Seorang raja baru akan naik takhta di Malaysia, namun tidak seorang pun yang mangkat atau digulingkan sehingga dia bisa berkuasa. Sebaliknya, sebagai bagian dari monarki bergilir Malaysia yang unik, Sultan Ibrahim ibni Almarhum Sultan Iskandar, penguasa negara bagian Johor di Malaysia selatan, “dipilih” oleh dewan kedaulatan negara pada hari Jumat (27/10) lalu.
Sultan Ibrahim yang berusia 64 tahun akan menggantikan penguasa petahana Al-Sultan Abdullah ibni Sultan Ahmad Shah, yang dinobatkan pada tahun 2019 dan berakhir masa jabatannya pada 30 Januari.
Meskipun sistem monarki di Malaysia memiliki beberapa kesamaan dengan sistem monarki bekas penjajah Inggris, sejak memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957, negara tersebut, yang diperintah melalui demokrasi parlementer dengan raja yang memegang peran kepala negara yang sebagian besar bersifat seremonial, telah menerapkan sistem suksesi monarki satu-satunya dari sistem sejenisnya. Berdasarkan konstitusi, monarki, yang disebut Yang di-Pertuan Agong atau disingkat Agong, diganti setiap lima tahun.
Mahkota tersebut tidak diwariskan melalui garis keturunan setelah raja sebelumnya meninggal atau turun takhta, melainkan diturunkan ke generasi berikutnya dalam urutan sembilan keluarga kerajaan yang berbagi takhta dan juga penguasa sembilan dari 13 negara bagian di negara tersebut. Meskipun calon raja berikutnya sudah diketahui, calon raja memerlukan persetujuan mayoritas dari kelompok bangsawan melalui pemungutan suara rahasia.
Mengingat tingginya status monarki dalam politik Malaysia selama beberapa tahun terakhir, Sultan Ibrahim yang baru diangkat mempunyai “tugas besar yang harus diisi,” kata Muhamad Takiyuddin, profesor ilmu politik di Universitas Kebangsaan Malaysia.
“Dalam suasana politik di Malaysia saat ini, kita dapat yakin bahwa monarki diharapkan tidak hanya memainkan peran penting sebagai stabilisator, namun juga sebagai sumber bantuan psikologis bagi masyarakat,” kata Takiyuddin kepada TIME.
Intervensi monarki semakin meningkat
Agong memainkan peran seremonial dalam monarki konstitusional federal Malaysia, dan menjadi pengurus agama utamanya, Islam. Kekuasaannya terbatas: Agong bertindak atas saran Perdana Menteri atau pejabat kabinet.
Namun Agong menandatangani undang-undang dan penunjukan jabatan tinggi negara, dan dia adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Malaysia. Dia juga mempunyai kuasa untuk memberikan pengampunan, penangguhan hukuman, dan pembatalan hukuman.
Beberapa tahun terakhir, krisis politik di Malaysia telah mendorong Agong untuk turun tangan. Pengunduran diri yang mengejutkan dari anggota parlemen veteran Mahathir Mohamad dari jabatan perdana menteri pada tahun 2020 mendorong Al-Sultan Abdullah untuk berbicara dengan 222 anggota parlemen sebelum memutuskan siapa yang akan menggantikan Mahathir. Dia kemudian menunjuk Muhyidin Yassin sebagai Perdana Menteri. Ketika Muhyiddin mengundurkan diri di tengah kurangnya dukungan mayoritas, 17 bulan kemudian, Agong mengulangi proses yang sama.
Ketika pemilihan umum di negara tersebut pada bulan November tahun lalu menghasilkan parlemen yang menggantung karena koalisi politik besar tidak dapat menghasilkan mayoritas sederhana, Agong melakukan intervensi lagi dan menunjuk Perdana Menteri Anwar Ibrahim. Sultan Muhammad V, Agong ke-15 Malaysia, sebelumnya telah memberikan pengampunan kepada Anwar pada tahun 2018 setelah ia dipenjara sejak tahun 2015 atas tuduhan sodomi.
Apa yang perlu diketahui tentang Sultan Ibrahim
Lahir 22 November 1958, Sultan Ibrahim adalah keturunan Melayu-Inggris. Ayahnya adalah Sultan Iskandar ibni Almarhum Sultan Ismail, yang memimpin negara dari tahun 1981 hingga kematiannya pada tahun 2010. Ibunya adalah Josephine Ruby Trevorrow, yang dikenal Sultan Iskandar saat ia belajar di Inggris. Keduanya dikaruniai empat orang anak, termasuk Sultan Ibrahim.
Sultan Johor adalah perwira angkatan darat, angkatan laut, dan udara yang terlatih penuh, menurut situs penobatannya. Ia belajar di Sekolah Hukum dan Diplomasi Fletcher di Boston.
Sultan Ibrahim juga terlibat dalam beberapa bisnis. Yang paling menonjol, ia memiliki saham di sebuah perusahaan swasta yang bermitra dengan pengembang properti asal China, Country Garden, dalam proyek Forest City senilai US$100 miliar. Proyek Forest City, yang digagas pada tahun 2006, diharapkan menjadi kota pintar yang mencakup empat pulau reklamasi di lepas pantai Johor, namun kesulitan keuangan yang membebani Country Garden telah membuat pengembangan kawasan tersebut tertunda, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah proyek tersebut akan selesai.
Berbeda dengan penguasa tradisional Malaysia, Sultan Ibrahim menonjol karena blak-blakan. Ia telah berbicara menentang anggota parlemen yang menyebabkan ketidakstabilan politik di Malaysia, dan secara terbuka menyampaikan pendapatnya mengenai hubungan Malaysia dengan China, yang ia sebut sebagai “sekutu yang baik dan dapat diandalkan.” Sultan Ibrahim juga dikenal karena sikapnya yang moderat dalam beragama — pada tahun 2017, ia memerintahkan sebuah toko laundry yang diduga “khusus Muslim” untuk meminta maaf dan berhenti mendiskriminasi non-Muslim atau akan ditutup.
Sultan Ibrahim mempunyai hubungan dekat dengan Anwar, namun Takiyuddin, ilmuwan politik asal Malaysia, tidak yakin raja baru ini akan “berlebihan” mempengaruhi politik. “Sultan Ibrahim dikenal sebagai sultan yang cukup mandiri,” ujarnya kepada TIME. “Dia mendengarkan pandangan semua pihak.”