Singlish yang bikin pusing Jack The Backpacker
Sebagian orang Indonesia mungkin menilai warga Singapura umumnya lebih mahir berbahasa Inggris daripada kebanyakan warga Indonesia. Meski bahasa Inggris yang digunakan campur-campur dengan bahasa lokal, tetapi toh mereka 'berbahasa Inggris' hingga siapa pun, berpendidikan atau tidak, akan lebih mudah berkomunikasi dengan penutur berbahasa Inggris.
Pandangan ini ternyata tidak sepenuhnya benar. Meskipun beberapa orang asing menganggap Singlish "sangat efisien", ada orang lain yang kesulitan memahami apa yang dikatakan orang Singapura.
Seorang turis Inggris baru-baru ini dibuat bingung dengan kunjungannya ke Singapura. Dalam video TikTok pada Senin (21/11), Jack The Backpacker mengaku tidak mengerti sepatah kata pun saat orang Singapura berbicara bahasa Inggris kepadanya.
“Saya sepenuhnya penutur asli, jadi saya tidak pernah punya masalah dalam memahami bahasa Inggris dan aksen orang lain,” kata Jack, yang pernah mengunjungi Hong Kong, Vietnam, dan Thailand.
“Tetapi di Singapura, aksen mereka sangat kuat.”
Jack menceritakan bahwa Singlish banyak mengubah struktur kalimat sehingga "tidak dapat dikenali".
“Di taksi saya kemarin, supirnya menceritakan banyak hal kepada saya,” katanya. "Saya tidak tahu apa yang dia katakan."
Video Jack telah ditonton lebih dari 35.000 kali dan hampir 200 komentar.
Di kolom komentar, salah satu netizen menjelaskan bahwa Singlish dipengaruhi oleh masyarakat multikultural kita.
Netizen lain mengatakan aksen Inggris Singapura itu unik.
“Warga Singapura di sini dibesarkan dalam dua bahasa, Anda harus membiasakannya,” katanya, sementara netizen lain menambahkan bahwa dia memiliki masalah dalam memahami “Bahasa Inggris yang benar”.
Beberapa netizen mengatakan bahwa Singlish adalah bahasa lain.
“Ini membantu semua ras untuk berkomunikasi,” kata salah satu dari mereka.
Singlish, bahasa Inggris yang buruk?
Singlish pertama kali muncul ketika Singapura merdeka 50 tahun lalu, dan memutuskan bahwa bahasa Inggris harus menjadi bahasa umum untuk semua ras yang berbeda.
Itulah rencananya. Namun di tengah jalan ceritanya jadi lain, ketika berbagai kelompok etnis mulai memasukkan kata-kata dan tata bahasa lain ke dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris menjadi bahasa resmi, tetapi Singlish menjadi bahasa jalanan.
Tata bahasanya mencerminkan beberapa bahasa daerah lainnya termasuk bahasa Melayu, yang merupakan bahasa asli Singapura, dengan menghilangkan sebagian besar preposisi, konjugasi kata kerja, dan kata-kata jamak, sementara kosakatanya mencerminkan beragam asal muasal imigran di negara tersebut. Ia meminjam dari bahasa Melayu, Hokkien, Kanton, Mandarin dan bahasa Cina lainnya, serta Tamil dari India selatan.
Pakar Singlish Tan Ying Ying, seorang profesor linguistik dan studi multibahasa di Nanyang Universitas Teknologi mengatakan untuk memahami evolusi Singlish, pertama-tama yang harus diluruskan adalah pemahaman: ini bukan sekadar "Bahasa Inggris yang buruk".
Faktanya, menganggap Singlish sebagai bahasa Inggris yang buruk merupakan kesalahpahaman yang tercermin dalam penelitian awal tentang bahasa tersebut pada tahun 1970-an. Ketika itu para ahli menggolongkannya sebagai basilek — suatu variasi bahasa yang menyimpang dari bentuk standarnya dan dianggap paling tidak bergengsi di suatu komunitas.
“Seluruh model ini melekat pada kelas dan pendidikan, dan oleh karena itu terdapat asosiasi bahwa jika Anda tidak berpendidikan tinggi, Anda pasti berbicara bahasa basilek,” jelas pakar Singlish Tan Ying Ying.
Namun seperti yang diketahui oleh penikmat Singlish mana pun, menguasai nuansanya membutuhkan keterampilan. "Singlish itu sangat sistematis... Anda tidak bisa begitu saja melontarkan kata 'lah' dan mengharapkan orang berkata: Oh ya, itu benar," kata Prof Tan.
Selama bertahun-tahun, para ahli bahasa mulai memandang bahasa Singlish secara lebih objektif. Penelitian Prof Tan secara khusus menyoroti identitasnya sebagai bahasa kontak, yang tercipta ketika orang-orang yang berbicara dalam bahasa berbeda – seperti Melayu Bazaar dan Hokkien – berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama.
Dan di sinilah letak penjelasan atas fluiditasnya. Sebagai bahasa kontak, dan bahasa yang relatif muda, Singlish "lebih rentan terhadap inovasi", kata Prof Tan.
"Keindahan dari Singlish adalah bahwa hal ini tidak tetap... Kami tahu aturannya, tapi kami tidak menuliskannya, sehingga memberikan ruang bagi orang untuk berkreasi dan melakukan sesuatu dengan itu. Jadi pasti ada trennya," katanya.
Di kalangan masyarakat Singapura pada umumnya, bahasa Singlish cenderung diucapkan dalam situasi informal - bersama teman dan keluarga, naik taksi, atau membeli bahan makanan. Ini menunjukkan keintiman biasa. Sebaliknya, bahasa Inggris digunakan untuk situasi formal - di sekolah, atau di tempat kerja, terutama saat bertemu orang asing atau klien.
Seiring berjalannya waktu, hal ini menjadi penanda sosial - seseorang yang dapat secara efektif beralih antara dua bahasa dianggap lebih berpendidikan dan memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan seseorang yang hanya dapat berbicara bahasa Singlish.
Seseorang yang hanya bisa berbahasa Inggris, dan bukan Singlish, mungkin terlihat agak kelas tinggi, tetapi dianggap bukan orang Singapura sejati. (bbc,asiaone,visitsingapore)