Kementerian Luar Negeri Singapura menepis pernyataan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) yang menyatakan bahwa tersangka kasus korupsi kondensat, Honggo Wendratno, berada di negaranya.
"Menurut catatan imigrasi kami, Honggo Wendratno tidak di Singapura. Informasi ini telah disampaikan kepada pihak berwenang Indonesia dalam beberapa kesempatan sejak 2017," jelas pernyataan tertulis Kemlu Singapura pada Rabu (26/2).
Lebih lanjut, Kemlu Singapura menyatakan, tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa Honggo berstatus Singapore Permanent Residency.
"Singapura akan memberi bantuan yang diperlukan Indonesia terkait kasus ini jika kami menerima permintaan dengan informasi konkret melalui saluran resmi yang sesuai, serta berada dalam lingkup UU kami dan merupakan kewajiban internasional," sebut Kemlu Singapura.
Pada 18 Februari, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Daniel Tahi Monang mengatakan bahwa hingga kini, penyidik melakukan pengejaran terhadap Honggo. Informasi terakhir yang diperoleh, dia berada di Singapura.
Sehari setelahnya, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo mengulangi pernyataan serupa.
"Dalam kesempatan ini kami laporkan juga bahwa beberapa upaya untuk menghadirkan tersangka Honggo Wendratno, sudah kami lakukan karena kami juga menduga bahwa yang bersangkutan sampai saat ini bersembunyi di Singapura," kata Sigit seperti dikutip dari Kompas.com.
Perkara korupsi kondensat bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) pada Oktober 2008 terkait dengan penjualan kondensat dalam kurun waktu 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.
Penunjukan langsung ini menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp35 triliun. Dalam kasus ini juga telah ditetapkan dua tersangka lainnya, yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono dan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono yang kini sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.