close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi / Pixabay
icon caption
Ilustrasi / Pixabay
Dunia
Rabu, 02 Oktober 2019 15:32

Singapura berlakukan UU anti-hoaks meski sarat kontroversi

Kritikus telah memperingatkan bahwa UU tersebut dapat menekan kebebasan berpendapat yang memang sudah dikontrol ketat di Negeri Singa.
swipe

Singapura, pada Rabu (2/10), mulai memberlakukan Undang-Undang anti-berita palsu. Kritikus telah memperingatkan bahwa UU tersebut dapat menekan kebebasan berbicara yang memang sudah dikontrol ketat di Negeri Singa.

Di bawah Protection from Online Falsehoods and Manipulation Bill, dianggap ilegal untuk menyebarkan pernyataan keliru yang dianggap merugikan keamanan, keselamatan publik, ketenangan publik atau hubungan persahabatan Singapura dengan negara lain.

Para menteri dapat memutuskan apakah akan memerintahkan sesuatu yang dianggap hoaks untuk dicabut atau dikoreksi. Pemerintah juga dapat memerintahkan perusahaan-perusahaan teknologi seperti Facebook dan Google untuk memblokir akun atau situs yang menyebarkan informasi palsu.

Facebook dan Google telah menentang UU tersebut sejak prosesnya di parlemen. 

UU ini juga mengatur penuntutan individu, yang dapat menghadapi denda hingga 50.000 dolar Singapura dan atau hingga lima tahun penjara. Jika informasi palsu diunggah dengan menggunakan akun yang tidak autentik atau dikendalikan oleh bot, maka total potensi denda naik menjadi 100.000 dolar Singapura dan atau hingga 10 tahun penjara.

Perusahaan yang dinyatakan bersalah menyebarkan berita palsu dapat menghadapi denda hingga 1 juta dolar Singapura.

Pemerintah telah berjanji siapapun yang terdampak oleh UU akan dapat mengajukan banding dengan cepat dan murah. Tetapi kelompok-kelompok penggiat HAM dan para pengacara telah berulang kali memperingatkan bahwa UU ini dapat disalahgunakan dan mungkin memilih efek mengekang kebebasan berbicara.

Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura K Shanmugam mengatakan bahwa para menteri harus menjelaskan mengapa sebuah konten mereka cap salah jika sewaktu-waktu mereka memerintahkan pencabutan atau koreksi, tidak dapat memutuskan secara sewenang-wenang.

Terlepas dari jaminan berulang oleh pemerintah bahwa UU tersebut hanya dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran berita palus, banyak kritikus tetap tidak yakin, merujuk pada catatan buruk Singapura dalam hal kebebasan pers dan perlindungan perbedaan pendapat.

Dalam peringkat dunia terbaru tentang kebebasan pers oleh Reporters Without Borders (RSF), Singapura menempati urutan ke-151 dari 180 negara, posisi yang sangat buruk bagi sebuah negara yang menganggap dirinya berdemokrasi.

Wakil direktur Human Rights Watch Asia Phil Robertson pada April lalu menilai bahwa UU ini bermuatan politis.

"Pemerintah Singapura memiliki sejarah panjang mencap semua yang bertentangan dengan mereka keliru dan menyesatkan," kata Robertson.

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan