Melunakkah sikap Kim Jong Un?
Setelah berusaha bersikap manis dengan negara serumpunnya, Korea Selatan (Korsel), kini Korea Utara (Korut) seperti membuka peluang untuk berdamai dengan Amerika Serikat (AS). Hal ini ditandai dengan bertemunya Kim dengan Direktur CIA Mike Pompeo.
Bahkan tidak lama lagi, Kim Jong Un dan Donald Trump disebut bakal bertemu. Dunia pun mulai bertanya, manuver Kim Jong Un.
Dalam waktu singkat, pimpinan Korut ini seakan ingin duduk bersama pemimpin Korsel, AS dan Jepang. Padahal tahun lalu, Kim Jong Un membuat tiga negara tersebut pusing atas rencana Korut untuk menembakkan senjata nuklir.
Hal tersebut menimbulkan harapan, mungkinkah Perang Korea akan berakhir setelah menjadi sekam selama lebih dari 60 tahun terakhir? Korsel memang begitu gencar menggagas perjanjian damai dengan negara serumpunnya.
Hal ini diakui Penasihat Keamanan Nasional Presiden Korsel Moon Jae-in, Chung Eui-yong yang baru saja pulang dari Washington pekan lalu dalam rangka mempersiapkan pertemuan antara pemimpin tiga negara tersebut. Bahkan Negara Ginseng yakin Korut bersedia untuk menyerahkan senjata nuklirnya sebagai jaminan keamanan, begitu yang dilaporkan The Washington Post.
Tentu bukan tanpa pamrih Korut melakukannya. Chung menyebut bahwa Korut akan diberikan kepastian masa depan yang cerah atas perjanjian perdamaian di Semenanjung Korea tersebut. Belum jelas apa barter atas perjanjian tersebut.
Hanya saja yang pasti, Chung mengatakan bahwa sikap Korut mulai kendor karena mulai realistis terhadap lingkungan keamanan semenanjung Korea. Hal ini ditandai dengan setujunya Kim apabila ada latihan militer gabungan antara Korsel dan AS.
Meskipun Ahli Strategi Militer Departemen Pertahanan Australia Hugh White, menyebut Kim bukannya setuju dengan latihan militer gabungan tersebut. Ia hanya meminta untuk AS dan Korsel mengurangi armada militernya di Semenanjung Korea.
Jadi benarkah perang Korea berakhir? Jangan senang dulu. Trump saat ini boleh saja berbesar hati atas keberhasilannya membuat Korut mau berunding terkait senjaga nuklir.
Namun Direktur Center for The National, yakni lembaga yang didirikan Richard m. Nixon Harry J. Kazianis dalam tulisannya di Fox News menyebut bahwa Kim Jong Un hanyalah bersandiwara. Bahkan Kazianis meminta agar AS berhati-hati dengan sikap Kim Jong Un.
"Kami punya alasan untuk bersikap skeptis atas sejarah negara kita dengan sekutu. Berhati-hatilah berurusan dengan Korut. Mereka tidak pernah berjanji dan meminta imbalan atas semua ini," tukas Kazianis.
Peringatan Kazianis masuk akal. Jika berkaca pada tahun 2017, dimana saat itu adalah dunia dibuat pusing dengan uji misil setelah uji coba rudal terbang yang melintasi Asia khususnya Jepang.
Dunia juga tidak mungkin lupa dengan ancaman Korut untuk menguji bom hidrogen dan ancaman perang. Meskipun hingga hari ini, ancaman tersebut tidak benar-benar terjadi. Mungkin Kim mempertimbangkan ancaman dunia seperti isolasi ekonomi dan sadar tidak mungkin China sekalipun adalah sekutunya belum tentu akan membelanya.
Polis asuransi
Ajakan untuk bersikap realistis sangatlah tepat. Kim selama ini telah bekerja keras untuk membangun persenjataan nuklirnya dengan banyak alasan, khususnya sejarah. Ayahnya Kim Jong Un yakni Kim Il Sung bertekad menyatukan Korsel di bawah Korut, sayang cita-cita tersebut tidak terlaksana sepeninggalnya karena serangan jantung.
Kim pun berusaha untuk mewujudkan cita-cita ayahnya. Ia pun mementingkan militer untuk memperkuat pertahanan dari serangan negara lain dengan membuka program pengembangan nuklir.
Korut punya alasan dalam mengembangkan nuklir yaitu untuk menjaga keamanan negara dari pengaruh negara adikuasa seperti AS. Bahkan Korut yakin kalau AS memiliki senjata nuklir serupa yang berada di Korsel.
Selain itu, Kim sadar betul bahwa senjata nuklir adalah polis asuransi hidupnya pada rezim yang ia bangun. Nuklir menjadi pelindung negaranya dari konfrontasi militer dengan AS, Korsel dan Jepang.
Apabila ketiga negara tersebut menyerang Korut, tentu nyawa Kim akan terancam. Berikut juga mengancam kematian warga Korut.
Jangan pula percaya dengan sikap Kim yang mulai tampil dalam berbagai acara internasional bersama para pemimpin negara seperti Trump dan Moon Jae-in. Semua itu hanyalah upayanya untuk terlihat seperti negawaran global demi meningkatkan citra dan profilnya, termasuk Kim yang memberikan izin untuk menampilkan para penyanyi K-Pop di Korut selama lebih dari satu dekade absen. Seperti diketahui, akhir Maret lalu sebanyak 150 artis Korsel terbang ke Korut untuk serangkaian konser di daerah perbatasan Panmunjom, Korut.
Yang jelas, Kim sedang berupaya untuk mencari panggung dunia dan memumpuk rasa kagum atas dirinya.