Seorang pengunjuk rasa tewas dan 14 lainnya luka-luka dalam aksi menuntut mundurnya Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa. Peristiwa itu terjadi setelah polisi menembakkan peluru tajam ke arah pengunjuk rasa, Rabu (20/4).
Kemarahan rakyat semakin meluas dan rekaman polisi yang melepaskan tembakan di pusat Kota Rambakkana telah dibagikan secara luas di media sosial.
Seperti dikutip BBC, aparat kepolisian mengatakan, mereka menggunakan kekuatan yang minim untuk membubarkan pengunjuk rasa. Insiden itu telah dikutuk oleh perwakilan PBB untuk Sri Lanka, serta utusan AS dan Uni Eropa.
Setidaknya tiga pengunjuk rasa yang terluka diketahui berada dalam kondisi kritis.
“Pria yang meninggal kemungkinan telah ditembak,” ucap Direktur Rumah Sakit Pendidikan Kegalle, Mihiri Priyangani.
Dokter di rumah sakit mencurigai adanya luka tembak, tetapi membutuhkan autopsi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi penyebab pasti kematian.
"Polisi harus menembak untuk mengendalikan para pengunjuk rasa. Mereka juga membakar beberapa ban, jadi polisi harus menembak untuk membubarkan mereka," kata Juru Bicara Polisi, Nihal Talduwa.
Pihak berwenang mengatakan, kerumunan melemparkan batu dan benda-benda lain ke arah polisi telah melukai beberapa anggota. Namun, banyak pihak yang mempertanyakan penggunaan peluru tajam sebagai respons.
Inspektur Jenderal Polisi CD Wickramaratne kemudian mengeluarkan pernyataan, polisi telah bertindak untuk menghentikan sekelompok pengunjuk rasa yang membakar sebuah truk berisi 30.000 liter bahan bakar. Namun, di media sosial video yang beredar menunjukkan pembakaran truk tidak pernah dilakukan. Sebaliknya, rekaman dari bagian lain negara itu yang menunjukkan polisi memukuli dan menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa juga menyebabkan kemarahan besar.
Seperti diketahui, unjuk rasa terjadi saat Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan mereka dari Inggris pada 1948. Puluhan ribu demonstran telah turun ke jalan sejak Sri Lanka kehabisan uang untuk mengimpor kebutuhan vital. Harga komoditas penting meroket dan menyebabkan kekurangan BBM, obat-obatan, serta pemadaman listrik di negara tersebut.
Rajapaksa mengakui, dia membuat beberapa kesalahan yang mengakibatkan situasi tersebut, tetapi penunjukan kabinet baru pada Senin (18/4) membuat marah banyak warga Sri Lanka. Protes kemudian dimulai kembali pada Selasa (19/4) hingga hari ini.
Terjadi protes di sejumlah daerah pada Selasa (19/4) setelah pengecer bahan bakar utama Sri Lanka menaikkan harga hampir 65%. Harga makanan penting seperti tepung terigu juga meningkat. Massa di Rambukkana telah melakukan protes selama sekitar 15 jam menuntut harga wajar dari bahan bakar.
Ribuan pengendara dan sopir bus yang marah juga membakar ban dan memblokir jalan raya terdekat penghubung ibu kota Kolombo dengan kota Kandy.
Duta Besar AS untuk Sri Lanka, Julie Chung, telah menyerukan penyelidikan penuh dan transparan terhadap kekerasan tersebut. Dia menambahkan, hak rakyat untuk melakukan protes dengan damai harus ditegakkan.