesaikan mandatnya hingga Januari 2020.
Jet tempur militer berulang kali terbang di atas La Paz dalam aksi unjuk kekuatan yang membuat geram loyalis Morales. Pasalnya, pasukan keamanan memblokir mereka agar tidak dapat berbaris menuju alun-alun utama kota itu.
"Kami tidak takut," teriak para demonstran.
Mereka percaya pengunduran diri Morales merupakan hasil dari kudeta dan tindakan diskriminasi terhadap masyarakat pribumi Bolivia. Morales sendiri merupakan presiden pribumi pertama negara Amerika Latin itu.
Seorang pengunjuk rasa, Maria Apasa (35), mengatakan bahwa dia menganggap Morales seperti ayahnya sendiri.
Aksi protes tersebut menyusul berminggu-minggu bentrokan dan protes terhadap Morales, yang dituduh oleh banyak penentangnya menjadi semakin otoriter dan mencurangi pilpres.
Pengasingan di Meksiko
Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard menjemput Morales di Bandara Mexico City setelah sang mantan presiden tiba menggunakan pesawat milik pemerintah setempat.
Setibanya di Meksiko, Morales mengulangi tuduhan bahwa dia dipaksa mundur karena upaya kudeta.
"Presiden Andres Manuel Lopez Obrador menyelamatkan hidup saya," ujar dia, berterima kasih karena Meksiko telah memberinya suaka.
Dia kemudian berjanji untuk terus melanjutkan perjuangannya.
Menlu Ebrard mengatakan, para dilpomat Meksiko berjuang keras untuk mengatur jalur penerbangan bagi pesawat yang ditumpangi Morales karena beberapa negara pada awalnya menutup wilayah udara mereka. Pesawat itu sempat berhenti di Paraguay untuk mengisi bahan bakar.
Hasrat berkuasa
Kepergian Morales adalah peristiwa dramatis bagi presiden yang membantu Bolivia memerangi kemiskinan, meningkatkan hak-hak sosial dan mewujudkan stabilitas pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama hampir 14 tahun di salah satu negara termiskin di Amerika Selatan itu.
Namun, pada akhirnya, kejatuhan Morales didorong oleh keinginannya sendiri untuk terus berkuasa.
Morales mencalonkan diri dalam pilpres untuk masa jabatan keempat setelah dia menolak hasil referendum yang mengatur batas masa jabatan presiden.
Dia mundur segera setelah Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) menyerukan digelarnya pilpres baru. Tim pemantau OAS melaporkan adanya kecurangan dalam proses penghitungan suara yang hasilnya menunjukkan Morales meraih suara yang cukup untuk memenangkan pilpres.
Setelah Morales mundur, pada Senin (11/11), para pendukungnya melakukan aksi protes dengan membakar barikade untuk menutup sejumlah jalan menuju bandara utama negara itu.
Sementara itu, demonstran antipemerintah memblokir sebagian besar jalan menuju alun-alun utama La Paz yang berada dekat kongres dan istana presiden.
Ketegangan mereda setelah Kepala Angkatan Bersenjata Bolivia Jenderal Williams Kaliman mengumumkan operasi gabungan polisi-militer dalam pidatonya yang disiarkan di televisi.
Kaliman mengatakan operasi itu diharapkan dapat menghindari terjadinya pertumpahan darah dan dia mendesak rakyat Bolivia untuk membantu memulihkan perdamaian.