Sidang kasus penembakan dan pembunuhan puluhan jemaah muslim di Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Centre, Christchurch, Selandia Baru, akan dimulai pada 24 Agustus 2020. Insiden terjadi pada 15 Maret 2019.
Warga negara Australia, Brenton Tarrant, mengaku bersalah atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 tuduhan percobaan pembunuhan, dan satu tuduhan melakukan tindakan terorisme pada awal 2019.
Hakim Pengadilan Tinggi Selandia Baru, Cameron Mander, mengatakan, persidangannya diperkirakan akan berlangsung selama tiga hari. Dapat diperpanjang jika diperlukan.
Tarrant berada di bawah tahanan polisi sejak 15 Maret 2019, ketika dia ditangkap dan dituduh menggunakan senjata semiotomatis untuk menarget umat Islam yang menghadiri salat Jumat di dua masjid di Christchurch.
Dia menyiarkan serangan tersebut secara langsung melalui Facebook. Beberapa kelompok ekstremis di berbagai belahan dunia lalu menyatakan, tindakan Tarrant menginspirasi untuk melakukan serangan terhadap kelompok-kelompok agama.
Penembakan massal yang dilakukan Tarrant mendorong Selandia Baru memperketat undang-undang (UU) kepemilikan senjata dan meningkatkan upaya memberantas ekstremisme daring (online).
Hakim Mander menuturkan, pengadilan akan melakukan pengaturan khusus sehingga para anggota keluarga dari korban tewas, yang sebagian besar saat ini berbasis di luar Selandia Baru, dapat memantau proses persidangan dari jarak jauh.
"Penting bagi publik dan tentunya bagi para korban dan keluarga mereka untuk menghadiri atau memantau jalannya persidangan," jelas Mander, Jumat (3/7).
Perbatasan Selandia Baru belum dibuka bagi orang asing. Warga setempat yang kembali pun perlu menjalani swakarantina selama 14 hari. Ini bagian dari upaya mengekang penyebaran Covid-19 di dalam negeri. (Reuters)